Share

4. Gadis api

Dalam perjalanan menuju Pegunungan Cincing, Renggin Ang melewati sebuah pasar yang masih termasuk daerah kekuasaan keluarga Ang. Anak itu berpapasan dengan Bara Ang.

"Lihat, Kak Bara! Dia anak yang tadi, kan?" tanya Tu Ang.

"Heh, benar. Itu dia."

Bara Ang menghampiri Renggin Ang dan mendorongnya hingga terjatuh.

"Hey, sialan! Enam bulan lagi akan ada kompetisi keluarga. Jika kau bernyali, ikuti kompeisi ini dan saat itu, akan menjadi hari kematianmu!" seru Bara Ang.

"Haha. Dia tidak akan bisa mengikuti kompetisi. Yang bisa mengikuti kompetisi minimal harus berada di tingkat pejuang tahap kelima. Aku tidak yakin, dia bisa menembus tiga tahap dalam waktu enam bulan," ujar Say Ang.

Mereka berjalan melewati Renggin Ang sambil mencibir.

"Cih! Sombong sekali!" decit Suluh, si roh pedang kayu. "Jika kau mau, aku bisa merasuki tubuh mereka dan menghancurkan kultivasinya."

"Tidak perlu. Apapun yang mereka katakan, yang terpenting saat ini adalah aku harus segera menemukan obat penawar untuk Ampy Ang."Renggin Ang bangun dan kembali melanjutkan perjalanan ke Pegunungan Cincing.

Setelah sampai di Pegunungan Cincing, anak itu menjumpai seekor monster ayam hitam. Ayam itu mendelik menatap Renggin Ang.

"Lari bodoh! Ayam itu sudah bersiap untuk mematukmu!" teriak Suluh.

Seketika mata sang monster bersinar. Ayam itu mengepakkan sayapnya dan melompat ke arah Renggin Ang. Paruhnya sedikit terbuka, siap untuk melahap mangsa.

Petok petok ....

"Waaaaaa!" Renggin Ang berlari zig zag untuk menghindari patukan sang ayam.

Whuuuuuus!

Tiba-tiba, bayangan panah api melesat menembus badan ayam itu. Namun ayam itu hanya mendapat sedikit goresan.

"Ayam itu milikku!" ucap seorang gadis yang tampak sedikit lebih muda dari Renggin Ang.

Ayam itu berbalik menatap sang gadis. Dia terlihat seperti sedang mengejan.

"Sepertinya dia sudah tidak tahan ingin buang air besar," gumam Renggin Ang memerhatikan dengan seksama.

Tepluk!

Kotoran berwarna hitam kecoklatan terjatuh dari anus sang ayam. Lalu, dia menghentakan kaki dan memukul kotorannya ke arah si gadis dengan ekor.

Whuuuus!

Jurus yang digunakan monster ayam itu adalah ... 'taik ayam peledak'. Pikir Renggin Ang.

"Awaaas!"

Renggin Ang tersadar dan berlari menubruk gadis itu untuk menyelamatkannya.

Bruk!

Mereka terjatuh ke dalam sebuah lubang.

Boom!

Ledakan taik ayam itu mengeluarkan asap kuning yang berbau kecut sangat menyengat.

"Ugh," rintih gadis itu. "Menjauhlah dariku!" Gadis itu mendorong Renggin Ang. Dia mengibas-ngibaskan pakaiannya membersihkan dari runtuhan tanah.

"Haish! Galak sekali," balas Renggin Ang. Anak itu mulai mengendus-endus merasakan bau yang memualkan.

Hoek!

Begitu pula dengan gadis itu, dia langsung muntah ketika menghirup asam kecut dari asap kuning yang makin memudar.

Tidak lama kemudian, kepala sang ayam tiba-tiba muncul di atas lubang tempat mereka terjatuh.

Petok petok petok!

Renggin Ang dan gadis itu bagaikan cacing yang terperangkap dalam lubang.

"Sial! Ini semua gara-gara kau!" ucap gadis itu menyalahkan Renggin Ang.

"Heh, jika aku tidak mendorongmu, kau pasti sudah hancur berkeping-keping terkena ledakan itu. Ledakan taik ayam itu setara dengan kekuatan tingkat pendekar tahap kedua. Kau tidak akan bisa menahannya," terang Renggin Ang.

Gadis itu terdiam. Dia memang tidak tau taik ayam itu akan menjadi sebuah ledakan hebat. Sekarang, yang harus mereka pikirkan adalah, bagaimana cara melawan monster ayam yang sedang mereka hadapi.

"Aku tidak bisa menggunakkan formasi lingkaran api di tempat sempit seperti ini," gumam sang gadis.

Petooooook!

Monster ayam itu melucutkan paruhnya untuk mematuk mereka.

"Menghindar!" seru Renggin Ang menarik tangan gadis itu.

"Tuan yang bodoh, kau bisa mengandalkanku kali ini," ujar Suluh.

Renggin Ang merentangkan tangan untuk melindungi sang gadis yang berada di belakangnya.

"Berlindunglah di belakangku, Nona."

"Apa yang bisa dilakukan oleh kultivator tingkat pejuang tahap kedua sepertimu?" tanya gadis itu meragukan Renggin Ang.

