🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐 Thor ucapkan Terima Kasih kepada Readers yang telah mendukung dan meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini, jangan lupa subcribe dengan memasukkan cerita ini ke dalam pustaka dan beri tanda bintang, love serta tinggalkan komen ya. I luv you Guys 💖💖💖💖💖💖💖💖
Gio memandang Lidia yang tidak bergeming sama sekali, matanya tiba-tiba membelalak membaca hasil tes DNA yang ada di tangannya. Gio melihat semua itu tanpa ekspresi sama sekali. “Aku ingin sekali melihat bagaimana detik-detik Oma mengetahui aku ini sebenarnya adalah cucunya sendiri. Oma harus tahu yang sebenarnya, tetapi setelah Oma tahu dan meminta maaf, akankah aku memaafkannya begitu saja? Aku tahu aku tidak pantas melakukannya namun rasa sakit yang ditorehkan Oma sejak aku kanak-kanak sangat besar sekali. Oma bahkan tidak menyadari bahwa dia bahkan sudah menghancurkan rasa kepercayaan diriku terhadap dirinya sendiri. Karena kebenciannya kepadaku menjadikan aku beranggapan bahwa Oma bukanlah Omaku, aku hanya memiliki orang tua saja. Papa dan Mama, minus kehadiran Oma. Aku bahkan tidak tahu apakah Oma memang membenciku karena aku dianggapnya bukan keturunan Taner atau dia menganggap Mama telah menghianati Papa. Aku sendiri tidak tahu jawabannya, karena Oma sangat pandai menutupi rah
Beberapa bulan kemudian, Lidia yang sudah mengetahui bahwa Gio sebenarnya adalah cucunya sendiri, merasa mau sekaligus menyesal karena dia telah menyakiti bahkan membuat permusuhan di antara kedua cucunya. Dia melihat Gio sedang duduk di gazebo yang ada di taman samping kediaman keluarga Taner. Gio bersama dengan Evelyn. “Ya, Tuhan apa yang telah kulakukan. Mengapa aku begitu bodoh dan keras kepala. Aku tidak meyadari ternyata Gio adalah cucuku sendiri. Bahkan aku membuat permusuhan di antara kedua cucuku. Aku bahkan membuat kedua cucuku bukan hanya bermusuhan tetapi saling membenci satu sama lain. Lebih parahnya lagi aku malah membuat Key bersekongkol denganku untuk menyakiti Gio. Hatiku sekarang sangat menyesal membuat keputusan seprti itu. Otakku yang keras kepala membuat keluarga ini tidak harmonis dan entah apa yang ada di otakku hingga aku membencinya,” pikir Lidia. Dia memperhatikan Gio dari kejauhan dan sama sekali tidak tahu bagaimana keadaannya mengapa menjadi seperti i
Evelyn yang baru saja pulang dari tempat kost Lara teman dekatnya merasa heran melihat ada tamu yang datang, padahal sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertamu ke rumah orang. “Selamat malam Ma, Tante," Evelyn mengangguk dengan sopan menyapa tamu yang sedang duduk di ruang tamu. “Malam sayang, Kamu Eve ya? wah sudah besar ya anak Kamu Tati," sambut tamu tersebut dengan tersenyum ramah. “Eve, kemari nak. Mama akan memperkenalkan Kamu dengan Tante Sarah, teman dekat Mama sewaktu SMA dulu. Selama ini Tante Sarah tinggal di Amerika, sekarang mulai tinggal di Indonesia lagi," Kata Mama sambil memperkenalkan tamu yang berada di hadapannya. Sarah memperhatikan penampilan dan wajah Eve. Dia tersenyum dengan penuh rasa syukur karena Eve sangat berbeda jauh dengan selera kedua putranya menyangkut wanita. Setidaknya Eve akan membant
“Apa? Kamu akan dinikahkan? yang benar Eve? Sama Siapa? perasaan Kamu jarang berteman dengan teman pria dech. Jadi Kamu mau nikah sama siapa?“ tanya lara.“Ra, nanya kok kayak senapan. Satu – satu dong, gimana jawabnya?“ tanya Eve kepada Lara.“Kamu mau nikah sama siapa Eve?“ tanya Lara lagi dengan nada tidak percaya.“Anak kucing,"Jawab Eve asal - asalan saja.“Aku serius loh Eve, siapa Calon Suami Kamu? perasaan teman pria Kamu kan terhitung dengan jari?“ tanyanya lagi.Lara paling mengenal Eve sejak pertama kali masuk ke kampus ini, karena Eve paling malas berteman dengan pria, karena Eve pernah mengalami trauma.Pertama kali masuk Kampus ini, Eve pernah di lecehkan karena Eve memiliki ukuran size dada yang besar, sejak itu Eve selalu memakai kemeja longgar lengan pan
