Glass menunduk tapi tidak dengan Bening yang merasa tidak salah sama sekali di depan kedua orangtuanya. Bersandar pada kursi meja makan, Rea memijat kening, untung dia tidak memiliki penyakit darah tinggi atau jantung, begitu juga dengan Arkan yang sejak tadi hanya bisa diam memandangi wajah berdosa menantu dan wajah tak berdosa putrinya.
“Kenapa kamu melakukan ini?” tanya Arkan dengan suara lembut. “Kalau kamu memang mencintai pria lain, tidak perlu sampai berbohong, katakan pada mamamu kamu tidak menyukai Rain, selesai Be!”“Masalahnya aku sudah bilang ke mama tapi mama seperti tidak peduli,” jawab Bening. Kini Rea menjadi pusat perhatian Arkan dan Glass. Mereka menatap ke arah wanita itu dengan tanda tanya besar di kepala, menunggu respon Rea atas pernyataan Bening barusan.“Mama mengira kamu menyukai sesama jenis Be, karena sMenutup warungnya yang kebetulan sudah sepi, Fitria nampak menunduk di depan semua orang. Ia baru saja selesai menceritakan kejadian di masa lalu, mengakui bahwa Glass memang bukan lah anak kandungnya. Sang suami memang memungut Glass dari tempat sampah dan membawa bayi itu pulang, karena sangat menginginkan anak lagi mereka pun memutuskan untuk merawat Glass seperti anak kandung sendiri.Bening membeku, sedari tadi dia terus menggenggam erat tangan Glass yang juga melakukan hal yang sama seperti sang ibu. Pemuda itu menunduk, tak menyangka bahwa sembilan belas tahun dibesarkan oleh wanita yang ternyata bukan ibu kandungnya sendiri.“Semua ini tidak benar!”Glass berdiri bahkan menarik tangannya yang digenggam Bening. Jelas semua ini tidak bisa diterima dengan mudah olehnya. Glass terus saja berjalan menuju parkiran, mengabaikan Bening yang berteriak memanggil. Pada akhirnya Beni
“Tidak akan mudah membawanya ke keluarga Wijaya, aku akan menentang itu. Anak itu tidak pantas menjadi bagian dari keluarga kita yang terpandang.” “Tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu karena jelas dia juga pewaris Papa.” Aline menyanggah ucapan Arnold, dia sama sekali tidak takut dengan ancaman yang sang kakak lontarkan malah bersikap menantang. “Apa kamu berniat menjadikan anak itu kekasihmu?” Arnold tertawa menghina, dia tahu kebiasaan sang adik yang menyukai pria yang berusia lebih muda, maka dari itu sampai umur yang bisa dibilang tak lagi muda, Aline belum juga menikah. “Apa tidak cukup asistenmu ini?” imbuh Arnold dengan senyuman mencibir, dia tatap Romi dengan pandangan hina. Aline marah, bagaimana pun juga dia masih membutuhkan Romi, jadi jangan sampai pria itu terpengaruh dengan perkataan Arnold meskipun ucapan itu benar
Glass tak menyangka siang itu Aline akan mendatanginya ke kampus. Mereka duduk berhadapan di kantin, mengabaikan beberapa tatapan aneh dari mahasiswa lain yang juga sedang menikmati istirahat di sana. Beberapa dari mereka tak percaya kalau Glass ternyata berhubungan dengan banyak wanita yang lebih dewasa, meski sebenarnya hubungannya dengan wanita dewasa di depannya ini bukan menyangkut percintaan tapi tetap saja pikiran orang lain tidak bisa dikendalikan.Aline memandangi wajah Glass sejak tadi, adiknya itu sama sekali tidak mau memandang ke arahnya dan hanya menatap gelas yang terlihat mengembun dan basah di bagian bawah karena Glass sama sekali tidak meminum minumannya. Aline baru saja meminta Glass untuk kembali ke keluarga. Wanita itu berkata akan memberikan hak Glass sebagai salah satu pewaris keluarga Wijaya.“Pikirkan lagi! kamu memiliki masa depan yang cerah Glass, aku ingin kamu menjadi pengusaha sukses seperti Pa
