Share

5. Digigit semut tomcet

Di kala Renggin Ang sudah mencapai batasnya, tiba-tiba muncul sosok bayangan Meriy Ang di hadapannya.

"Ibu," ucap anak itu lirih. Remang-remang, dia melihat ibunya melawan sang ular dan pada akhirnya tak sadarkan diri.

Kekuatan dahsyat milik wanita itu membuat monster ular kesulitan. Hal itu membuat lilitan badannya pada tubuh Renggin Ang merenggang.

"Lepaskan anak itu!" ucap Meriy Ang kepada monster ular. "Aku akan membiarkanmu pergi, jika kau melepaskan anak itu sekarang."

"Ssshh."

Tanpa pikir panjang, ular itu pun melepaskan Renggin Ang dan pergi.

Meriy Ang mendekat melihat kondisi tubuh Renggin Ang. Matanya sayu ketika mendapati tubuh Renggin Ang penuh darah. Kemudian, dia menyalurkan energi spiritualnya untuk mempercepat penyembuhan. Setelah wanita itu menghabiskan seluruh energinya, dia kembali beristirahat ke dalam buku kuno untuk memulihkan diri.

...

"Ugh, gelap."

Renggin Ang terbangun saat hari tengah malam. Dia beberapa kali mengucek matanya, mengira dirinya telah mati.

"Apakah aku benar-benar sudah tewas?"

Anak itu mengingat kembali terakhir kali dia sadar.

"Ibu!"

Matanya terbelalak. Renggin Ang langsung bergegas mengecek buku kuno yang terselip di bajunya. Seharusnya buku itu sudah berlumuran darahnya, tapi tidak ada bercak darah sedikitpun yang menempel pad buku misterius itu. Dia mulai membuka lembaran pertama. Buku itu mengeluarkan cahaya, sehingga tulisan-tulisan aksara di dalamnya terpapar jelas.

"Aksara ini ... ayah pernah mengajarkannya padaku."

Kemudian Renggin Ang membaca judul lembar pertama. "Meriy Ang." Anak itu sedikit tersentak. Lalu dia lanjut membaca uraian kalimat di bawahnya adalah kisah tentang riwayat hidup ibunya.

"Ibu adalah seorang herbalis tingkat lima?" ujarnya setelah membaca sebagian kisah tentang Meriy Ang.

"Benar."

Suara sahutan itu membuat Renggin Ang terperanjat, melemparkan buku kuno yang dipegangnya.

"Si-siapa?" tanya anak itu menoleh kanan kiri mencari-cari asal suara.

Tiba-tiba muncul sosok bayangan wanita di hadapannya. Wanita itu tersenyum dengan tatapan hangat.

"Ibu!"

Renggin Ang berlari menghampirinya. Ingin sekali dia memeluk sosok itu, tapi dia tidak dapat meraihnya.

"Ibu hanyalah gumpalan roh dari jiwa yang tersegel dalam buku itu, Renggin. Tidak bisa disentuh, dipengang, apalagi dipeluk. Ibu juga hanya bisa menggunakan sepuluh persen dari kekuatan sesungguhnya untuk membantumu. Maafkan Ibu," ungkap Meriy Ang.

"Tak apa. Meskipun hanya bisa seperti ini, aku sudah sangat senang bisa berjumpa denganmu."

"Di dalam buku itu, Ibu berjumpa dengan leluhur ayahmu, Duata Hun. Dia adalah orang terkuat dari seluruh benua. Ilmu-ilmu miliknya sangat cocok dengan kualitas spiritual dan kekuatan mental dalam tubuhmu. Buka bagian akhir dari buku ini. Pelajarilah dari ilmu terendah, kamu akan merasakan manfaatnya."

"Kakek leluhur?"

"Benar. Selain itu, kakek leluhurmu juga seorang herbalis tingkat sembilan."

"Wow! Dia rajanya tanaman herbal di seluruh penjuru benua!" Mata Renggin Ang berbinar-binar kagum. "Ah, andai saja aku bisa bertemu dengannya."

