Walau tubuhnya sempat terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang akibat bentrokan tadi, namun masih jauh lebih baik dibanding keadaan Pembunuh Iblis.
"Huahhh!"
Darah merah kehitaman kontan meluncur dari mulut Pembunuh Iblis. Namun pemuda yang mengenakan jubah biru itu tetap mencoba bertahan. Sembari mendekap dadanya kuat-kuat, dicobanya untuk melompat bangun. Namun sayang, begitu kedua telapak kakinya menjejak tanah, keseimbangan tubuhnya hilang. Akibatnya pemuda ini kembali tersuruk jatuh.
Peramal Maut menjengekkan hidungnya. Melihat keadaan Pembunuh Iblis yang amat mengenaskan lelaki tua bengis ini malah tertawa bergelak. Nyawa manusia seolah hanya dianggap mainan yang menyenangkan.
"Sekaranglah saatnya kau menerima kematian, Bocah!" desis Peramal Maut penuh lecehan.
Dengan serta-merta, kembali telapak tangan kirinya menghentak ke depan. Seketika kembali selarik sinar hitam legam melesat dari telapak tangan kiri Peramal Maut, siap mengganyang
Peramal Maut yang sudah kalap malah kian menggeram murka. Begitu kedua telapak tangannya dihentakkan ke depan, saat itu pula meluruk dua gulungan sinar kuning terang.Wesss! Wesss!Ratu Adil sama sekali tidak tersurut mundur. Begitu melihat datangnya serangan, kesepuluh jari tangannya segera diguratkan ke udara. Maka dari jari-jari tangannya melesat sinar-sinar biru, langsung memapak pukulan Peramal Maut.Class! Class!Sejenak, dua gulungan sinar kuning terang tertahan di udara oleh sinar-sinar biru. Sementara tubuh tokoh sesat dari Gunung Kembang itu bergetar hebat. Kedua kakinya melesak ke dalam tanah! Namun Peramal Maut tetap tak ingin kalah dalam adu tenaga dalam. Sambil menggeletukkan gerahamnya kuat-kuat, tenaga dalamnya makin dilipatgandakan ke telapak tangan."Hea!"Tiba-tiba Ratu Adil memekik keras. Bersamaan dengan itu, kesepuluh jari-jari tangannya disentakkan ke depan. Akibatnya sepuluh larik sinar biru dari jari-jari tangannya t
"Edan! Tak kusangka Ratu Adil pun memiliki pukulan demikian dahsyat! Andai saja Si Buta dari Sungai Ular tidak membantu, aku yakin nyawa gadis itu sudah berada dalam genggaman tanganku.... Huk huk huk...!"Peramal Maut terbatuk-batuk. Pada saat itu ia merasakan dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar. Buru-buru diambilnya butiran-butiran biru dari kantung kecil yang menggantung di pinggang. Tanpa ragu ditelannya butir-butir biru yang memang berupa obat pulung. Perlahan-lahan hawa dingin akibat obat itu mulai menjalar ke tenggorokannya. Dan hawa dingin itu terus menerabas ke dalam perutnya."Untung saja aku membawa persediaan obat. Kalau tidak, barangkali aku sudah tidak kuat...," gumam Peramal Maut. "Yah...! Kukira aku harus menyembuhkan luka dalamku terlebih dulu. Masalah menuntut balas terhadap Si Buta dari Sungai Ular, bisa ditunda untuk beberapa saat...."Habis berpikir begitu, perlahan-lahan Peramal Maut beringsut. Dan dengan susah payah, akhirnya ia
"Setan alas! Berani benar kau meminta upah! Apa kau sudah bosan dengan nyawa di ragamu, hah!""Bukan itu maksudku, Hantu Tangan Api," elak Peramal Maut. Merasa kecut juga hatinya melihat kegarangan Ki Banaspati."Lalu Kenapa kau demikian lancang berani menahan langkahku, he!" bentak Hantu Tangan Api.Selangkah demi selangkah Ki Banaspati mendekati Peramal Maut. Dan hati lelaki tua jago meramal itu makin kecut saja. Walau tidak sedang menderita luka dalam, belum tentu ia sanggup menghadapi sepak terjang Hantu Tangan Api.Maka tak heran kalau Peramal Maut tak ingin cari perkara. Malah kalau bisa ingin memanfaatkan tenaganya. "Hantu Tangan Api! Kau adalah seorang tokoh papan atas dunia persilatan. Namun rupanya, kau pun tetap harus berhati-hati. Mata batinku mengatakan, kau akan celaka kalau tak berhati-hati. Untuk itulah aku menahan langkahmu!" jelas Peramal Maut, berusaha melunakkan hati Ki Banaspati."Setan! Bagaimanapun juga, kau dan ramalanmu tet
