“Mas Bos, kita di mana, sih? Udah gelap, dingin, lagi! Ih, Aika rasanya bakal membeku sebentar lagi,” gerutu Aika lebai seperti biasa.
Aika bergeser mendekat ke arah Kairo, yang dengan senang hati mendekapnya.
Ini kesempatan langka ‘kan? Di mana Aika terlebih dahulu mendekatinya. Namun sayang, mereka malah diganggu dengan Bianca yang terus sama nyerocos marah-marah pada Alvaro.
Kenapa lagi pasangan itu?
“Lo kenapa si
“Masa’ harus late post gara-gara nggak ada sinyal. Nggak asik banget, Mas Bos,” rengek Aika yang sudah sampai ke dapur. Kairo tidak menanggapi keluhan istrinya dan malah menata meja makan dengan aneka masakan. Tadi pagi pengurus rumah datang untuk mengantarkan sayuran dan daging untuk mereka. “Woah! Walaupun menginap di rumah biasa dan bukan villa atau hotel, tapi makanannya top abis. Nggak nyangka
“Dia itu pencuri!” tuduh Aika yang mengacungkan jari di depan hidung cowok itu sambil berjinjit agar pas posisinya. “Kok jadi saya yang pencuri? Kamu itu pencurinya!” balasnya dengan nada tak kalah tinggi. “Mana mungkin wanita selucu saya jadi pencuri? Jelas-jelas Kamu yang sudah mencuri!” ujar Aika yang mengedip-ngedip dengan genit. “Huh! Pembelaan macam apa itu?” ucap cowok yang wajahnya mulai mengeras. Pemilik warung memandang mereka bergantian dengan wajah merah padam kemudian berseru, “Kalau begitu kalian berdua saya laporkan ke polisi!” “Ini hanya salah paham saja. Mereka berdua rebutan snack cokelat yang tinggal satu.”
“Tolong lepaskan saya!” Sebenarnya Aika enggan melepaskan pegangannya pada cowok galak tukang serobot antrian itu, tetapi perutnya udah sakit banget. Dia ingin segera dapat obat. Capek kalau harus mondar-mandir ke kamar mandi padahal udah nggak ada lagi yang bisa dikeluarkan. “Aduh!” Aika menekan perutnya hingga terbungkuk. Badannya kembali tegak ketika cowok itu menanyakan siapa namanya. “Mas mau modus sama saya?
Aika berguling ke kanan, ke kiri, muter, terlentang, sampai kayang di tempat tidur. Namun masih saja tak bisa menghilangkan rasa bosan yang menderanya. Bagaimana tidak bosan kalau seharian kurung di rumah. Emang aika tahanan? “Tuan Bos!” seru Aika masih dalam keadaan terlentang melintang di atas tempat tidur. “Jangan Teriak Aika, saya ada di sini,” Kairo, yang ternyata ada di sofa dekat kaki tempat tidur. Iya, Aika sebenarnya memang tidak sendiri di kamar itu. Dia bersama Kairo, yang saat ini sedang mengisi waktunya dengan membaca. Entah buku apa? Pokoknya baca aja dulu, sepusing apapun buku ini. Itu lebih baik daripada melihat perilak
“Bisa foto-foto nggak kalau di Sibajag? Sibajag apaan, sih? Jangan-jangan kita disuruh bajak sawah? Wisata tanam padi gitu? Becek, dong? Mana nggak ada ojek.” Aika heboh sendiri menebak nama jalur wisata yang ditawarkan. Lagi nama tempatnya aneh gitu. Sibajag. ‘Kan, Aika auto inget sama sawah. Namun, tak tahu apa yang salah dengan ucapannya. Manggala dan Gabby malah tertawa terpingkal-pingkal. Lah, teganya mereka menertawakannya orang yang sedang tersesat karena ket
“Ayo buruan! Ntar keduluan orang. Mumpung sepi!” Aika tertawa riang ketika Gabby menyeretnya menuju ke tengah-tengah jembatan. Cewek itu dengan santainya mendorong dirinya hingga ke tengah-tengah jembatan bambu. Asli! Nyesel pokoknya kalau nggak nyobain ke sini. Nih, ya. Jembatan ini seperti rumah panjang yang seluruh kerangkanya dari bambu. Rasanya seperti balik ke masa lalu. “Sayangnya pohon sakuranya nggak
“Dia amnesia karena perbuatanmu dan teman-temanmu, bangsat!” desis Kairo dingin. “Tapi Kamu masih bersikap seperti ini? Sepertinya Kamu tidak benar-benar menyesal, ya? Jangan sampai aku bertindak dan membuatmu sengsara, bajingan! Pergi dari sini sekarang juga sebelum aku mematahkan lehermu!” bisik Kairo yang hampir-hampir tidak didengar Manggala. “Aika!” seru Gabby panik, saat cewek yang dipanggilnya itu terlihat pucat. Sementara itu, Aika ternyata masih memikirkan ucapan pria itu, yang kemudian memancing sakit kepalanya makin menjadi-jadi. Kakinya seolah tidak lagi berpijak pada permukaan datar. Apakah ada gempa sekarang ini. “Kepala Aika sakit banget, Mas Bos,” keluh Aika y
“Mama! Mama! Tolongin Aika! Aika mau diculik!” Kairo mendesah lelah mendengar seruan Aika. Sebelum mengabaikannya dan melongkarkan tanganya pada perut gadis ini, dan mengangkatnya seperti anak kucing. “Aa ... Mama tolong! Mas Bos mau culik, Aika! Mas Bos mau jual, Aika! Mama tolong!” Aika masih melakukan dramanya, sambil menendang-nendang udara kosong. Namun Kairo tak memedulikannya, dan terus membawa Aika dengan satu tangan ke arah pesawat. Membuat Aika makin merengek bagai bayi yang ingin turun, sementara Al terkikik geli di belakangnya. Sungguh, Al sangat salut pada bos nya itu, bisa bertahan dengan gadis modelan Aika ini. Padahal, sekali lihat pun, Al saja sudah angkat tangan dengan ke absurd