"Bisa," sahut Meriy Ang tidak lupa mengembangkan senyum melebarkan bibirnya.

"Satu darah keturunan yang sudah berkultivasi, dapat membangkitkan satu roh dari jiwa yang tersegel dalam buku ini."

"Itu berarti, jika Ampy berkultivasi, dia bisa membangkitkan roh kakek leluhur?!" lanjut Renggin bersemangat.

"Benar, kau harus mengajarinya berkultivasi."

"Itu pasti!" ucap Renggin Ang bertekad. "Ah, aku harus segera kembali untuk memberi obat penawar pada Ampy."

Renggin Ang mencari-cari buah ajw yang dipetiknya tadi sore. Dia mendapati buah itu sudah hancur lebur, hingga daging buah dan bijinya terpisah.

"Astaga! Apakah aku harus pergi mengambilnya lagi?" ujar Renggin Ang meratapi buah ajw yang telah hancur.

"Ibu bisa membantumu mengekstrak buah itu menjadi sebuah pil, jika kau mau," tawar Meriy Ang. "Tapi, kau harus menambahkan satu bahan lagi."

"Satu bahan lagi? Apa itu?"

"Tanaman sam biloto. Di Lembah Jun Jung, banyak tumbuh tanaman sam biloto. Kau bisa mendapatkannya di sana. Tentu saja jika kedua bahan ini diekstrak, akan lebih besar khasiatnya."

"Apa saja khasiat pil yang terbentuk dari kedua bahan itu?"

"Pil itu, akan menjadi penawar dari segala racun dan dapat meningkatkan kekuatan spiritual dua kali lipat. Jika kekuatan spiritual meningkat, hal itu bisa mempercepat kultivasi."

"Wah, hebat! Aku juga ingin belajar cara membuat pil."

"Kau bisa mempelajarinya setelah kau menguasai kitab elemen api dan kayu."

Kitab elemen api dan kayu, hanya bisa didapatkan di perpustakaan akademi. Di Daerah Wahid, ada satu akademi yang menjadi incaran para pemuda. Namun, hanya orang-orang berbakat yang bisa memasukinya.

Akademi Gendon, terletak di pusat kota daerah kekuasaan Keluarga Ci. Pada setiap tahunnya, akademi ini biasa merekrut anak didik baru yang berusia kurang dari 15 tahun dan sudah berada di tingkat pejuang tahap kelima.

Setelah kompetisi keluarga berakhir, keluarga Ang akan mengirim generasi muda mereka yang berbakat.

...

Renggin Ang beristirahat sejenak untuk memakan bekal yang ia bawa dalam buntalan kain. Kemudian, dia pergi ke Lembah Jun Jung setelah mengobrol cukup lama dengan ibunya. Mereka pun tiba di sana dan menjumpai banyak tanaman sam biloto berjejer.

"Berhati-hatilah. Di lembah ini, ada jenis seranggga bernama semut tomcet. Jika dia menggigit, bekas gigitannya bisa membengkak hingga sebesar telur ayam," ujar Meriy Ang memperingatkan.

Baru saja dibicarakan, tiba-tiba sesuatu menggigit kelima jari kaki kanan Renggin Ang.

"Aaaaaaaaargh!"

Seketika, kelima jari kakinya membengkak sebesar telur ayam.

"Tidaaaaaaaaaaaaaaaaak! Kakiku!" jeritnya. "Apakah ibu tidak memiliki resep untuk mengobati bengkak ini?"

"Tidak perlu khawatir, kakimu akan kembali seperti semula setelah satu hari," ujar Meriy Ang.

"Hah?! Oh, tidak. Orang-orang pasti akan menertawakanku." Anak itu mengusap kedua pipinya ke bawah secara perlahan.

Perjalanan dari Lembah Jun Jung kembali ke Pegunungan Cincing, lalu pulang ke Kediaman Ang membutuhkan waktu setegah hari.