"Keparat! Kau jangan banyak tingkah, Si Buta dari Sungai Ular! Mustahil aku keluar dari tempat bertapa kalau tak mendengar tantanganmu dan Pendidik Ulung!" dengus Hantu Tangan Api lagi."Siapa? Siapa yang menyebarkan fitnah itu, Kakek Merah? Apakah tua bangka Peramal Maut itu? Eh...! Di manakah tua bangka itu?"Si Buta dari Sungai Ular langsung celingukkan ke sana kemari, namun tak menemukan Peramal Maut di tempat itu. Demikian pula Yustika. Akibat perhatian mereka tercurah pada Hantu Tangan Api, sehingga ketika Peramal Maut pergi diam-diam tak seorang pun yang tahu."Sontoloyo! Pasti tua bangka itu yang menjadi biang keroknya!" gerutu Si Buta dari Sungai Ular."Jangan libatkan Peramal Maut, Si Buta dari Sungai Ular. Tua bangka itu tidak tahu apa-apa!" kata Hantu Tangan Api."Jadi bukan Peramal Maut yang menyebarkan fitnah ini? Lalu, siapa orangnya, Kakek Merah?""Ini bukan fitnah, Bocah Goblok! Muridku tak mungkin berani dusta padaku," serg
Dikawal bentakan nyaring, Ratu Adil cepat mengguratkan jari-jari tangan kanan ke udara. Seketika, meluruk lima larik sinar biru dari jari-jari tangan kanannya memapak sinar-sinar merah yang dilepaskan Ki Banaspati.Classs! Classs!Lima larik sinar biru dari jari-jari tangan Ratu Adil langsung berbenturan dengan sinar-sinar merah Hantu Tangan Api. Saat itu juga tempat pertarungan jadi terang benderang. Sementara tubuh Ratu Adil pun yang masih di udara kontan terlempar jauh ke belakang.Bukkk!Ratu Adil mengeluh tertahan begitu tubuhnya menghantam tanah. Parasnya pucat pasti. Kedua bibirnya bergetar-getar hebat menahan guncangan dalam dada!"Kau tidak apa-apa, Yustika?" tanya Si Buta dari Sungai Ular cemas bukan main begitu berada di dekat Ratu Adil.Ratu Adil hanya tersenyum getir seraya menggeleng perlahan."Tapi, kau terluka dalam, Yustika?" tukas Si Buta dari Sungai Ular tak puas melihat Ratu Adil berusaha tegar di hadapannya. Padah
Pada saat terjadinya bentrokan, tubuh Hantu Tangan Api dan Si Buta dari Sungai Ular pun sama-sama terpental ke belakang dengan paras pias. Namun, Ki Banaspati segera dapat mengatasi keseimbangan tubuhnya walaupun dengan wajah kaget."Setan alas! Rupanya kau masih terhitung murid tua bangka, si Malaikat Gledek itu, Bocah!" dengus Hantu Tangan Api."Harap jangan membawa-bawa nama guruku, Kakek Merah! Kau tak pantas menyebutnya!" ejek Si Buta dari Sungai Ular seraya membesut darah yang membasahi bibir dengan punggung tangan. Setelah melirik sebentar punggung tangannya yang bernoda darah, Si Buta dari Sungai Ular segera melompat bangun. Sayang, tubuh pemuda dari sungai ular itu agak limbung akibat bentrokan tadi. Namun, pemuda ini berusaha tegar. Malah kini bersiap-siap menggabungkan kembali kedua pukulan andalan gurunya itu.Setelah membuat gerakan, tangan kanan Si Buta dari Sungai Ular jadi mengeluarkan kilatan lidah petir berwarna perak kebiru-biruan dan merah ke
Raksasa itu tampak demikian marah begitu melihat kedua telapak tangan Hantu Tangan Api telah berubah jadi merah menyala hingga ke pangkal. Hal ini saja sudah membuktikan kalau tokoh sesat dari Bukit Pedang ini benar-benar telah mengerahkan kekuatan tenaga dalam secara penuh."Gggrrr...!"Tiba-tiba raksasa itu kembali menerjang hebat. Hantu Tangan Api. Namun tokoh sesat dari Bukit Pedang ini tak gentar sedikit pun. Dengan menjengekkan hidungnya, tiba-tiba telapak tangannya kembali dihantamkan ke depan.Werrr! Werrr!Seketika dua gulungan bola api dari kedua telapak tangan Hantu Tangan Api melesat cepat ke depan, memapak tubuh raksasa yang masih melayang di udara."Gggrrr! Gggrrr!"Raksasa itu menggeram hebat. Tubuhnya yang besar jatuh ke tanah, langsung oleng ke sana kemari. Sedang dua gulungan bola api dari kedua telapak tangan Hantu Tangan Api tak henti-hentinya menyerang raksasa itu."Mampuslah kau!"Raksasa itu terus menggel
"Hm...! Kukira tak ada orang yang sedang mengawasiku. Juga, tua bangka itu. Sebaiknya aku cepat masuk," gumam sosok bayangan itu dalam hati.Dengan langkah hati-hati, sosok bayangan itu menyibak semak belukar yang ternyata di baliknya terdapat sebuah mulut goa. Tanpa ragu-ragu sosok bayangan itu segera membawa Si Buta dari Sungai Ular dan Ratu Adil masuk ke dalam goa."Siapa! Apakah kau yang datang, Paman?"Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan. Sosok bayangan hitam itu tidak menyahut, kecuali hanya batuk-batuk kecil. Kakinya terus melangkah lebar memasuki goa. Dalam goa itu memang tidak begitu lebar. Luasnya kira-kira empat kali lima tombak. Namun di dalamnya terdapat dua lorong kecil yang memisahkan ruang-ruang di sebelahnya."Siapa yang kau bawa itu Paman?" tanya suara halus dengan kepala menyembul dari balik lorong goa. Ternyata suara itu datang dari mulut seorang gadis cantik yang mengenakan pakaian serba hijau dengan rambut digelung ke atas. H