Hobi membawa petaka. Aku tidak menyangka, rencana liburan di Jepang berbuah tidak bisa pulang. Pembunuhan masal setiap malam, membuat pemerintah menutup akses jalan keluar-masuk sampai pelaku tertangkap dan demi keselamatan masyarakat. Namun, di sinilah aku sekarang. Warga asing yang terjebak di apartemen kecil di lantai tiga bersama beberapa tetangga yang rupanya berasal dari luar negeri juga. Kami terjebak bagaikan ternak yang siap menunggu ajal tiba. Ck, aku tidak mau mati semudah itu! Tidak di tempat yang bukan rumahku!
View More"APA yang akan aku lakukan sekarang?"
Aku mengembuskan napas panjang, melemparkan dompetku ke atas meja, dan lantas menyandarkan punggung ke sofa.
Sial, benar-benar sial.
Jika aku tidak bisa pulang bulan depan, aku akan mati mengenaskan di tempat ini. Bukannya apa atau kenapa, hanya saja, lockdown mendadak dari pemerintah sejak satu minggu yang lalu sukses membuatku tidak berkutik.
Duduk diam di apartemen sempit dan berakhir mati kelaparan karena kehabisan uang. Aku hanya memindahkan beberapa dolar ke VISA sebelum terbang kemari, dan kalau keadaan seperti ini tetap berlanjut, mau diam atau keluar dari sini pun aku akan tetap mati.
"Kau terlihat sedih." Bahasa Jepang dengan aksen khas orang luar negeri menyahut.
"Berhentilah, Daniel, kau membuat mood-ku semakin buruk." Aku memejamkan mata, enggan menatap wajah menyebalkan yang menjadi tetangga sebelah kamar.
Sosok menyebalkan yang suka seenaknya masuk dan keluar apartemenku. Entah apa yang membuatnya merasa senang ketika menyusup rumahku, tapi ekspresinya memang selalu begitu, menyebalkan sekali, dan membuat semua kesialanku serasa bertambah hingga berkali-kali lipat.
"Kau kehilangan mood, karena tidak bisa keluar dari sini?"
"Kalau sudah tahu, jangan bertanya lagi."
Pria itu terkekeh. Dia berjalan mendekat, lalu duduk di sebelahku. "Aku hanya ingin menabur garam di atas penderitaanmu."
"Sialan!" Aku meliriknya. "Sedang apa kau kemari?"
"Hn, melihat kondisimu. Apa kau masih bernapas atau tidak di tempat kecil ini."
Aku mendengkus. "Tempatmu sama kecilnya dengan tempat ini, jangan menghinaku." Aku menatapnya.
"Aku tidak menghina, tapi memang beginilah kenyataannya." Daniel menatap langit-langit ruangan. "Setelah ini, apa yang akan kau lakukan?"
"Apa? Kalau aku bisa pulang, aku akan pulang sekarang juga."
"Mustahil."
Aku mendengkus. "Aku tahu."
"Dan jangan coba-coba mencari jalan ilegal hanya untuk pulang. Sayangi nyawamu."
Aku tak kuasa mendengkus keras. "Mau tinggal atau pulang, aku tetap akan mati, Niel. Kau pasti mengerti itu. Dan lagi, kenapa kita harus tinggal di rumah hanya karena pembunuh berantai yang wujudnya saja tidak jelas begini? Harusnya kita melarikan diri, bukannya diam di rumah bagaikan hewan ternak yang siap dibunuh kapan saja."
Daniel melirikku, mata biru dengan rambut pirangnya benar-benar memperlihatkan bahwa dia orang asing, bahkan sebelum ia menyebutkan namanya. Aku dulu berasumsi dia berasal dari London atau benua Amerika, dan benar saja, dia memang berasal dari London.
Tiba-tiba saja, Daniel mendekatkan wajah, sontak aku menjaga jarak. Mata birunya menatapku tajam, entah mengapa tatapannya sedikit berbeda dari yang biasanya, tatapan kali ini terasa dingin dan mencekam.