“Halooo ini siapa?“ tanya Eve melalui telpon selulernya.Lara mengerutkan dahinya karena suara Eve tampak sedang kesal, biasanya kalau dia menerima telpon dari pria asing suara Eve tampak tidak bersahabat seperti sekarang ini. Hanya Baskoro lah satu -satunya nomor kontak yang berjenis kelamin laki – laki di telpon selulernya. Lara pernah memintanya Eve untuk menghilangkan traumanya tetapi Eve selalu menolaknya, karena dia tidak ingin menjumpai satu Psikiater manapun.“Ini key Pici," terdengar suara di sana .“Pici? Kamu salah sambung," Eve segera mematikannya.“Siapa Eve?“ tanya Lara.“Entah Ra, salah sambung karena dia manggil aku Pici," terang Eve kembali.Lara dan Eve sedang duduk di kantin jurusan Sastra untuk makan siang sambil menunggu mata kuliah siang jam 13.00 nanti
Evelyn Sanusi masih menatap Key dengan rasa curiga, perjanjian apa yang ingin dibuat laki – laki pemarah ini? Evelyn akhirnya pasrah mengangkat bahunya setidaknya dia akan menunggu perjanjian itu selesai dibuat Key.Key membunyikan klaksonnya meminta Satpam penjaga rumah agar segera membuka pintu gerbang dengan nada yang tidak sabaran.Tiiiitt, tiiiittt, tiiiiiit.Pak Satpam segera membuka gerbang dengan tergesa – gesa, dia melirik kearah jendela mobil Key yang tembus pandang dengan perasaan takut. Wajah Key benar – benar tidak sedap dipandang disana tergurat wajah arogan yang kesannya mengintimidasi.Jangankan Pak Satpam, Saya saja ngeri melihat raut wajahnya. Benar – benar manusia sombong, pikir Evelyn kesal.“Turun!” perintahnya dengan kasar.Evelyn yang mendengar perintah Key semakin kesal da
Evelyn hanya bisa pasrah menerima semua masukan Sarah untuk pernikahan. Mulai dari warna baju pengantin hingga Gedung yang akan disewakan. Evelyn terlalu asyik mendengarkan saran Sarah sehingga dia sendiri tidak menyadari kehadiran Gio Taner yang langsung duduk dihadapannya. “Mama lagi diskusi apa sich? sampai Saya mengucapkan salam saja ngak didengar.” Kedua manik matanya yang hitam kini menatap Evelyn dengan tajam. Evelyn heran mendengar perkataannya, pasalnya selama acara makan malam yang lalu dia sama sekali tidak pernah mendengar suara Gio berbicara sama sekali. Hanya matanya saja yang menatap penuh selidik kearah Evelyn dan bibirnya yang memikat tersenyum dengan sinis. Memikat? Apa – apaan sich, jangan ngaco ya. Kok Aku ikut – ikutan edan juga, Evelyn memarahi dirinya sendiri yang rasanya mulai ikut -ikutan edan. Evelyn menatap Gio t
Baskoro mengejar Evelyn yang sedang berjalan menuju Perpustakaan Universitas. Evelyn yang tidak mendengar panggilan Baskoro terus saja berjalan. Baskoro yang mengejarnya kini tidak lagi berjalan di jalan setapak khusus pejalan kaki karena banyaknya Mahasiswa yang berjalan didepannya sehingga memperlambat dia mengejar Evelyn. Baskoro malah berjalan di rumput hijau disisi kiri jalan setapak yang ditanami tanaman rumput, padahal disana telah jelas tertera plakat “ Dilarang Menginjak Tanaman Rumput.” Semua Mahasiswa menatap sinis kearah Baskoro. Sudah dilarang kok masih dilakukan? “Eve,” panggil Baskoro. Baskoro menyentuh bahu Evelyn. Evelyn hendak menepis tangan itu, tetapi dia sadar itu adalah Baskoro. Evelyn tersenyum kearah Baskoro. “Lho ke Perpus juga Bas?” tanyanya lagi. “Iya, jalan bareng yuk. Lara mana? tumben kok ngak ikut? Tapi sebelum itu kita duduk