Share

4. Penguasa Sungai Ular

"Upss!"

Kress! Seperti meremas tahu, batu dinding gua itu langsung hancur. Tentu saja tubuh telanjang Manggala langsung meluncur ke bawah dengan deras.

Jlegg! Bless!

Begitu menyentuh tanah, sepasang kaki bocah buta yang kini bisa melihat itu, langsung amblas setinggi lutut!

"Wah ... kok aku jadi hebat begini?"

Disentuhnya tanah didepannya dengan jari telunjuk kiri.

Bless! Tanah langsung bolong bundar!

"Jariku pun juga jadi hebat!" seru Manggala girang, "... kalau gini sih jadi mendadak sakti dong!" Bukan mendadak dangdut, lho!

Pelan-pelan ia mengangkat kaki kiri keluar dari lubang, diikuti kaki kanan dikeluarkan pula. "Jadi orang sakti susah juga, harus bisa mengatur tenaga biar tidak kelewar takaran." keluhnya.

Saat ia menunduk dengan maksud melihat bekas injakan kaki, si Manggala terlonjak kaget. Kini matanya dapat melihat dengan jelas rajah petir yang ada di dadanya yang tidak mengenakan pakaian.

“Jadi, apa yang ku alami tadi, bukan mimpi rupanya...” ucap Manggala temenung.

Begitulah ... sesorean Manggala sibuk dengan hal-hal baru. Mata melek, lalu adanya lonjakan tenaga dalam yang berubah ribuan kali lipat, hingga perubahan postur tubuh yang menjadi lebih kekar, bahkan kulit menjadi lebih liat dan kenyal. Adakalanya ia mencoba jadi orang buta dan berjalan dengan tongkat batu yang ditemukannya ditempat itu sambil mengetuk-ngetuk tanah! Sejak kecil, Manggala memang selalu berjalan menggunakan bantuan tongkatnya. Sayang, tongkatnya hilang, saat terjadi peristiwa mengenaskan ditengah laut, saat dirinya diserang oleh kedua orang senopati Istana Dasar Samudra tersebut.

Namun, ada satu hal yang tidak bisa ditinggalkan oleh Manggala yaitu kebiasaan mengetuk-ngetukkan tongkat ke tanah seperti orang buta berjalan dan justru yang tidak disadari oleh si bocah, meski matanya bisa melihat seperti mata orang pada umumnya, bahkan mungkin lebih tajam, tapi bola mata si Manggala tetap berwarna putih bersih. Mata orang buta!

-o0o-

SETELAH cukup lama merenungi nasibnya, Manggala memutuskan untuk segera mencari jalan keluar dari tempat itu. Maka dengan tongkat batu ditangan, segera diselusurinya tempat itu. Manggala merasakan udara di dalam goa ini begitu lembab dan dingin. Semakin masuk ke dalam, semakin gelap dan berkabut tebal. Untunglah Manggala memiliki aji 'Mata Kilat' yang diperolehnya dari kekuatan Tenaga Inti Geledek. Dengan ajian tersebut dia bisa melihat jelas bagaikan melihat di bawah cahaya matahari.

Sebentar dia mengamati keadaan. Rongga dasar jurang ini sangat luas, dan di tengah-tengahnya mengalir sungai yang sangat deras. Airnya berwarna putih bagai susu. Tulang-tulang tengkorak manusia dan binatang berserakan. Hidungnya kembang kempis mencium bau busuk yang sangat menyengat. Bau busuk itu datang dari mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitar dasar jurang ini. Manggala memperhatikan mayat-mayat itu.

Manggala meneliti satu per satu mayat-mayat itu. Dia berusaha keras untuk menahan bau busuk yang semakin menyengat memualkan. Sudah semua mayat dia periksa, dan desahnya terdengar panjang.

"Apa yang sebenarnya terjadi ditempat ini..," desah Manggala bergumam.

"Hsss...!"

Manggala tersentak kaget ketika mendengar suara mendesis yang keras dari arah belakang. Begitu dia berbalik, kedua matanya terbelalak dan mulutnya ternganga lebar. Hampir dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Oh...."

"Ya, Tuhan..., apakah aku sedang berhadapan dengan penguasa tempat ini?" desah Manggala pelan.

Di hadapan Manggala menjulur seekor ular berwarna putih yang besar sekali. Lingkar tubuhnya lebih besar dari pohon beringin tua. Kepalanya bertanduk dengan mahkota di tengah-tengahnya. Lidahnya yang bercabang menjulur-julur ke luar. Matanya bagai bola api menatap tajam pada Manggala. Sebagian tubuhnya terendam air sungai berwarna putih. Tampak sepasang kaki menyembul ke luar ketika kepala ular besar itu terangkat naik.