Renggin Ang kembali melewati pasar wilayah kekuasaan Keluarga Ang.

"Lihat kakinya! Hahaha. Kakinya seperti monster," ejek seorang pemuda. Dia bersama teman-temannya menertawakan Renggin Ang.

"Hiraukan saja! Kita harus segera pulang untuk meracik pil obat penawar Ampy Ang," ucap Meriy Ang.

Renggin Ang menuruti kata sang ibu, hingga sampai di rumah pamannya pada siang hari. Kemudian, Meriy Ang menyuruh anak sulungnya untuk meminjam tungku milik Kent Ang.

"Astaga! Apa yang terjadi pada kakimu, Renggin Ang?" tanya Kent Ang antusias.

"Ah, tidak perlu mempermasalahkan ini. Kakiku akan segera sembuh dengan sendirinya. Daripada itu, aku ingin meminjam tungku milik Paman."

"Oh, tunggu sebentar." Kent Ang masuk ke dalam suatu ruangan dan keluar membawa sesuatu di tangannya.

"Apa yang akan kau lakukan dengan tungku lusuh ini?" tanya Kent Ang sembari memberikan sebuah tungku keramik kepada Renggin Ang.

"Membuat pil," jawab Renggin Ang singkat.

"Kau seorang herbalis? Paman tidak melihat ayah dan ibumu. Di mana mereka?"

"Hmm ... aku akan menjelaskannya setelah membuat pil, Paman." Renggin Ang mengambil tungku itu, lalu masuk ke kamarnya. "Paman, bisakah Anda menjamin tidak ada yang menggangguku sampai aku selesai?"

"Serahkan saja pada Pamanmu ini." Lelaki itu menepuk-nepuk dadanya.

"Terima kasih."

Kemudian Renggin Ang menutup rapat pintu ruangan itu.

"Ibu, aku sudah membawa tungkunya. Di mana aku harus meletakannya?"

"Letakan di meja dekat jendela."

Setelah meletakan tungku itu, Renggin Ang duduk bersila di sebuah tikar yang terbuat dari anyaman tali rafia. Dia mengamati ibunya meracik bahan untuk membuat pil.

Tungku itu melayang di depan Meriy Ang. Terlihat api kecil menyala di bawah tungku itu dengan perpaduan warna antara hijau dan merah.

"Jika suatu saat kau membuat pil dengan bahan buah ajw, ingatlah untuk selalu menggunakan energi api rendah. Karena, jika kau menggunakan energi api yang lebih tinggi, itu akan merusak khasiatnya," terang Meriy Ang.

Renggin Ang mengangguk paham. "Akan kuingat."

Beberapa saat kemudian, tiga buah pil terbentuk melayang di atas tungku. Ketiga pil itu berwarna abu-abu dengan tiga ukiran melingkar di masing-masing pil. Pil ini merupakan pil tingkat satu kualitas sempurna.

"Tangkap ini!" seru Meriy Ang. Dia melemparkan ketiga buah pil itu kepada Renggin Ang. "Berikan satu kepada Ampy Ang dan sisanya bisa kau jual."

...

Di kamar Ampy Ang.

Seorang gadis kecil terbaring lemas di atas dipan bambu. Wajahnya pucat, matanya sayu. Dia seperti orang sekarat.

"Kakak," ucapnya lirih.

Renggin Ang menghampiri adiknya dengan membawa segelas air putih dan sebuah pil penawar.

"Minumlah."

Setelah meminum pil penawar itu, badan Ampy Ang seketika membeku. Dadanya bertambah sesak. Gadis itu menengadahkan kepalanya dengan membuka mata dan mulut lebar-lebar.

"Aaaaaaaaargh!"

Mata dan mulutnya memancarkan cahaya mengeluarkan uap dingin.

Di kala Renggin Ang sudah mencapai batasnya, tiba-tiba muncul sosok bayangan Meriy Ang di hadapannya.