Seorang kultivator bisa menduga-duga tingkatan kultivator lain dengan melihat aura energi spiritualnya. Hal ini berlaku bagi tingkatan yang lebih rendah dengan dirinya. Jadi, sangat sulit menduga tingkatan kultivator yang tingkatannya lebih tinggi.

"Heh, kau lihat saja," jawab Renggin Ang tersenyum.

Petooooook!

Lagi-lagi ayam itu melucutkan paruhnya untuk mematuk mereka.

"Ikuti instruksi dariku," ujar Suluh.

Renggin Ang mengangguk.

Dengan instruksi dari roh pedang kayu, anak itu menggunakan jurus tebasan angin untuk membuka mulut monster ayam. Kemudian, dia melemparkan pedang kayu dan berteriak, "Pedang kayu penembus tulang!" Renggin Ang menggabungkan tehnik pedang kayu dengan jurus pedang angin miliknya.

Whuuuus!

Sleeeb!

Pedang kayu itu melesat cepat menembus kerongkongan, hingga ke dubur sang ayam. Setelah itu, Renggin Ang menarik kembali pedang kayu itu ke tangannya, dan monster ayam itu pun mati.

Bangkai ayam itu berubah menjadi sebutir mutiara berwarna cokelat pekat. Renggin Ang mengambilnya, lalu melempar mutiara tersebut kepada si gadis.

"Ambil ini!"

Gadis itu menangkapnya dengan sigap.

"Kenapa kau memberikannya kepadaku? Bukankah kau yang mengalahkannya?"

"Tadi, kau bilang ayam itu milikmu, kan? Atau, anggap saja sebagai hadiah dariku." Renggin Ang nyengir. Lalu dia pergi dan berkata kepada gadis itu, "Sampai jumpa lagi, gadis api! Aku harus segera pergi melanjutkan perjalanaku."

"Gadis api? Huh!" Gadis itu mendengus. Kemudian, datang beberapa pengawal menghampirinya.

"Nona Yu, apakah Anda baik-baik saja? Anda tiba-tiba menghilang tanpa jejak membuat kami khawatir," ucap seorang pengawal.

"Aku baik-baik saja. Ayo kembali ke perkemahan!" jawabnya.

Sementara itu, Renggin masih mencari keberadaan buah ajw. Sampai tiba waktu sore, dia menemukan sebuah pohon.

Badan pohon itu bersisik dan daunnya menyerupai pohon kelapa. Buah pohon itu, berwarna oranye kekuningan, ini buah yang masih mentah. Teksturnya keras dan padat. Buah yang sudah matang, akan berubah warna menjadi hitam pekat. Jika digigit, terasa lembut di mulut dan mengenyangkan perut.

"Hey, bukankah ini buah ajw?" tanya Renggin Ang sembari menunjuk buah yang dimaksud. Dia meletakan buntalan bekalnya di samping pohon itu.

"Benar," sahut Suluh.

Kemudian Renggin Ang mengambil beberapa buah. Tiba-tiba, dari balik pohon itu mucul seekor monster ular rangon. Ular ini memang tidak berbisa. Namun, sang ular sudah bersemayam cukup lama, dia memiliki aura keganasan tingkat menengah. Kekuatannya setara dengan tingkat prajurit.

"Sssss ...."

Ular itu menjulurkan lidahnya sambil menatap tajam Renggin Ang. Anak itu dibuat gemetar olehnya.

"Ka-kabuuuur!"

Baru saja tiga langkah Renggin Ang melangkahkan kaki, monster ular itu mengibaskan ekornya dan menggulung Renggin Ang dengan kuat.

Renggin Ang berusaha melepaskan diri menggunakan jurus tebasan angin. Namun, tidak berefek pada ular itu. Kemudian, dia mencoba melawannya lagi dengan jurus pedang angin. Sayangnya sisiknya sangat tebal, sehingga ular itu tidak mendapat goresan sedikitpun.

Ular itu semakin menggulung erat tubuh Renggin Ang. Tubuh anak itu seperti diperas, hingga keluar darah dari pori-pori kulitnya.

"Aaargh!" rintihnya. "Hey, Suluh! Tidak bisakah kau menolongku?"

"Tidak bisa, kekuatanku diukur tergantung siapa yang menggunakanku. Kau minimal harus berada di tingkat pendekar jika ingin mengalahkannya."

"Lalu, apa yang harus aku lakukan? Aargh, ini menyakitkan."

"Tidak ada yang bisa kau lakukan, kecuali jika ada suatu keajaiban."

"Akankah aku mati seperti ini? Ibu, maafkan aku. Ampy, maafkan Kakak." Renggin Ang memejamkan mata menangis pasrah. Tubuhnya berlumuran penuh darah segar miliknya.

Kondisi anak itu melemah, matanya mulai kabur. Tiba-tiba, buku kuno yang terselip di bajunya terguncang. Buku itu bersinar terang menunjukan kemisteriusannya.

Akankah buku itu membawa keajaiban untuk menyelamatkan hidup Renggin Ang?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nurcholis Ekoleksono
hebat... ada aja yg membantu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status