Home / Fantasi / Silsilah Naga Emas / 3 - Kota Tersembunyi di Balik Kabut

Share

3 - Kota Tersembunyi di Balik Kabut

Author: Lann
last update Last Updated: 2025-02-03 19:17:50

Kegelapan yang menyelimuti lorong bawah tanah itu terasa seperti selimut tebal yang menekan dada. Udara dingin dan lembap memenuhi paru-paru Li Zhen, membuatnya merasa sesak sekaligus gugup. Makhluk raksasa yang terbuat dari batu masih berdiri di hadapan mereka, matanya yang menyala merah seperti bara api menatap tajam, seolah-olah bisa membaca setiap pikiran yang melintas di benak mereka. Suaranya bergema keras, menggetarkan dinding-dinding batu yang rapuh.

"Kalian datang mencari Silsilah Naga Emas," kata makhluk itu dengan suara yang dalam dan mengguncang. "Namun, hanya mereka yang layak dapat melanjutkan perjalanan ini. Jika kalian tidak mampu melewati ujian, maka nyawa kalian akan menjadi milikku."

Li Zhen menelan ludah, tangannya gemetar saat ia memegang tas kecil yang berisi gulungan tua itu. Ia ingin bertanya apa ujian yang dimaksud, namun Mei Xiang lebih dulu melangkah maju, pedang pendeknya siap di tangan. "Kami siap menghadapi apapun yang kau berikan," katanya dengan nada tenang namun tegas. "Tunjukkan jalanmu."

Makhluk itu menggeram pelan, lalu mengangkat salah satu tangannya yang besar dan berbatu. Dengan gerakan lambat, ia menunjuk ke arah sebuah pintu batu yang tampak tertutup rapat di sisi lain ruangan. Pintu itu mulai bergerak perlahan, membuka celah sempit yang cukup untuk satu orang melewatinya. Di balik pintu itu, cahaya redup mulai muncul, memperlihatkan tangga batu yang menuju ke atas.

"Tunjukkan bahwa kalian layak," kata makhluk itu sekali lagi, lalu mundur ke dalam bayang-bayang, tubuhnya yang besar menghilang seperti asap yang tersapu angin. Suara langkah-langkahnya semakin menjauh, meninggalkan Li Zhen dan Mei Xiang sendirian di depan pintu.

Mei Xiang melangkah masuk tanpa ragu, namun Li Zhen masih berdiri diam, hatinya dipenuhi keraguan. "Bagaimana jika kita gagal?" tanyanya pelan, suaranya hampir hilang di antara desiran udara dingin.

"Kita tidak punya pilihan lain," jawab Mei Xiang tanpa menoleh. "Jika kita tidak melanjutkan, maka semua ini akan sia-sia. Kita sudah terlalu jauh untuk mundur."

Li Zhen menghela napas panjang, lalu mengikuti Mei Xiang menaiki tangga batu yang curam. Setiap langkah yang mereka ambil terasa berat, seolah-olah gravitasi sedang menahan mereka agar tidak naik lebih tinggi. Namun, semakin tinggi mereka naik, semakin terang cahaya yang menyinari jalan mereka. Akhirnya, mereka sampai di sebuah ruangan luas yang terbuka ke langit malam. Ruangan itu dikelilingi oleh dinding-dinding batu tinggi, dengan atap terbuka yang memperlihatkan bintang-bintang yang berkilauan di atas kepala mereka.

Di tengah ruangan, ada sebuah altar batu besar dengan ukiran-ukiran aneh yang mirip dengan simbol-simbol pada gulungan tua yang dibawa Li Zhen. Di atas altar itu, terdapat sebuah bola kristal besar yang berkilauan dengan cahaya biru samar. Cahaya itu tampak hidup, berdenyut seperti detak jantung.

"Apa itu?" tanya Li Zhen, matanya terpaku pada bola kristal tersebut.

"Itu adalah Ujian Jiwa," jawab Mei Xiang dengan nada serius. "Bola itu akan menguji niat dan kesucian hati kita. Jika kita layak, maka kita akan mendapatkan petunjuk tentang lokasi gulungan kedua. Tapi jika kita gagal..." Ia tidak melanjutkan kalimatnya, namun Li Zhen bisa membayangkan apa yang akan terjadi.

Mei Xiang melangkah mendekati altar itu, lalu berlutut di depannya. Tangannya terangkat, menyentuh permukaan bola kristal dengan hati-hati. Begitu kulitnya menyentuh bola itu, cahaya biru yang berdenyut tiba-tiba berubah menjadi warna merah menyala. Sebuah suara aneh—seperti bisikan banyak orang—terdengar di udara, menggema di seluruh ruangan.