"Ibu," ucap anak itu lirih. Remang-remang, dia melihat ibunya melawan sang ular dan pada akhirnya tak sadarkan diri.

Kekuatan dahsyat milik wanita itu membuat monster ular kesulitan. Hal itu membuat lilitan badannya pada tubuh Renggin Ang merenggang.

"Lepaskan anak itu!" ucap Meriy Ang kepada monster ular. "Aku akan membiarkanmu pergi, jika kau melepaskan anak itu sekarang."

"Ssshh."

Tanpa pikir panjang, ular itu pun melepaskan Renggin Ang dan pergi.

Meriy Ang mendekat melihat kondisi tubuh Renggin Ang. Matanya sayu ketika mendapati tubuh Renggin Ang penuh darah. Kemudian, dia menyalurkan energi spiritualnya untuk mempercepat penyembuhan. Setelah wanita itu menghabiskan seluruh energinya, dia kembali beristirahat ke dalam buku kuno untuk memulihkan diri.

...

"Ugh, gelap."

Renggin Ang terbangun saat hari tengah malam.  Dia beberapa kali mengucek matanya, mengira dirinya telah mati.

"Apakah aku benar-benar sudah tewas?"

Anak itu mengingat kembali terakhir kali dia sadar.

"Ibu!"

Matanya terbelalak. Renggin Ang langsung bergegas mengecek buku kuno yang terselip di bajunya. Seharusnya buku itu sudah berlumuran darahnya, tapi tidak ada bercak darah sedikitpun yang menempel pad buku misterius itu. Dia mulai membuka lembaran pertama. Buku itu mengeluarkan cahaya, sehingga tulisan-tulisan aksara di dalamnya terpapar jelas.

"Aksara ini ... ayah pernah mengajarkannya padaku."

Kemudian Renggin Ang membaca judul lembar pertama. "Meriy Ang." Anak itu sedikit tersentak. Lalu dia lanjut membaca uraian kalimat di bawahnya adalah kisah tentang riwayat hidup ibunya.

"Ibu adalah seorang herbalis tingkat lima?" ujarnya setelah membaca sebagian kisah tentang Meriy Ang.

"Benar."

Suara sahutan itu membuat Renggin Ang terperanjat, melemparkan buku kuno yang dipegangnya.

"Si-siapa?" tanya anak itu menoleh kanan kiri mencari-cari asal suara.

Tiba-tiba muncul sosok bayangan wanita di hadapannya. Wanita itu tersenyum dengan tatapan hangat.

"Ibu!"

Renggin Ang berlari menghampirinya. Ingin sekali dia memeluk sosok itu, tapi dia tidak dapat meraihnya.

"Ibu hanyalah gumpalan roh dari jiwa yang tersegel dalam buku itu, Renggin. Tidak bisa disentuh, dipengang, apalagi dipeluk. Ibu juga hanya bisa menggunakan sepuluh persen dari kekuatan sesungguhnya untuk membantumu. Maafkan Ibu," ungkap Meriy Ang.

"Tak apa. Meskipun hanya bisa seperti ini, aku sudah sangat senang bisa berjumpa denganmu."

"Di dalam buku itu, Ibu berjumpa dengan leluhur ayahmu, Duata Hun. Dia adalah orang terkuat dari seluruh benua. Ilmu-ilmu miliknya sangat cocok dengan kualitas spiritual dan kekuatan mental dalam tubuhmu. Buka bagian akhir dari buku ini. Pelajarilah dari ilmu terendah, kamu akan merasakan manfaatnya."

"Kakek leluhur?"

"Benar. Selain itu, kakek leluhurmu juga seorang herbalis tingkat sembilan."

"Wow! Dia rajanya tanaman herbal di seluruh penjuru benua!" Mata Renggin Ang berbinar-binar kagum. "Ah, andai saja aku bisa bertemu dengannya."

"Bisa," sahut Meriy Ang tidak lupa mengembangkan senyum melebarkan bibirnya.

