Beberapa hari sebelum Ningsih menghilang.
"Apa yang akan Anda lakukan, Nona?" Marno melihat Ningsih mengemasi barangnya ke dalam koper.
"Aku mau cari kos-kosan," jawabnya.
"Apa! Apakah Nona mau tinggal di kos-kosan, sedangkan Anda memiliki rumah yang megah?"
"Iya," jawabnya singkat.
Marno terdiam sejenak, dia tidak banyak bertanya. Lelaki itu mengetahui bahwa majikannya pasti memiliki alasan. "Kalau begitu, apa yang harus saya lakukan untuk membantu Anda, Nona?"
"Tetaplah berada di sisi Tukijo. Orang-orang itu pasti akan menargetkan Tukijo sebagai sasaran empuk. Aku akan kembali dalam beberapa hari."
Setelah itu Ningsih pergi. Dia mencari kos-kosan yang dekat dengan kantor perusahaannya.
Beberapa hari kemudian. Di hari ketiga Tukijo bekerja, dia mengenakan kemeja putih polos, jas hitam, dan dasi biru cerah serta celana hitam dengan bahan potongan lurus dan ikat pinggang. Gayanya bertambah elegan dengan sepatu Fantof
Di kos-kosan Melati no.25, pukul tujuh pagi, Ningsih terbangun dari tidurnya. "Astaga! Aku terlambat!" Dia buru-buru mandi dan bersiap-siap. Wanita itu memakai seragam atasan biru muda dan celana hitam. Tak lupa ia membawa baju ganti yang sudah disiapkan. Setelah siap, dia berangkat jalan kaki keluar dari gang. "Haah ... macet," keluhnya menghembuskan napas melihat mobil-mobil berderetan dan motor-motor berdesakan di Pertigaan Kali Caglak. Wanita itu mengambil ponselnya, lalu mengirim pesan singkat kepada Marno agar menyambut kedatangannya. Saat itu, Ningsih telah menyamar sebagai seorang OG yang bernama Erningsih. Namun, dia tidak memberitahukannya kepada siapapun termasuk Susi, Teguh, dan Marno. [Aku telah merekrut seorang Office Girl bernama Erningsih. Tolong kamu bantu dia untuk bertemu dengan Susi. Aku menyuruhnya berangkat jam tujuh, tapi mungkin dia sedikit terlambat karena suatu masalah di perjalanan.] Isi pesan singkat yang dikirim oleh N
"Anda menyukai Pak Kris?" tanya Ningsih menatap tajam Sumini. "Anda tidak perlu khawatir karena saya tidak tertarik padanya.""Bagus kalau lo sadar diri." Telunjuk Sumini menunjuk-nunjuk dahi Ningsih. "By the way, mandi sana! Badan lo bau pesing banget tau!" Sumini mendorong Ningsih hingga terjatuh. Kemudian wanita itu pergi begitu saja."What the hell! Dia nyamperin Kakak cuma buat ngomong kek gitu doang terus pergi? Sungguh sangat membagongkan!" ujar Tukijo berkomentar.Seketika Cecep dan Sugeng juga menjadi heboh. "Wah! Minta dipithes tu orang," Sugeng memperagakan tangannya seperti orang mencubit."Kita santet yok," ucap Cecep.Ningsih di sana duduk tenang melihat kamera CCTV sambil mengedipkan mata sebelah kanan."Nona bilang, tandai orang itu," ungkap Teguh melihat kode dari Ningsih."Hah? Maksudnya ditandai bagaimana?" tanya Tukijo."Kita akan memberinya pelajaran nanti."...Waktu demi waktu berlalu sampai
Dua tahun yang lalu, saat Teguh membereskan kejadian penculikan Markonah, Kirun berhasil melarikan diri dan menghilang. Beberapa hari ini dia kembali menampakkan batang hidungnya di perusahaan. Namun dia selalu menghindari pertemuan dengan Direktur. Jam makan siang pun telah tiba. Saatnya Geng Somelekete beraksi untuk memberi pelajaran kepada seorang lelaki brengsek bernama Kirun. "Di mana dia?" tanya Tukijo kepada Teguh. "Biasanya, dia makan di Restoran Gawe Wareg. Tapi, saya tidak tau mengapa dia berjalan ke arah sebaliknya," terang Teguh. "Tentu saja karena dia lagi bokek nggak dapet gaji. Dia pasti ke warseg sebelah." Tangan Cecep menunjuk ke arah timur. "Warseg? Warung sega?" Tukijo mengernyitkan dahi.*Sega=nasi "Yo i. Haha." "Tumben otak lo encer, Cep," imbuh Sugeng. "Cus ... langsung samperin!" Tukijo tidak menunda waktu segera mendatangi tempat tersebut. Sebelum itu, dia sempat meminta tolong kepada Marno ag
Pada jam makan siang, Ningsih beristirahat di bangku panjang depan toilet. Dia duduk dengan mata terpejam, posisi kedua tangan berada di atas perut. Seseorang mendatanginya, orang itu adalah Kris si Manager Marketing. "Pulas sekali," ucap Kris tersenyum memandangi wajah Ningsih yang tampak lelah. Tangan lelaki itu berlahan menyentuh rambut Ningsih dan membelainya. Ningsih menyadari seseorang berada di hadapannya. Wanita itu membelalakan mata dengan tiba-tiba. Kris terperanjat dan segera menarik tangannya. "Apa yang sedang Anda lakukan di sini Pak Manager?" tanya Ningsih mengkerutkan dahi. Kemudian dia bangkit dari tempat duduknya dan menatap lelaki tampan itu dengan tatapan dingin. "Emm, aku ... hanya ingin tau namamu. Jadi, aku menunggumu bangun," ucapnya sedikit canggung. Kris mengulurkan tangannya. "Sukrisno. Kamu boleh memanggilku, Kris." Ningsih menyambut uluran tangannya. "Saya Erningsih. Anda bisa memanggil saya, Erni atau Ningsih."