Aku baru saja hendak bangkit, saat tangannya menarik tanganku hingga tubuhku terempas di sofa. Mataku melotot. Daniel menindih tubuhku, senyum di bibirnya teramat lebar layaknya seringai mengerikan.
"Kalau kau butuh sesuatu, mintalah padaku. Aku takkan membiarkanmu mati di tempat kecil ini, Alin."
Aku menelan ludah susah payah, terlebih saat kurasakan embusan napasnya di dekat daun telingaku.
"Jangan berpikir untuk pergi, tidak, Alin. Aku takkan membiarkannya, kau bisa mati jika berani meninggalkan Akita."
"Ck, menyingkir dariku, bodoh!" Aku mendorong Daniel dan berhasil, pria itu terkekeh kecil dan duduk di sebelahku setelah aku terduduk. "Lagipula, apa yang mengintai di luar sana? Kau pasti tahu sesuatu, kan?"
"Apa kau ingin mengetahuinya?"
Aku menatapnya penuh harap. "Apa boleh? Aku akan membantu kalian mengungkap misteri sialan ini, tapi sebagai gantinya, izinkan aku pergi secepatnya dari sini. Aku-"
"Berhenti berpikir untuk meninggalkanku." Daniel berdiri. "Aku takkan membiarkanmu pergi dari sini."
"Ck, kau tahu, Niel? Kau adalah orang paling menyebalkan yang pernah kutemui."
Daniel menatapku dengan senyuman miris. "Terima kasih telah memuji polisi rendahan sepertiku, Nona."
Dia benar, Daniel memang seorang polisi yang bekerja di divisi kejahatan. Namun, anehnya, dia jarang masuk kantor polisi dan lebih sering masuk ke rumahku.
Bahkan, aku meragukan jika dia benar-benar polisi. Mengingat tindakannya yang kurang sopan, juga ... karena aku belum pernah melihatnya memakai pakaian polisi, aku ragu dia benar-benar seorang polisi.
____
AKU akan abadi. Tidak bisa mati maupun terluka. Semuanya menjadi seperti ini karena dua saudara bodoh yang telah mengubah nasibku tanpa bertanya lebih dulu."Kau masih menyesali semuanya?" pertanyaan itu membuatku mendengkus keras.Menyesal? Tentu saja.Manusia biasa pasti akan mati suatu hari nanti, tapi kematian itu terabaikan saat vampir ini menanamkan racun ke dalam tubuhku melalui gigitan dan juga darahnya.Racun yang mengubahku menjadi vampir pengisap darah yang mengerikan."Maafkan aku, aku benar-benar tidak ingin mengubahmu.""Tapi kau tetap mengubahku juga," balasku seraya berlalu.Daniel mengikuti langkahku dengan tergesa-gesa. "Jika aku tak me
SHINJI tidak tahu harus melakukan apa. Terlalu banyak vampir yang menyerangnya dan jelas-jelas, mereka bukan tandingan Shinji. Apalagi, mereka bergerak tanpa ragu untuk membunuh, sedang Shinji akan berpikir puluhan kali untuk membunuh.Ia hanya berharap, bantuan segera datang, tapi nyatanya mustahil. Sejak tadi, belum ada suara sirine polisi maupun ambulan yang telah ia perintahkan melalui Rieki sebelumnya."Apa yang dia lakukan sampai perintahku terabaikan?" gumamnya seraya mengutuk Rieki di dalam hati."Aku butuh bantuanmu."Shinji berjengit, dia nyaris menebaskan pedangnya pada vampir yang baru saja mengejutkannya. Vampir itu kini berada di balik punggungnya, menjaga punggung Shinji yang sejak tadi terbuka lebar."Kau ... Carlos?"Pertanyaan Shinji dibalas dengan senyuman tipis. "Sejauh mana si Bodoh itu memberitahumu tentang aku?"Shinji terd