"Apa listrik mati?"Arkan menyalakan lampu, pria itu membuat putri dan menantunya kaget bukan kepalang. Bening langsung mengusap bibir yang basah. Sungguh tak dia duga sang papa merusak momen berharganya dan Glass.“Papa, kenapa belum pulang?” tanya Bening ke Arkan, dia salah tingkah dan berdehem melirik Glass yang menunduk mengusap bibir.“Papa sudah hampir pulang, tapi tidak jadi saat melihat mobilmu masih berada di parkiran. Apa pekerjaanmu banyak? Ini sudah malam.”Mendapati wajah Glass dan Bening yang malu, Arkan malah merasa berdosa. Ia sadar mungkin saja baru mengganggu kemesraan keduanya.“Papa pikir kamu sendirian, ternyata bersama Glass. Jika tahu Papa pasti tidak akan cemas,” imbuh Arkan.“Aku sebentar lagi pulang,” jawab Bening gelagapan. Namun, sebuah
"Apa yang harus aku lakukan?"“Buat Bening meninggalkan Glass atau sebaliknya, Glass yang meninggalkan Bening.”Aline menyeringai, Romi yang mendengarnya hanya mengedipkan mata seolah sudah tahu apa yang direncanakan oleh atasan sekaligus kekasihnya itu, sedangkan Roy tersenyum dengan sudut bibir dan menganggukkan kepala. Ia berkata akan melakukan permintaan Aline itu secepatnya.🥛🥛🥛“Apa kamu benar tidak ingin pergi ke pesta yang diadakan temanmu itu?”Bening menggeleng, meski dia ingin mendapat hiburan karena penat bekerja seharian, tapi untuk datang ke pesta itu dia merasa sedikit sungkan. Bening merasa tidak akan menyenangkan berpesta karena tidak membawa pasangan. Sedangkan untuk mengajak Glass dia merasa sedikit sungkan, bukannya malu hanya takut jika suaminya itu malah dijadikan bulan-bulanan teman-temannya.
“Tidak mungkin ini Bening,” tolak Fitria saat Roy menunjukkan foto Bening yang tengah memeluk teman prianya dan Andrew. “Bening itu gadis baik-baik,” pujinya. “Gadis baik-baik dari mana Bu?dia saja berbohong soal kehamilannya. Ibu seharusnya paham kalau gadis baik pasti jujur di setiap ucapannya,” ujar Roy. Ia harus berhasil membuat Fitria membenci Bening agar mendapatkan bayaran yang besar dari Aline. “Kamu dapat foto itu dari mana?” tanya Fitria sedikit curiga. Roy pun gelagapan, tapi otak liciknya segera mendapat jawaban atas pertanyaan Fitria yang tidak dia antisipasi itu. “Dari temanku Bu,” jawab Roy sekenanya.“Apa Ibu tahu? kita itu dimanfaatkan Bu, kita itu dianggap orang bodoh sampai bisa dia kibuli.” Terus melancarkan aksi, Roy mulai melihat kening ibunya mengerut bertanda bahwa wanita yang melahirkannya itu mulai berpikir.
“Ibu masuk rumah sakit,” jawab Glass, wajahnya nampak bingung seolah ragu harus memilih bergegas pergi atau tetap tinggal untuk ikut makan malam bersama Bening, Rea dan Arkan.Bening yang cemas dengan kondisi Fitria pun menoleh orangtuanya yang sama terkejutnya. Rea bahkan mendekat dan memeluk lengan Bening.“Aku ikut ke rumah sakit,” ucap Bening dan membuat Glass kaget.Glass tak menyangka Bening akan lebih memikirkan soal Fitria dari pada makan malam bersama orangtuanya, terlebih di hari ulang tahunnya, jelas makan malam itu spesial.“Be!” lirih Glass yang sedikit tak percaya dengan keputusan sang istri.“Kami juga akan ikut ke rumah sakit,” potong Rea sebelum putrinya menjawab.Glass pun merasa terharu, sampai Arkan mendekat dan menepuk pundak pemuda itu menenangkan, 
“Kenapa ibu bisa bilang begitu? Jangan terbujuk omongan kak Roy, Bu. Ibu tahu ‘kan sifatnya seperti apa?” ucap Glass.Pemuda itu menyesal karena kemarin sudah bertengkar dengan Bening tanpa memikirkan kebenarannya dulu.Begitulah jadinya jika orang sedang dalam kondisi emosi yang tidak stabil dipengaruhi. Glass yang saat itu mencemaskan kondisi Fitria harus mendapat bisikan dari Roy yang menjelek-jelekkan Bening.“Glass lebih baik kamu pisah saja, kamu bisa kembali ke keluarga Wijaya dan mendapatkan masa depan yang lebih cerah.”“Ibu!” Glass terperanga, dia tidak percaya Fitria dengan mudah memintanya berpisah dengan Bening yang benar-benar dia cintai setulus hati.“Aku sampai kapan pun tidak akan berpisah dengannya! aku mencintainya.”“Hah … apa kamu yakin dia menc