"Kau telah datang mencari kebenaran," kata suara itu, rendah dan bergema. "Namun, kebenaran tidak selalu mudah untuk diterima. Apakah kau siap menghadapi konsekuensinya?"

Mei Xiang menunduk dalam-dalam, lalu menjawab, "Aku siap."

Cahaya merah itu mulai berputar cepat, menciptakan pola-pola aneh yang sulit dipahami. Kemudian, tiba-tiba, sebuah gambar muncul di dalam bola itu—gambar seorang wanita muda yang sangat mirip dengan Mei Xiang, namun wajahnya penuh dengan kesedihan dan kemarahan. Gambar itu mulai bergerak, menunjukkan adegan-adegan yang tidak bisa dimengerti oleh Li Zhen. Ada pertempuran, ada darah, ada tangisan. Mei Xiang tampak terkejut, bahkan mungkin ketakutan, namun ia tetap diam, matanya terpaku pada bola kristal itu.

Setelah beberapa saat, cahaya merah itu berubah kembali menjadi biru, dan suara itu berkata, "Kau telah lulus, namun masa lalumu akan terus menghantuimu. Berhati-hatilah dengan keputusanmu."

Mei Xiang bangkit dari posisi berlututnya, wajahnya pucat namun teguh. "Giliranmu," katanya kepada Li Zhen, suaranya terdengar lebih lembut daripada biasanya.

Li Zhen melangkah mendekati altar itu dengan ragu-ragu. Hatinya dipenuhi oleh rasa takut dan kebingungan. Apa yang akan ditunjukkan oleh bola kristal itu? Apakah ia juga akan melihat masa lalunya? Ataukah sesuatu yang lebih buruk?

Ia berlutut di depan altar, lalu menyentuh permukaan bola kristal dengan ujung jarinya. Segera setelah itu, cahaya biru yang berdenyut mulai berubah menjadi warna hijau terang. Suara yang sama seperti sebelumnya kembali terdengar, namun kali ini lebih lembut, lebih ramah.

"Anak muda," kata suara itu, "kau telah memulai perjalanan yang besar. Namun, perjalanan ini bukan hanya tentang mencari Silsilah Naga Emas. Ini tentang menemukan dirimu sendiri. Apakah kau siap untuk menghadapi kebenaran tentang siapa dirimu?"

Li Zhen menelan ludah, lalu menjawab dengan suara yang bergetar, "Aku... aku siap."

Cahaya hijau itu mulai berputar cepat, menciptakan pola-pola yang lebih kompleks daripada sebelumnya. Lalu, gambar-gambar mulai muncul di dalam bola itu. Pertama, ia melihat dirinya sendiri sebagai anak kecil, bermain di ladang bersama orangtuanya. Kenangan itu begitu jelas, seolah-olah ia sedang mengalaminya kembali. Namun, gambar itu tiba-tiba berubah—ia melihat orangtuanya jatuh sakit, kemudian meninggal dunia, meninggalkannya sendirian di desa Qingyun.

Gambar berikutnya menunjukkan dirinya yang lebih dewasa, bekerja di ladang dan membersihkan kuil tua. Namun, ada sesuatu yang aneh—di belakang setiap gambar, ada sosok bayangan besar yang mengikuti setiap langkahnya. Bayangan itu tampak seperti naga raksasa, namun wujudnya kabur, seolah-olah tidak sepenuhnya nyata.

Suara itu kembali berbicara, "Kau adalah keturunan dari garis darah kuno, anak muda. Darahmu mengalir dari para dewa naga yang pernah menjaga keseimbangan dunia. Namun, warisan ini juga membawa beban besar. Kau harus memilih apakah akan menggunakan kekuatan itu untuk kebaikan atau untuk kepentingan dirimu sendiri."

Li Zhen merasa tubuhnya membeku. Apa yang baru saja dikatakan bola itu? Ia adalah keturunan dewa naga? Bagaimana mungkin? Ia hanyalah seorang pemuda biasa dari desa kecil. Namun, semakin ia memandangi gambar-gambar di dalam bola itu, semakin ia merasa bahwa ada kebenaran di balik kata-kata itu.

Setelah beberapa saat, cahaya hijau itu berubah kembali menjadi biru, dan suara itu berkata, "Kau telah lulus, namun perjalananmu masih panjang. Jagalah gulungan itu dengan baik, karena ia adalah kunci untuk menemukan jati dirimu."

Li Zhen bangkit dari posisi berlututnya, tubuhnya gemetar karena emosi yang bercampur aduk. Ia tidak tahu bagaimana harus merespons apa yang baru saja ia alami. Namun, Mei Xiang berdiri di sampingnya, menepuk pundaknya dengan lembut. "Kita semua memiliki rahasia yang harus kita hadapi," katanya. "Yang penting adalah bagaimana kita memilih untuk melanjutkan hidup setelah mengetahuinya."