SHINJI pikir, Daniel akan menerobos masuk tanpa berpikir dua kali. Nyatanya, vampir itu berhenti sejenak dan menjaga jarak dari ruangan yang sejak tadi menjadi fokus tatapannya."Kenapa?" Shinji bertanya-tanya, apa yang membuat Daniel berhenti sejenak tanpa mengalihkan pandangan?"Di sana ada banyak vampir."Shinji mengernyit. "Jangan bercanda, ini bukan tengah malam, harusnya mereka tidak ada di sini, kan?"Daniel menoleh. "Kenyataanya, sebagian besar yang ada di sana adalah vampir. Hanya ada dua manusia dan jelas-jelas salah satunya Alin.""Dan Fukumi?" Shinji mengernyitkan dahi.Otaknya bekerja keras. Apa mungkin vampir-vampir itu berkaitan dengan Fukumi? Atau jangan-jangan mereka bekerja sama? Namun, untuk apa? Kenapa vampir-vampir yang harusnya membunuh manusia malah bekerja sama dengan penjahat seperti Fukumi?"Mungkin." Daniel kembali mena
"BENAR, mereka berubah menjadi vampir menggunakan darahku, tapi bukan aku yang mengubahnya."Aku mengernyitkan dahi. "Bagaimana ceritanya? Kalau bukan kau yang mengubah mereka, lalu siapa? Mereka meresahkan sekali, asal kau tahu itu! Gara-gara mereka aku tidak bisa kembali ke negara asalku."Tanpa bisa mencegah diriku sendiri, aku mulai terbuka padanya. Kebingungan serta beban membuat hatiku tak keruan."Fukumi," jawabannya membuatku terkejut. "Jangan menilainya sebagai manusia baik, karena kebalikannya, dia hanyalah manusia licik.""Eh?" Aku hanya bisa menganga lebar, tak mengerti apa yang sebenarnya ingin dia utarakan."Dia menahanku di sini bukan tanpa alasan, dia perlu darahku untuk mengubah manusia menjadi vampir.""Kenapa dia mengubah manusia menjadi vampir? Apa alasannya? Kenapa dia sampai repot-repot melakukan hal tidak berguna seperti itu!" geramku.
"KERJAKAN dengan serius!"Sialan!Sialan!SIALAAAANN!!!Rieki ingin mengumpati vampir yang berdiri di sebelahnya. Yuki hanya menahan tawa di samping Shinji yang tampak puas melihatnya disiksa."Ini juga serius, Tuan!" Rieki mendengkus, Daniel pun melakukan hal yang sama.Sejak tadi mereka berada di rumah Shinji, bergabung dengan Yuki dan Rieki yang ternyata sedang pacaran. Shinji mengganggu mereka dan memaksa Rieki mencari informasi tentang Takigawa Fukumi.Rieki sudah menolak mentah-mentah dan menyuruh Shinji meminta bantuan polisi pusat, tapi karena hanya orang satu yang hilang, dan itu permintaan Daniel yang hanya masyarakat asing biasa, tentunya keinginan Shinji akan sulit dikabulkan.Dan ... Rieki menjadi korban."Ketemu!" Rieki bersorak ria saat menemukan apa yang ia cari. Digesernya laptop agar vampir yang s
AKU hanya bisa mematung, melihat pria itu duduk dengan tubuh lemah tampak tak berdaya. Jika memang dia ingin memakanku, kenapa dia tidak lantas menerkamku saja?Tiba-tiba saja pria itu tertawa terbahak-bahak. Suaranya agak sedikit serak. Belum lagi ketika ia bergerak, rantai yang mengikat tangan dan kakinya beradu dengan lantai dan membuat suara nyaring tercipta memenuhi ruangan.Dia tersenyum miring. "Aneh, harusnya kau bertanya-tanya siapa aku, tapi kau langsung mengenaliku sebelum aku mengatakan siapa diriku yang sebenarnya."Aku mendengkus. "Aku mengenal vampir lain yang lebih menyebalkan sebelum ini."Aku ikut duduk agak berjauhan dengannya. Tidak peduli apakah dia benar-benar akan memakanku atau tidak, karena aku sendiri ragu bisa lari darinya.Pria itu mengernyitkan dahi. "Siapa yang kau maksud?""Kuberi tahu pun, kau belum tentu mengenalnya."
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments