Share

5. Raja Siluman Ular Putih

Bukan main terkejutnya Manggala mendengar ular putih raksasa itu bisa berbicara seperti manusia. Manggala sampai terlonjak ke belakang sejauh dua batang tombak. Paras wajahnya diliputi keheranan bercampur ketidakpercayaan.

"Kau.... Kau bisa bicara?" tanya Manggala tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.

"Apa telingamu sudah tuli, heh?!" bentak ular putih raksasa itu.

"Tidak..., aku tidak bermimpi. Dia benar-benar bicara," Manggala seperti orang tolol.

"Jangan berlagak bodoh, anak muda! Dari mana kau peroleh Ajian Gelombang Samudra Merah itu?"

Manggala diliputi rasa tidak percaya dan keheranan yang amat sangat. Baru kali ini dia bertemu dengan seekor ular putih raksasa aneh yang bisa bicara. Manggala baru menyadari kalau binatang itu adalah seekor ular bermahkota.

Sungguh sulit dipercaya. Manggala sering mendengar cerita tentang ular, tapi belum pernah Manggala mendengar ada ular berukuran begitu besar yang kini ada di depannya. Dan semua itu bukanlah mimpi, tapi kenyataan yang di luar kemampuan akalnya.

"Kenapa bengong? Apa kau mendadak jadi dungu?!" bentak ular putih raksasa itu.

"Heh...!" Manggala masih juga tersentak kaget. "Kau..., kau mengetahui tentang ajian pamungkasku...?"

"Dari mana kau peroleh? Kau mencuri?"

"Dari ayahku," sahut Manggala setelah menenangkan dirinya.

"Jangan main-main, anak muda! Pemilik ajian itu sudah muksa sebelum nenek moyangmu lahir!"

"Mau percaya atau tidak, terserah! Aku bicara benar."

"Kau memang menguasai jurus-jurus Segoro

(Samudra), tapi aku belum mau percaya sebelum kau perlihatkan penguasaan ajian pamungkas itu."

"Untuk apa? Kau tidak akan percaya."

"Tunjukkan padaku Ajian Gelombang Samudra Merah, Serang aku!" kata ular putih raksasa itu.

"Hey! Kau tahu jurus itu?" Manggala tersentak kaget.

"Jangan banyak bacot! Serang aku!" bentak ular putih raksasa itu.

"Baik, aku tidak akan sungkan-sungkan," Manggala menjawab tantangan itu.

Tanpa banyak bicara lagi, Manggala segera bersiap. Kedua tangan menyatu di depan dada. Pusaran angin tercipta dari sekeliling tubuh Manggala. Bagai badai yang berputar memusat, menciptakan gemuruh dan meruntuhkan ranting dan dahan di sekitar Manggala. Anehnya, hawa yang keluar dari tubuh Manggala tidaklah dingin, melainkan berhawa panas. Kedua mata Manggala terpejam, kaki kanannya menekuk sedang lutut kirinya menyentuh tanah. Kedua tangannya mengepal. Matanya terpejam merapal mantra. Tubuh itu bergetar hebat, kulit yang terbuka di sela baju terlihat mengelam, daya penuh tenaga telah berkumpul siap untuk dilepaskan. Perlahan kedua mata Manggala membuka, mata putihnya menatap tajam ke arah Ular putih raksasa. Lalu kedua tangannya mengembang, sepersekian detik kemudian tubuh itu melesat tinggi ke udara menciptakan sinar panas maha dasyat kemerahan di seluruh tubuh Manggala.

Dalam satu tarikan nafas, tiba-tiba tubuh Manggala yang mengambang di udara menyeruak turun memburu, dalam kecepatan laksana kilat tubuh Manggala bergerak penuh tenaga. Kedua tangan yang mengembang telah merubah gerak menjadi cengkeraman yang menakutkan. Bila lawan terkena ajian dahsyat ini, raganya akan terlihat baik-baik saja, tapi sesungguhnya, sukmanya sudah melayang meninggalkan raganya.

Ajian dahsyat Manggala menyabet tubuh ular itu, tapi setiap kali serangannya membentur tubuh ular itu, Manggala merasakan tangannya jadi bergetar kesemutan.

"Huh! Cuma sampai di situ kau mencuri ilmu warisan keramat!" dengus ular itu.

"Aku bukan pencuri!" rungut Manggala panas dikatakan pencuri.

Kali ini, Manggala mengerahkan Ajian Gelombang Samudra Merah ketingkat yang lebih tinggi, tanpa mempedulikan bahaya yang akan mengancam dirinya sendiri.