Setelah ujian selesai, mereka melanjutkan perjalanan melalui lorong-lorong bawah tanah yang lain. Lorong-lorong itu semakin terang, dan akhirnya mereka sampai di sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu kuno. Di atas pintu itu, ada ukiran seekor naga yang melingkar, matanya terbuat dari batu permata biru yang berkilauan. Mei Xiang mendorong pintu itu perlahan, dan mereka melangkah keluar ke dunia luar.

Yang mereka lihat adalah sebuah kota besar yang tersembunyi di balik kabut tebal. Kota itu tampak seperti tempat yang berasal dari zaman kuno—bangunan-bangunan tinggi dengan atap melengkung, jalan-jalan berbatu yang dipenuhi oleh orang-orang yang berpakaian tradisional, dan lampu-lampu minyak yang memberikan cahaya hangat di setiap sudut. Namun, ada sesuatu yang aneh tentang kota itu—semua orang tampak seperti bergerak dalam keheningan, seolah-olah mereka tidak menyadari keberadaan Li Zhen dan Mei Xiang.

"Inilah Kota Tersembunyi," kata Mei Xiang, suaranya penuh dengan rasa hormat. "Tempat ini adalah salah satu pusat pengetahuan kuno di dunia. Di sini, kita mungkin bisa menemukan jawaban tentang gulungan kedua."

Mereka mulai berjalan menyusuri jalan-jalan kota, mencoba mencari informasi tentang Silsilah Naga Emas. Namun, semakin lama mereka berada di sana, semakin mereka menyadari bahwa kota ini tidak seperti tempat-tempat lain yang pernah mereka kunjungi. Ada sesuatu yang magis tentang atmosfernya—seolah-olah waktu berjalan lebih lambat, dan setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat ke kebenaran yang mereka cari.

Di salah satu sudut kota, mereka menemukan sebuah toko kecil yang tampak tidak terawat. Di depan toko itu, ada seorang pria tua yang duduk di kursi goyang, matanya tertutup seolah-olah ia sedang tidur. Namun, ketika mereka mendekat, pria itu tiba-tiba membuka matanya dan menatap mereka dengan pandangan tajam.

"Kalian mencari sesuatu yang hilang," kata pria itu dengan suara yang serak namun penuh otoritas. "Namun, apa yang kalian cari mungkin tidak akan membawa kalian kebahagiaan."

Li Zhen dan Mei Xiang saling bertukar pandang, lalu Mei Xiang melangkah maju. "Kami mencari Silsilah Naga Emas," katanya dengan nada hati-hati. "Apakah kau tahu sesuatu tentang itu?"

Pria tua itu tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Masuklah," katanya, menunjuk ke dalam toko. "Ada sesuatu yang mungkin bisa membantu kalian."

Mereka masuk ke dalam toko itu, yang ternyata penuh dengan barang-barang aneh—manuskrip kuno, senjata magis, dan artefak-artefak yang tidak bisa mereka pahami. Pria tua itu mengambil sebuah kotak kayu kecil dari rak, lalu membukanya dengan hati-hati. Di dalam kotak itu, ada sebuah peta tua yang tampak rapuh, dengan tulisan-tulisan kuno yang sulit dibaca.

"Inilah petunjuk menuju gulungan kedua," kata pria itu. "Namun, perjalanan menuju lokasi itu tidak akan mudah. Kalian harus melewati Kuil Bulan Hitam, tempat yang dijaga oleh makhluk-makhluk gaib yang tidak kenal ampun."

Li Zhen merasa jantungnya berdebar kencang. Kuil Bulan Hitam? Apa yang ada di sana? Dan bagaimana mereka bisa menghadapi makhluk-makhluk gaib? Namun, Mei Xiang tampak lebih tenang, seolah-olah ia sudah mempersiapkan diri untuk tantangan apa pun.

"Terima kasih," kata Mei Xiang, lalu mengambil peta itu dengan hati-hati. "Kami akan melanjutkan perjalanan ini."

Pria tua itu mengangguk, lalu menutup kotak kayu itu. "Ingatlah," katanya dengan nada peringatan, "bahwa kekuatan besar selalu datang dengan harga yang besar. Hati-hatilah dengan apa yang kalian inginkan."

Dengan peta di tangan, Li Zhen dan Mei Xiang meninggalkan toko itu, siap untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju Kuil Bulan Hitam. Mereka tahu bahwa tantangan yang lebih besar masih menanti di depan, namun mereka juga tahu bahwa mereka tidak bisa mundur. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari Silsilah Naga Emas—ini tentang menemukan kebenaran tentang diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.

