"Hai kamu dimana, Eline?""Lagi di rumah, ayo main ke sini, Tante.""Oke, aku ke sana ya satu jam lagi. Kirim mapnya ya. Soalnya aku kan belum pernah ke rumahmu yang sekarang.""Oke, Tante."Selesai mandi, Bu Sudarmaji berdandan dan berpakaian. Ia mengenakan celana dan baju semi kebaya.Pak Sudarmaji jadi bertanya-tanya," Ayo mau ketemu siapa lagi nih?" "Ih, Papa mau tahu saja urusan orang." Bu Sudarmaji terkekeh sambil terus sibuk di depan cermin besar di kamarnya. Pak Sudarmaji lagi sibuk dengan handphone. Sesekali dia tertawa karena ada berita atau tontonan yang lucu."Eh, gimana kabar Lisa?""Oh ya, katanya bulan depan dia ke Amerika menyelesaikan studinya. Lisa ajak aku ke Amerika Pa. Gimana kita pergi yuk, sekalian liburan.""Gimana ya. Coba kita pikirkan dulu." "Kalau Papa nggak ikut, aku saja. Ingin jalan-jalan ke sana lagi.""Ya, boleh-boleh saja."Setelah rampung berdandan dan berpakaian Bu Sudarmaji pamit pada suaminya." Aku mau ke rumah Eline, Pa.""Oh, Eline. Gimana ka
"Ada apa Wika?" Natasya bertanya pada Wika setelah keluar ruangan Jayadi."Bu Lena tadi bilang, kasihan lihat kamu masih bersih-bersih sementara ada orang lain di ruangan itu.""Oo, emang siapa sih tamu Si Bos tadi Wik? Anggun dan cantik sekali orangnya.""Aku belum kenal sih, tapi kata Bu Lena, kolega bisnis Pak Jayadi.""Masih muda ya.""Ya dong, Nat, mana mungkin sudah tua." Wika tertawa."Nanti kata Bu Lena kalau tamunya sudah pergi, kamu boleh masuk lagi.""Iya deh." Wika dan Natasya melangkah masuk lift dan turun ke lantai tiga kembali. Sampai dilantai tiga, Wika masuk ke ruangannya. "Aku mau lanjutin kerjaan ya, uuh pusing banyak yang harus diselesaikan," kata Wika sambil menggeleng-gelengkan kepala berekspresi."Iya deh, Wika." Natasya kembali duduk pada kursi di sebelah gudang. Pekerjaannya hari ini hanya tinggal di ruangan Jayadi. Lantai dua dan tiga telah dibersihkannya tadi pagi. Ia duduk termenung memikirkan gadis cantik tamu Jayadi. Ada rasa cemburu terselip di hati Nat
Jelang siang itu tiba-tiba Marina menelpon Jayadi."Hai Pak Jayadi, bisa kita bertemu siang ini?""Hai Marina, bisa, bisa, kamu lagi dimana?" "Saya lagi habis makan siang.""Oke, saya lagi di kantor. Saya tunggu di kantor ya.""Oke.""Sudah tahu alamat kantor kami kan.""Sudah kok, sudah pernah lihat dan ditunjukkan Papa waktu itu. Udah dekat kok.""Oke, kutunggu ya." Jayadi menutup telepon. Ia kemudian memencet bel ke ruangan Lena. Lena bergegas ke ruangan Jayadi. Ia duduk menunggu di hadapan Jayadi."Bilang Pak Martono atau siapa yang piket di depan, kalau ada perempuan bernama Marina suruh bawa ke sini. Nanti kamu standby menemani Saya bicara dengannya.""Baik, Pak. Emm, kalau boleh tahu, Marina itu siapa, Pak?" Lena penasaran karena baru kali ini ada nama Marina relasi si bos."Dia itu putrinya Om Matias, sahabat seperjuangan papa dulu. Sekarang Om Matias itu nampaknya mulai mempersiapkan Marina sebagai penerusnya.""Oo." Lena manggut-manggut mendengar penjelasan Jayadi."Nah, ke