Siang hari pukul 13.00 WIB, Teguh merasakan suatu keganjalan. CCTV tiba-tiba tidak dapat digunakan dengan baik. "Ada yang tidak beres," gumamnya.Kemudian lelaki itu mendapati beberapa CCTV telah diretas oleh seseorang. Dia segera mengabarkan hal itu kepada Ningsih lewat telepon."Nona, gawat! CCTV depan ruang direktur dan sekitarnya telah diretas. Aku membutuhkan waktu sepuluh menit untuk memulihkannya," ucap Teguh."Jangan buang-buang waktu untuk itu. Urus saja nanti! Sekarang, pergi ke ruang direktur dan temui Tukijo! Aku akan menyusul." Ningsih berganti pakaian. Dia membuka penyamarannya....Teguh segera pergi ke ruang direktur untuk menemui Tukijo. Dia mendapati anak itu sedang dalam masalah besar. Pria itu membantah perkataan Jesen bahwa Tukijo bukanlah orang yang suka bermain wanita. Ketika Teguh mengaku bahwa dia tahu siapa sang pemilik celana dalam, sebenarnya itu adalah sebuah kebohongan.Namun, tak disangka Teguh menemukan sebuah
Susanti hanya terdiam gemetaran memeluk adiknya. Ketika pria itu mengayunkan belati untuk membunuhnya, dia hanya bisa pasrah dengan memajamkan mata.Whuuuuuuuuush!Dzig!Ningsih menangkisnya dengan kaki, hingga belati dalam genggaman pria itu jatuh terlempar."Heh. Ingin melenyapkan sumber bukti? Tidak semudah itu, Ferguso," ujar Ningsih."Ningsih!" Lelaki itu terperanjat dengan mata melotot. Bagaimana dia bisa tau bahwa aku adalah Ferguso? Pikirnya.Mendengar namanya terucap dari mulut pria itu, Ningsih bergumam, "Dia mengenalku?"Susanti berlahan membuka mata dan mendapati sosok wanita telah menyelamatkan hidupnya. "Nona Direktur?" ujarnya lirih.Pria itu berbalik ingin melarikan diri. Namun, Ningsih berhasil meraih baju belakangnya. "Mau ke mana kau? Pengecut!" Dia menarik lelaki itu dan melepas maskernya dengan kasar.Sraaaaak!Tampak seorang lelaki berwajah oval dengan sedikit codet luka bekas sayatan d
Semalam, Ningsih mengobrol banyak hal dengan Tukijo. Dia juga memberitahunya bahwa Sekertaris Su ada adalah orang suruhan pamannya. Keesokan harinya, di suasana pagi yang agak mendung. Tukijo berangkat ke kantor lebih awal sebelum hujan, tentu saja bersama Cecep dan Sugeng. Keadaan kantor masih sangat sepi, ternyata ada seseorang yang sudah datang mendahuluinya. "Kakak!" Tukijo menghampiri Ningsih yang sedang menyapu di lantai satu. Namun, tiba-tiba Tukijo teringat ucapan sang kakak, bahwa dia hendak memakai baju berbau pesing. Seketika, anak itu memalingkan muka dari Ningsih sambil memencet hidungnya dan berjalan cepat melewatinya. Cecep dan Sugeng yang berada di belakang Tukijo pun di buat bingung dengan tingkahnya. Mereka hanya bisa bergeleng-geleng sambil meninggikan bahu. "Pfffft," tawa Ningsih yang melihat tingkah adiknya. "Ada ada saja, padahal aku belum memakai baju itu." Ketika melihat Ningsih, Cecep dan Tukijo bermaksud menunduk untu
"Rahasia?" Ningsih pikir, lelaki itu akan menceritakan tentang dirinya. Kris mendekatkan wajahnya, hingga mereka dapat merasakan napas mereka satu sama lain. "Aku menyukaimu." Kris melesatkan bibirnya ke mulut Ningsih. Akan tetapi, wanita itu menahannya dengan tiga jari tengah yang dirapatkan. "Maaf, saya tidak menyukai Anda." Ningsih berbalik beranjak pergi. "Rahasia yang amat sangat tidak penting!" gumamnya. "Tunggu!" Kris berhasil meraih tangannya kembali. "Sebenarnya, aku adalah anak dari pemilik Perusahaan Indodrink," ungkapnya. Ningsih menoleh. "Anda seorang mata-mata?" tanya Ningsih menduga. "Ah, bukan seperti itu. Aku ...." Lelaki itu tiba-tiba terdiam. "Jika aku mengatakannya, apa kamu akan percaya?" Dia menggenggam erat tangan Ningsih. Ningsih melihat, tidak ada ekspresi kebohongan di wajahnya. "Ya, saya akan mempercayai Anda," jawabnya. "Ayahku memang memerintahkanku untuk mengawasi gerak-gerik Perusaha