Saat Li Zhen dan Mei Xiang melangkah keluar dari toko tua itu, mereka tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang mengamati setiap gerakan mereka dari bayang-bayang. Mata itu milik seorang pria berjubah abu-abu dengan tudung yang menutupi wajahnya, membuat identitasnya tak terlihat. Pria itu telah mengikuti mereka sejak mereka memasuki Kota Tersembunyi, namun ia sangat ahli dalam menyembunyikan keberadaannya—begitu ahli hingga bahkan Mei Xiang, yang biasanya sangat waspada, tidak menyadarinya.

Pria itu mengeluarkan sebuah bola kristal kecil dari balik jubahnya. Bola itu mulai berkilauan dengan cahaya merah samar saat ia membisikkan mantra aneh dalam bahasa kuno. Gambar-gambar mulai muncul di dalam bola kristal tersebut—gambar Li Zhen dan Mei Xiang yang sedang berjalan menjauh dari toko, serta peta tua yang Mei Xiang pegang erat-erat di tangannya. Pria itu tersenyum tipis, seolah-olah ia baru saja mendapatkan informasi yang sangat berharga.

"Jadi, mereka sudah menemukan petunjuk menuju Kuil Bulan Hitam," gumamnya pelan, suaranya rendah dan dingin seperti angin malam. "Tapi mereka tidak akan sampai di sana tanpa bantuan... atau pengkhianatan."

Pria itu melangkah keluar dari bayang-bayang, lalu menghilang ke dalam kabut tebal yang menyelimuti Kota Tersembunyi. Tidak ada seorang pun yang melihatnya pergi—tidak ada yang menyadari bahwa ia ada di sana sama sekali. Namun, langkah-langkahnya membawa dia menuju tempat yang lebih gelap, lebih rahasia—tempat di mana konspirasi besar sedang direncanakan.

Di ujung lain Kota Tersembunyi, di sebuah ruangan bawah tanah yang hanya dikenal oleh segelintir orang, sekelompok individu berkumpul di sekitar meja bundar besar. Di atas meja itu, ada peta raksasa yang menunjukkan seluruh wilayah kerajaan, termasuk lokasi-lokasi penting seperti Kuil Bulan Hitam, Kota Tersembunyi, dan istana kaisar. Setiap lokasi itu ditandai dengan simbol-simbol aneh yang bercahaya redup, seolah-olah peta itu hidup.

Salah satu dari mereka adalah seorang wanita muda dengan rambut hitam panjang yang diikat rapi di belakang kepalanya. Matanya tajam dan dingin, penuh dengan ambisi yang tak terbendung. Ia adalah Lady Ru Feng, salah satu bangsawan paling berkuasa di kerajaan. Di sisinya, ada seorang pria paruh baya dengan jenggot tebal dan mata yang menyipit penuh perhitungan—Duke Wei, seorang politisi ulung yang dikenal karena kecerdikannya dalam memanipulasi orang-orang di sekitarnya.

"Apakah kita sudah mendapatkan informasi tentang mereka?" tanya Lady Ru Feng dengan nada dingin, matanya menyapu ruangan dengan ekspresi tidak sabar.

Pria berjubah abu-abu yang mengikuti Li Zhen dan Mei Xiang tiba-tiba muncul dari bayang-bayang di sudut ruangan. Ia membungkuk hormat kepada Lady Ru Feng dan Duke Wei sebelum berbicara. "Mereka telah menemukan petunjuk menuju gulungan kedua," katanya dengan suara datar. "Mereka akan menuju Kuil Bulan Hitam dalam waktu dekat."

Lady Ru Feng tersenyum tipis, namun senyum itu tidak mencapai matanya. "Bagus," katanya. "Kita tidak bisa membiarkan mereka mendekati Silsilah Naga Emas. Jika mereka berhasil menemukannya, semua rencana kita akan runtuh."

Duke Wei mengangguk setuju. "Aku sudah mengirim beberapa Bayangan Hitam untuk mengawasi mereka," katanya. "Namun, jika mereka benar-benar berhasil sampai ke Kuil Bulan Hitam, kita harus memastikan bahwa mereka tidak keluar dari sana hidup-hidup."

Lady Ru Feng berdiri dari kursinya, lalu berjalan mendekati peta raksasa di atas meja. Tangannya menyentuh simbol Kuil Bulan Hitam dengan lembut, seolah-olah ia sedang menyentuh sesuatu yang rapuh namun berharga. "Kuil itu dijaga oleh makhluk-makhluk gaib yang tidak kenal ampun," katanya. "Namun, aku tidak ingin mengambil risiko. Kita harus mengirim seseorang untuk memastikan bahwa mereka gagal."