"Satu darah keturunan yang sudah berkultivasi, dapat membangkitkan satu roh dari jiwa yang tersegel dalam buku ini."

"Itu berarti, jika Ampy berkultivasi, dia bisa membangkitkan roh kakek leluhur?!" lanjut Renggin bersemangat.

"Benar, kau harus mengajarinya berkultivasi."

"Itu pasti!" ucap Renggin Ang bertekad. "Ah, aku harus segera kembali untuk memberi obat penawar pada Ampy."

Renggin Ang mencari-cari buah ajw yang dipetiknya tadi sore. Dia mendapati buah itu sudah hancur lebur, hingga daging buah dan bijinya terpisah.

"Astaga! Apakah aku harus pergi mengambilnya lagi?" ujar Renggin Ang meratapi buah ajw yang telah hancur.

"Ibu bisa membantumu mengekstrak buah itu menjadi sebuah pil, jika kau mau," tawar Meriy Ang. "Tapi, kau harus menambahkan satu bahan lagi."

"Satu bahan lagi? Apa itu?"

"Tanaman sam biloto. Di Lembah Jun Jung, banyak tumbuh tanaman sam biloto. Kau bisa mendapatkannya di sana. Tentu saja jika kedua bahan ini diekstrak, akan lebih besar khasiatnya."

"Apa saja khasiat pil yang terbentuk dari kedua bahan itu?"

"Pil itu, akan menjadi penawar dari segala racun dan dapat meningkatkan kekuatan spiritual dua kali lipat. Jika kekuatan spiritual meningkat, hal itu bisa mempercepat kultivasi."

"Wah, hebat! Aku juga ingin belajar cara membuat pil."

"Kau bisa mempelajarinya setelah kau menguasai kitab elemen api dan kayu."

Kitab elemen api dan kayu, hanya bisa didapatkan di perpustakaan akademi. Di Daerah Wahid, ada satu akademi yang menjadi incaran para pemuda. Namun, hanya orang-orang berbakat yang bisa memasukinya.

Akademi Gendon, terletak di pusat kota daerah kekuasaan Keluarga Ci. Pada setiap tahunnya, akademi ini biasa merekrut anak didik baru yang berusia kurang dari 15 tahun dan sudah berada di tingkat pejuang tahap kelima.

Setelah kompetisi keluarga berakhir, keluarga Ang akan mengirim generasi muda mereka yang berbakat.

...

Renggin Ang beristirahat sejenak untuk memakan bekal yang ia bawa dalam buntalan kain. Kemudian, dia pergi ke Lembah Jun Jung setelah mengobrol cukup lama dengan ibunya. Mereka pun tiba di sana dan menjumpai banyak tanaman sam biloto berjejer.

"Berhati-hatilah. Di lembah ini, ada jenis seranggga bernama semut tomcet. Jika dia menggigit, bekas gigitannya bisa membengkak hingga sebesar telur ayam," ujar Meriy Ang memperingatkan.

Baru saja dibicarakan, tiba-tiba sesuatu menggigit kelima jari kaki kanan Renggin Ang.

"Aaaaaaaaargh!"

Seketika, kelima jari kakinya membengkak sebesar telur ayam.

"Tidaaaaaaaaaaaaaaaaak! Kakiku!" jeritnya. "Apakah ibu tidak memiliki resep untuk mengobati bengkak ini?"

"Tidak perlu khawatir, kakimu akan kembali seperti semula setelah satu hari," ujar Meriy Ang.

"Hah?! Oh, tidak. Orang-orang pasti akan menertawakanku." Anak itu mengusap kedua pipinya ke bawah secara perlahan.

Perjalanan dari Lembah Jun Jung kembali ke Pegunungan Cincing, lalu pulang ke Kediaman Ang membutuhkan waktu setegah hari.

Renggin Ang kembali melewati pasar wilayah kekuasaan Keluarga Ang.