Kedua orang sahabat lama itu menikmati makan siang penuh semangat dan keceriaan. Jayadi dan Marina ikut merasakan keceriaan mereka. Sesekali Jayadi dan Marina ikut tertawa. "Ada proyek baru yang bisa kita kerjakan bersama.""Bagus dong." Sudarmaji menanggapi Matias. "Ini sekalian pilot projek untuk ibu direktur muda ini." Matias menunjuk Marina. "Dia yang akan coba terjun langsung menangani kerjaan yang satu ini, Bos." "Oo, bagus dong, sekalian latihan." Sudarmaji memandang Marina dan tersenyum."Nah, nanti disain konstruksinya mohon dibantu sama timnya Bos Muda ini," kata Matias sambil menunjuk Jayadi. "Terus sekalian jadi mentor pimpinan proyek tenaga baru amatir ini." Marina hanya tersenyum dibilang amatir sama Matias."Bagus, bagus. Kamu bantu tuh kolega baru kita, Marina Nur Matias yang anggun, cantik jelita," kata Sudarmaji sambil terkekeh. "Siap, Pa. Om. Saya akan bantu." Nampaknya Om Matias memang sedang mempersiapkan putrinya ini jadi penerus bisnisnya, pikir Jayadi."Ma
"Hallo, Pa. Iya ada apa?" Jayadi menerima telepon dari Pak Sudarmaji. Jayadi barusan selesai rapat kecil dengan Lena dan beberapa kepala unit. Lena membereskan beberapa berkas yang berserakan, lalu pamit pada Jayadi. Jayadi mengangguk pada Lena sambil meladeni Pak Sudarmaji bicara. "Temani Papa ketemu Om Matias ya.""Kapan, Pa?" "Makan siang ini. Sepertinya ada proyek yang bisa kamu kerjasamakan dengan Om Matias.""Waduh gimana ya Pa, rencana mau makan siang bersama kawan nanti." Jayadi memang bermaksud diam-diam akan mengajak Natasya pergi makan seafood ke sebuah restoran dekat pelabuhan sana. Jayadi sebenarnya menunggu Natasya masuk ruangannya dan dia akan mengatur bagaimana Natasya pergi ke dekat halte busway, lalu di sana Natasya akan naik sekaligus ganti baju di hotel dekat restoran yang direncanakan Jayadi. "Ya, tunda dulu. Kapan-kapan saja ya makan siang bareng kawanmu itu." Jayadi terdiam sejenak. Ia paling tidak bisa menolak keinginan orang tuanya. Apalagi sampai Papanya
Akhir-akhir ini Jayadi sering merasa ada orang-orang yang mengawasi gerak-geriknya. Jayadi juga bukan orang sembarangan. Ia telah digembleng dan diajari banyak guru. Mulai dari pelajaran guru sejati sang pendahulunya Sudarmaji Kiyosan serta beberapa guru bela diri dan kebatinan yang juga pernah ditemuinya. Instingnya bekerja dengan baik dan terlatih. Ia bisa merasakan hal-hal yang mencurigakan. Pagi jelang tengah hari itu Jayadi dan Sudarmaji sedang asyik berlatih di sebuah aula."Haha, anak muda memang harus tangguh. Masih ingat pelajaran-pelajaran akaido, karate, silat, kung fu dan lainnya?"Jayadi yang duduk bersila tersenyum pada papanya. Ayah dan anak itu sama-sama mengenakan baju khusus beladiri berwarna hitam dan sabuk pinggang putih menjuntai. Hari itu Pak Sudarmaji mengajak putranya Jayadi mengulang-ulang pelajaran beladiri yang pernah dia ajarkan sendiri atau dia minta para guru mengajarkan pada putra-putranya. Mereka hanya berdua di ruangan itu. Ya ayah dan anak sekaligus