Pria berjubah abu-abu mengangguk. "Aku akan pergi sendiri," katanya. "Aku sudah cukup mengenal mereka, dan aku tahu cara menghentikan mereka."

Lady Ru Feng menatap pria itu dengan pandangan tajam. "Jangan gagal," katanya dengan nada peringatan. "Jika kau gagal, maka kau akan menjadi pengorbanan berikutnya."

Pria itu membungkuk sekali lagi, lalu menghilang ke dalam bayang-bayang tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Lady Ru Feng dan Duke Wei saling bertukar pandang, lalu kembali memandangi peta itu dengan ekspresi serius.

Sementara itu, di luar Kota Tersembunyi, Li Zhen dan Mei Xiang mulai menyusuri jalan setapak yang menuju ke arah Kuil Bulan Hitam. Mereka tidak tahu bahwa setiap langkah yang mereka ambil sedang diamati oleh musuh-musuh yang tidak terlihat. Mereka juga tidak tahu bahwa rencana besar sedang dirancang untuk menghentikan mereka sebelum mereka mencapai tujuan mereka.

Namun, ketika mereka melewati sebuah hutan kecil di tepi Kota Tersembunyi, Mei Xiang tiba-tiba berhenti. Ia menoleh ke belakang, matanya menyipit saat ia mencoba melihat melalui kabut tebal yang menyelimuti area itu. "Ada yang mengikuti kita," katanya pelan, suaranya hampir tak terdengar.

Li Zhen langsung merasakan darahnya berdesir. "Siapa?" tanyanya, suaranya bergetar meskipun ia mencoba untuk tetap tenang.

Mei Xiang tidak menjawab. Ia hanya mengangkat pedang pendeknya, siap menghadapi apapun yang akan muncul dari balik kabut. Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, suara langkah-langkah ringan mulai terdengar dari arah pepohonan. Langkah-langkah itu semakin dekat, dan akhirnya, sosok pria berjubah abu-abu itu muncul dari balik kabut.

"Kalian tidak akan sampai ke Kuil Bulan Hitam," kata pria itu dengan suara dingin, matanya menatap tajam ke arah mereka. "Serahkan peta itu, dan aku akan membiarkan kalian hidup."

Li Zhen merasa tubuhnya membeku. Bagaimana pria ini bisa tahu tentang peta itu? Apakah ada pengkhianat di antara mereka? Ataukah Kota Tersembunyi itu sendiri adalah jebakan?

Mei Xiang melangkah maju, pedangnya terangkat tinggi. "Kami tidak akan menyerah begitu saja," katanya dengan nada tegas. "Jika kau ingin peta itu, kau harus mengambilnya dari kami dengan paksa."

Pria berjubah abu-abu itu tersenyum tipis, lalu mengeluarkan sebuah bola kristal kecil dari balik jubahnya. Bola itu mulai berkilauan dengan cahaya merah menyala, dan tiba-tiba, udara di sekitar mereka berubah menjadi dingin menusuk tulang. Dari balik kabut, muncul sosok-sosok berjubah hitam yang bergerak cepat dan gesit—Bayangan Hitam yang sama yang pernah mengejar mereka sebelumnya.

"Kalian tidak punya kesempatan," kata pria itu dengan nada dingin. "Menyerahlah sekarang, atau kalian akan mati di sini."

Li Zhen merasa napasnya tertahan. Ia tahu bahwa mereka tidak bisa melawan begitu banyak musuh sekaligus. Namun, di dalam hatinya, ia juga tahu bahwa mereka tidak bisa menyerah begitu saja. Gulungan kedua adalah satu-satunya harapan mereka untuk menemukan Silsilah Naga Emas—dan mungkin jawaban tentang siapa dirinya sebenarnya.

Sebelum pertempuran dimulai, Mei Xiang berbisik pelan kepada Li Zhen, "Aku punya rencana. Ikuti aku, dan percayalah padaku."

Li Zhen mengangguk, meskipun ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Mei Xiang. Namun, ia tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain mempercayainya. Pertempuran besar akan segera dimulai, dan mereka harus siap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Namun, sebelum serangan pertama dilancarkan, pria berjubah abu-abu itu mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada Bayangan Hitam untuk berhenti. "Kalian memiliki satu kesempatan terakhir," katanya dengan nada dingin. "Serahkan peta itu, atau kalian akan mati di sini."

Li Zhen dan Mei Xiang saling bertukar pandang, lalu Mei Xiang tersenyum tipis. "Kami tidak akan menyerah," katanya dengan nada tegas. "Dan kalian akan menyesal telah mencoba menghentikan kami."