"Lihat kakinya! Hahaha. Kakinya seperti monster," ejek seorang pemuda. Dia bersama teman-temannya menertawakan Renggin Ang.

"Hiraukan saja! Kita harus segera pulang untuk meracik pil obat penawar Ampy Ang," ucap Meriy Ang.

Renggin Ang menuruti kata sang ibu, hingga sampai di rumah pamannya pada siang hari. Kemudian, Meriy Ang menyuruh anak sulungnya untuk meminjam tungku milik Kent Ang.

"Astaga! Apa yang terjadi pada kakimu, Renggin Ang?" tanya Kent Ang antusias.

"Ah, tidak perlu mempermasalahkan ini. Kakiku akan segera sembuh dengan sendirinya. Daripada itu, aku ingin meminjam tungku milik Paman."

"Oh, tunggu sebentar." Kent Ang masuk ke dalam suatu ruangan dan keluar membawa sesuatu di tangannya.

"Apa yang akan kau lakukan dengan tungku lusuh ini?" tanya Kent Ang sembari memberikan sebuah tungku keramik kepada Renggin Ang.

"Membuat pil," jawab Renggin Ang singkat.

"Kau seorang herbalis? Paman tidak melihat ayah dan ibumu. Di mana mereka?"

"Hmm ... aku akan menjelaskannya setelah membuat pil, Paman." Renggin Ang mengambil tungku itu, lalu masuk ke kamarnya. "Paman, bisakah Anda menjamin tidak ada yang menggangguku sampai aku selesai?"

"Serahkan saja pada Pamanmu ini." Lelaki itu menepuk-nepuk dadanya.

"Terima kasih."

Kemudian Renggin Ang menutup rapat pintu ruangan itu. 

"Ibu, aku sudah membawa tungkunya. Di mana aku harus meletakannya?"

"Letakan di meja dekat jendela."

Setelah meletakan tungku itu, Renggin Ang duduk bersila di sebuah tikar yang terbuat dari anyaman tali rafia. Dia mengamati ibunya meracik bahan untuk membuat pil.

Tungku itu melayang di depan Meriy Ang. Terlihat api kecil menyala di bawah tungku itu dengan perpaduan warna antara hijau dan merah.

"Jika suatu saat kau membuat pil dengan bahan buah ajw, ingatlah untuk selalu menggunakan energi api rendah. Karena, jika kau menggunakan energi api yang lebih tinggi, itu akan merusak khasiatnya," terang Meriy Ang.

Renggin Ang mengangguk paham. "Akan kuingat."

Beberapa saat kemudian, tiga buah pil terbentuk melayang di atas tungku. Ketiga pil itu berwarna abu-abu dengan tiga ukiran melingkar di masing-masing pil. Pil ini merupakan pil tingkat satu kualitas sempurna.

"Tangkap ini!" seru Meriy Ang. Dia melemparkan ketiga buah pil itu kepada Renggin Ang. "Berikan satu kepada Ampy Ang dan sisanya bisa kau jual."

...

Di kamar Ampy Ang.

Seorang gadis kecil terbaring lemas di atas dipan bambu. Wajahnya pucat, matanya sayu. Dia seperti orang sekarat.

"Kakak," ucapnya lirih.

Renggin Ang menghampiri adiknya dengan membawa segelas air putih dan sebuah pil penawar.

"Minumlah."

Setelah meminum pil penawar itu, badan Ampy Ang seketika membeku. Dadanya bertambah sesak. Gadis itu menengadahkan kepalanya dengan membuka mata dan mulut lebar-lebar.

"Aaaaaaaaargh!"

Mata dan mulutnya memancarkan cahaya mengeluarkan uap dingin.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Hari Anto
mantap.psauaraan
goodnovel comment avatar
Zaitun Mamat
kanapa ada ulangan? novel berbayar harus teliti
goodnovel comment avatar
Wahyu Lestari
baru bab 5 dah up jgn merusak minat pembaca thor mending gak usah diceritain ulang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status