"Aji 'Gelombang Samudra Merah'...!" teriak Manggala menggelegar. "Hiyaaa...!"

Glarrr...! Suara ledakan dahsyat terdengar bagai guntur di angkasa.

"Hah..!" Manggala melongo melihat ular itu tetap utuh. Hampir dia tidak percaya kalau aji pamungkasnya tidak berarti sama sekali pada binatang melata raksasa itu.

"Gila! Apakah dia Dewa yang turun ke mayapada ini...?" gumam Manggala setengah tidak percaya.

"Kau tidak sepenuh hati melepaskan aji 'Gelombang Samudra Merah', Anak Muda," kata ular itu.

Manggala tidak menyahuti. Karena memang belum menyempurnakan ajian itu. Manggala seperti pasrah jika dia harus mati di tempat ini. Dia yakin kalau ular ini bukanlah sembarangan ular. Tidak ada lagi yang dia miliki, semuanya sudah terkuras, dan ular itu masih tetap segar tanpa cidera sedikit pun.

"Mau coba lagi, Anak Muda?" ular itu menawarkan.

"Tidak!" sahut Manggala tegas.

"Ha ha ha...!"

-o0o-

Begitu banyak yang ditanyakan ular putih raksasa itu, dan Manggala menjawabnya dengan gamblang tanpa ada yang ditutupi atau ditambahkan. Hanya dibagian peristiwa dirinya hendak dicelakai oleh kedua senopati Istana Dasar Samudra saja yang tak Manggala ceritakan. Semakin banyak Manggala membuka diri, semakin yakin ular itu kalau Manggala adalah putra Raja Samudra, penguasa Istana Dasar Samudra, walau masih ada sesuatu yang mengganjal.

"Hm..., jadi yang mengajarkanmu jurus-jurus Segoro (Samudra) itu adalah Raja Samudra sendiri?" gumam ular putih raksasa itu seperti bertanya untuk dirinya sendiri.

"Benar, tapi memang untuk Ajian Gelombang Samudra Merah. Aku belum sampai tahap sempurna" sahut Manggala akhirnya dengan jujur.

"Ratusan tahun aku hidup di dasar jurang ini. Belum ada satu pun manusia yang bisa keluar hidup-hidup dari sini. Aku percaya kau murid sahabatku," kata ular putih raksasa itu.

"Kau sahabat ayahku...?" Manggala seperti tidak percaya.

"Benar! Ratusan tahun yang lalu aku dikenal dengan nama Raja Siluman Ular Putih. Aku dan Raja Samudra adalah dua sahabat yang tidak terkalahkan. Kami jadi jemu dan mengasingkan diri hingga muksa."

Manggala mengangguk-anggukkan kepalanya. Tidak diduga sama sekali, sekarang dia berhadapan muka dengan sahabat ayahnya yang hidup ratusan tahun lalu.

Sesaat Manggala mengernyitkan keningnya ketika tubuh ular putih raksasa itu mengepulkan asap tipis. Asap itu semakin lama semakin menebal dan menyelimuti tubuh ular putih raksasa itu hingga lenyap dari pandangan. Manggala melompat mundur ketika air sungai berwarna putih itu bergolak mendidih memperdengarkan suara gemuruh yang amat dahsyat. Dan bersamaan dengan lenyapnya asap yang menyelimuti tubuh ular putih raksasa itu, di tengah-tengah sungai muncul sebuah bangunan megah bagai istana. Bangunan itu seluruhnya berwarna putih, dan atapnya berkilau bagai bermandikan mutiara.

"Heh...!" Manggala tersentak ketika tubuh ular itu berubah wujud jadi seorang manusia tampan mengenakan pakaian indah bersulamkan benang-benang emas berkilauan. Wajahnya yang putih bersih bercahaya.

Sinar matanya tajam, namun mengandung kewibawaan dan kearifan. Rambutnya yang panjang lebat tergelung ke atas kepala.

Manggala itu makin ternganga saat melihat pintu istana putih itu terbuka. Dari dalam muncul beberapa orang laki-laki dan perempuan. Semuanya mengenakan pakaian indah bersulam benang emas. Tampan-tampan dan cantik-cantik paras wajahnya. Kulitnya juga putih bersih bagai orang-orang dari keluarga bangsawan. Orang-orang itu langsung membentuk lingkaran dan berlutut di depan laki-laki tampan jelmaan ular ular putih raksasa.

"Si..., siapa kau...?" tanya Manggala tergagap.

"Akulah Raja Siluman Ular Putih, raja dari segala ular-ular di dunia ini," sahut Raja Siluman Ular Putih. Suaranya dalam dan berwibawa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status