Pria berjubah abu-abu itu tersenyum dingin, lalu mengangguk. "Baiklah," katanya. "Mari kita lihat apakah kalian benar-benar sekuat yang kalian kira."

Dengan itu, Bayangan Hitam mulai bergerak maju, siap menyerang. Li Zhen dan Mei Xiang bersiap menghadapi pertempuran yang mungkin akan menjadi yang paling berbahaya dalam hidup mereka. Namun, di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa ini bukan hanya tentang bertahan hidup—ini tentang melindungi rahasia besar yang bisa mengubah nasib seluruh kerajaan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Silsilah Naga Emas   4 - Pertempuran di Tepi Kabut

    Udara dingin yang menyelimuti hutan kecil itu tiba-tiba terasa lebih berat, seolah-olah alam itu sendiri sedang menahan napas. Li Zhen dan Mei Xiang berdiri berdampingan, menghadapi Bayangan Hitam yang semakin mendekat dengan gerakan cepat dan gesit. Mata mereka memantulkan cahaya merah dari bola kristal yang dipegang pria berjubah abu-abu—cahaya yang tampak seperti api yang siap melahap apa pun yang ada di depannya. Mei Xiang memegang pedang pendeknya dengan erat, sementara Li Zhen mencoba mempersiapkan diri meskipun ia tidak memiliki senjata selain sapu bambu tua yang ia bawa sejak awal perjalanan ini. Ia tahu bahwa pertempuran ini tidak akan mudah. Namun, ada sesuatu dalam tatapan mata Mei Xiang yang membuatnya merasa sedikit lebih tenang—seolah-olah wanita itu sudah memikirkan rencana untuk keluar dari situasi ini. "Jangan panik," bisik Mei Xiang pelan, suaranya nyaris tak terdengar di antara desiran angin malam. "Aku akan menyerang dari depan, dan kau harus mencari celah untuk

    Last Updated : 2025-02-03
  • Silsilah Naga Emas   5 - Lorong Rahasia dan Bayangan Masa Lalu

    Kegelapan di dalam lorong bawah tanah itu terasa seperti selimut tebal yang menekan dada. Li Zhen dan Mei Xiang berdiri diam, napas mereka tersengal-sengal setelah melarikan diri dari Bayangan Hitam. Di hadapan mereka, makhluk raksasa dengan tubuh batu dan mata merah menyala masih berdiri kokoh, seolah-olah menunggu mereka untuk mengambil langkah pertama. Udara dingin yang menusuk tulang membuat Li Zhen merasa sesak, namun ia tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain menghadapi ujian ini. Mei Xiang melangkah maju dengan pedangnya siap di tangan. "Apa yang harus kami lakukan?" tanyanya dengan nada tegas kepada makhluk raksasa itu. Makhluk itu menggeram pelan, suaranya bergema keras di seluruh ruangan bawah tanah. "Ujian ini bukan tentang kekuatan fisik," katanya dengan suara yang dalam dan mengguncang. "Ini tentang keberanian kalian untuk menghadapi masa lalu. Jika kalian tidak bisa menerima kebenaran tentang diri kalian sendiri, maka nyawa kalian akan menjadi milikku." Li Z

    Last Updated : 2025-02-04
  • Silsilah Naga Emas   6 - Cahaya di Ujung Jalan

    Saat pria berjubah abu-abu itu mengangkat tangannya, bola kristal di genggamannya mulai memancarkan cahaya merah yang semakin terang. Udara di sekitar mereka bergetar, seolah-olah seluruh ruangan bawah tanah sedang menahan napas. Li Zhen dan Mei Xiang saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka tidak punya banyak waktu untuk bereaksi. Namun, Mei Xiang tetap tenang—ia tahu bahwa panik hanya akan membuat situasi semakin buruk. "Kita harus bertindak cepat," bisik Mei Xiang dengan nada tegas, matanya tetap tertuju pada pria berjubah abu-abu itu. "Jika dia melepaskan serangan itu, kita tidak akan bisa bertahan." Li Zhen mengangguk, meskipun ia masih merasa takut. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan—senjata satu-satunya hanyalah sapu bambu tua yang tampak begitu rapuh dibandingkan dengan kekuatan magis yang dimiliki musuh mereka. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang mulai bangkit—sebuah keyakinan bahwa ia tidak bisa menyerah begitu saja. Ia adalah keturunan dewa naga, seperti yang