“Ularkah? Nagakah?!” Manggala bingung melihat wujudnya, di bilang seekor ular, tapi memiliki sepasang kaki. Di bilang seekor naga, tapi bentuknya lebih mirip ular.

"Hosss...!"

"Heh! Hooop.,.!"

Manggala kaget bukan main ketika tiba-tiba ular putih raksasa itu menyerangnya. Secepat kilat Manggala menghindar dengan melompat ke belakang. Moncong sebesar gentong itu menyeruduk tanah yang dipijak Manggala tadi. Ular putih raksasa itu mendesis marah melihat calon mangsanya luput dari terkaman.

Byar!

"Hih!" Manggala. membanting dirinya ke tanah dan bergulingan menghindari semburan api yang ke luar dari mulut ular putih raksasa itu. Bukan alang kepalang kagetnya dia melihat batu sebesar kerbau hancur jadi debu kena semburan api itu. Manggala bergegas bangun, dan langsung siap untuk menerima serangan yang berikutnya.

Dan ketika kepala ular putih raksasa itu menyerang dengan cepat, seketika itu pula tubuh Manggala melenting ke udara, lalu bagaikan kilat dia menukik seraya mengerahkan serangannya.

Pukulan dan tendangan Manggala itu telak dan beruntun menghantam kepala ular putih raksasa itu.

"Edan!" rungut Manggala.

Ular putih raksasa itu hanya menggeram sedikit, dan langsung berbalik menyerang lagi. Manggala kemudian menyalurkan Tenaga inti Segoro (Samudra) pada kedua tangannya.

Beberapa kali tangannya menyambar menghantam tubuh dan kepala ular itu, namun sama sekali tidak berpengaruh. Bahkan binatang raksasa itu semakin buas saja.

"Gelombang Samudra Biru, Heaa!" desis Manggala.  Dan dengan kecepatan bagai kilat, kedua telapak tangan yang merapat di dada itu segera disentakkan ke arah ular putih raksasa itu.

Wuuut...!

Dari telapak tangan itu keluar selarik sinar warna biru. Bentuknya panjang, lurus, dan bergelombang seperti ombak.

Zlaaab...!

Menghantamkan ke arah kepala ular putih raksasa itu.

Glarrr!

Suara ledakan keras terdengar begitu kedua tangan Manggala mendarat telak diatas kepala ular putih raksasa itu.

"Akh!" Manggala memekik tertahan.

Seluruh tubuhnya bergetar hebat, dan dia terpental beberapa depa jauhnya. Ular putih raksasa itu tetap tidak kurang suatu apapun. Manggala itu terperangah hampir tidak percaya. Batu cadas sebesar bukit bisa hancur oleh pukulan maut pemberian ayahnya, Raja Samudra itu, tapi ular putih raksasa ini... terluka saja dia tidak.

"Huh! Terpaksa kugunakan ajian pamungkas itu, walaupun belum sempurna...," desah Manggala mendengus.

Manggala bersiap. Pusaran angin tercipta dari sekeliling tubuh Manggala, Pusaran tersebut tercipta sebagai bentuk pengembangan ilmu ‘Segoro’ (Samudra). Bagai badai yang berputar memusat, menciptakan gemuruh dan meruntuhkan ranting dan dahan di sekitar Manggala. Anehnya, hawa yang keluar dari tubuh Manggala tidaklah dingin, melainkan berhawa panas.

Kedua mata Manggala terpejam, kaki kanannya menekuk sedang lutut kirinya menyentuh tanah. Kedua tangannya mengepal. Matanya terpejam merapal mantra. Tubuh itu bergetar hebat, kulit yang terbuka terlihat mengelam, daya penuh tenaga telah berkumpul siap untuk dilepaskan. Perlahan kedua mata Manggala membuka, mata putihnya menatap tajam ke arah Ular Putih raksasa dihadapanya. Lalu kedua tangannya mengembang, sepersekian detik kemudian tubuh itu melesat tinggi ke udara menciptakan sinar panas maha dasyat kemerahan di seluruh tubuh Manggala. Saat tubuh berselaput ajian maha sakti, kesadaran tak lagi dapat dimiliki sepenuhnya, tubuh dapat bergerak sendiri tanpa kendali, menyerang secara penuh ke lawan yang dituju.

Tanah bergetar, beberapa batu besar yang ada di tempat itu hancur tak kuasa menahan dasyatnya hawa pertempuran. Mata Manggala sedikit menyipit melihat ular putih raksasa itu bergerak mundur. Kepalanya miring ke kiri dan ke kanan beberapa kali. Sepertinya dia jerih dengan hawa panas yang keluar dari tubuh Manggala.

"Anak muda, siapa kau? Dari mana kau peroleh Ajian Gelombang Samudra Merah itu?"

"Heh! Kau...."

-o0o-

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felan Jeong
wow... keren ceritanya? sampai aku tidak tidur...️
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status