    Last Updated : 2025-02-04
  • Silsilah Naga Emas   7 - Cahaya di Balik Kabut

    Langkah-langkah Li Zhen dan Mei Xiang terhenti sejenak saat mereka berdiri di tepi hutan kecil yang memisahkan mereka dari Kuil Matahari Emas. Udara di sini terasa lebih berat, seolah-olah alam itu sendiri sedang menahan napas. Mereka tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah—setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat ke kebenaran, namun juga semakin dekat dengan bahaya. Mei Xiang mengeluarkan peta tua yang mereka dapatkan dari Desa Surya Tersembunyi. Peta itu tampak rapuh, namun ada aura magis yang kuat mengelilinginya. Ia mempelajari setiap detailnya dengan cermat, mencoba memastikan bahwa mereka berada di jalur yang benar. "Kita hampir sampai," katanya akhirnya, suaranya terdengar mantap meskipun ada nada kekhawatiran yang samar-samar. "Namun, kita harus hati-hati. Kuil Matahari Emas adalah tempat yang penuh dengan kekuatan magis. Setiap langkah yang salah bisa membawa kita ke dalam bahaya." Li Zhen mengangguk, meskipun ia masih merasa bingung tentang apa yang m

    Last Updated : 2025-02-05
  • Silsilah Naga Emas   8 - Cahaya di Balik Kegelapan

    Saat pria berjubah abu-abu itu mengangkat tangannya, bola kristal di genggamannya mulai memancarkan cahaya merah yang semakin terang. Udara di sekitar mereka bergetar, seolah-olah seluruh ruangan bawah tanah sedang menahan napas. Li Zhen dan Mei Xiang saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka tidak punya banyak waktu untuk bereaksi. Namun, Mei Xiang tetap tenang—ia tahu bahwa panik hanya akan membuat situasi semakin buruk. "Kita harus bertindak cepat," bisik Mei Xiang dengan nada tegas, matanya tetap tertuju pada pria berjubah abu-abu itu. "Jika dia melepaskan serangan itu, kita tidak akan bisa bertahan." Li Zhen mengangguk, meskipun ia masih merasa takut. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan—senjata satu-satunya hanyalah sapu bambu tua yang tampak begitu rapuh dibandingkan dengan kekuatan magis yang dimiliki musuh mereka. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang mulai bangkit—sebuah keyakinan bahwa ia tidak bisa menyerah begitu saja. Ia adalah keturunan dewa naga, seperti yang

    Last Updated : 2025-02-05
  • Silsilah Naga Emas   9 - Langkah Terakhir Menuju Kebenaran

    Saat bola energi meluncur lurus ke arah Li Zhen, waktu seolah-olah melambat. Ia merasakan tubuhnya membeku, tak mampu bergerak meskipun otaknya berteriak untuk menghindar. Namun, tepat sebelum bola itu menyentuhnya, Mei Xiang melompat ke depan dengan kecepatan luar biasa, memotong bola energi itu dengan pedangnya hingga meledak menjadi cahaya terang yang menyilaukan. Ledakan itu membuat mereka terhempas beberapa langkah ke belakang, namun mereka masih hidup. "Kita tidak punya banyak waktu!" teriak Mei Xiang, suaranya nyaris hilang di antara gemuruh keras yang bergema di seluruh ruangan. "Kita harus bekerja sama!" Li Zhen mengangguk, mencoba menenangkan napasnya yang tersengal-sengal. Ia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk panik—mereka harus bertindak cepat jika ingin bertahan hidup. Dengan tangan gemetar, ia mengeluarkan manik-manik biru dari sakunya dan memandangnya dengan penuh harap. Apakah artefak ini benar-benar bisa membantu mereka? Ia tidak tahu, namun ia tidak punya pilihan l

    Last Updated : 2025-02-06
  • Silsilah Naga Emas   10 - Cahaya di Balik Refleksi

    Saat Li Zhen dan Mei Xiang merasakan tubuh mereka lenyap ke dalam cahaya yang menyilaukan, mereka tidak tahu apakah mereka sedang menuju kematian atau sesuatu yang lebih besar. Namun, ketika cahaya itu perlahan memudar, mereka menemukan diri mereka berada di tempat yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Mereka berdiri di tengah sebuah padang rumput luas yang tak terlihat batasnya, dengan langit biru cerah yang dipenuhi awan putih yang mengambang pelan. Udara di sini terasa hangat namun segar, seperti angin musim semi yang lembut. Li Zhen melihat sekeliling dengan bingung, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. "Di mana kita?" tanyanya dengan nada pelan, suaranya nyaris hilang di antara desiran angin. Mei Xiang tampak lebih tenang, matanya menyapu seluruh area dengan penuh perhatian. "Ini adalah dimensi lain," katanya akhirnya. "Tempat ini bukan bagian dari dunia yang kita kenal. Ini adalah wilayah di antara realitas—tempat di mana Silsilah Naga Emas mungkin disembunyikan."

    Last Updated : 2025-02-06
  • Silsilah Naga Emas   11 - Cahaya di Ujung Perjalanan

    Saat bola energi emas meluncur lurus ke arah Li Zhen dan Mei Xiang, waktu seolah-olah melambat. Li Zhen merasakan tubuhnya membeku, tak mampu bergerak meskipun otaknya berteriak untuk menghindar. Namun, tepat sebelum bola itu menyentuh mereka, cahaya biru dari manik-manik yang baru saja meledak tiba-tiba memantul kembali, menciptakan penghalang transparan yang melindungi mereka. Bola energi itu bertabrakan dengan penghalang, meledak menjadi cahaya terang yang menyilaukan. Ledakan itu membuat seluruh ruangan bergetar hebat. Tanah di bawah mereka mulai retak, dan dinding-dinding batu mulai runtuh. Makhluk raksasa yang menjaga tempat itu menggeram keras, suaranya bergema seperti guntur. "Kalian telah menggunakan kekuatan yang tidak kalian pahami," katanya dengan nada marah. "Namun, ini belum berakhir." Li Zhen dan Mei Xiang terhempas beberapa langkah ke belakang oleh gelombang kejut ledakan itu. Mereka jatuh berlutut, napas mereka tersengal-sengal karena kelelahan. Namun, mereka tahu b

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Silsilah Naga Emas   49 – Pencarian Setelah Pencurian

    Di balik kabut pagi yang tipis di Desa Songlin, suasana terasa sendu dan penuh beban. Setelah peristiwa pencurian gulungan pertama yang mengguncang, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali di sebuah pondok kecil yang telah lama menjadi tempat pertemuan rahasia mereka. Di dalam ruangan sempit yang dindingnya dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan, tersusun rapi tiga potongan Silsilah Naga Emas—meskipun kini salah satunya tak lagi utuh, dan bayang-bayang pengkhianatan masih menyelimuti hati mereka. Li Zhen duduk termenung di meja kayu tua. Tangannya masih bergetar ketika ia membuka buku catatan kecil yang telah ia tulis selama perjalanan. Suaranya serak namun penuh tekad saat ia membaca dengan lirih: “Setiap tetes keringat, setiap luka, adalah bukti bahwa kita telah menempuh jalan penuh pengorbanan. Artefak itu seharusnya menjadi kunci bagi harapan desaku, namun kini telah dicuri oleh tangan-tangan kotor yang bekerja untuk Tuan Muda Hua. Kehilangan ini buka

  • Silsilah Naga Emas   48 – Jejak yang Menghilang

    Di tengah kekosongan yang menyisakan duka dan amarah akibat pencurian gulungan pertama, suasana di Desa Songlin berubah drastis. Setelah peristiwa pengkhianatan yang mengguncang, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali di sebuah ruang pertemuan rahasia yang sederhana. Dinding-dinding kayu tua dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan, sementara lampu minyak yang redup menciptakan bayang-bayang yang seakan menyimpan rahasia masa lalu. Tiga potongan Silsilah Naga Emas yang telah mereka kumpulkan kini tersusun rapi di atas meja, namun kekosongan di bagian akhir naskah yang menyebut “pengorbanan jiwa” dan “darah suci” masih menghantui pikiran mereka. Li Zhen membuka buku catatan kecil dengan tangan gemetar. Suaranya pelan: “Setiap tetes keringat, setiap luka yang kita derita, adalah bagian dari takdir kita untuk mengembalikan harapan bagi desaku. Namun, pencurian gulungan itu telah memaksa kita untuk memulai pencarian baru. Kita harus tahu siapa yang berani mencur

  • Silsilah Naga Emas   47 – Langkah ke Pencarian Baru

    Di pagi yang kelabu, setelah kekacauan yang mengguncang pasca pencurian artefak pertama, Li Zhen duduk termenung di teras sebuah pondok kecil di pinggiran Desa Songlin. Udara pagi yang dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang jatuh, seolah alam pun turut merasakan duka yang menyelimuti jiwa para pejuang. Di tangan Li Zhen, tersisa potongan-perpotongan gulungan yang kini menjadi saksi dari perjuangan dan pengorbanan; meskipun artefak itu telah hilang, kenangan tentang keberadaannya membakar tekadnya untuk melangkah ke babak baru. Li Zhen membuka buku catatan kecilnya yang lusuh dan membaca dengan suara serak, “Setiap tetes keringat yang kita keluarkan, setiap luka yang kita derita, adalah bagian dari takdir yang harus kita jalani. Artefak itu adalah kunci, bukan hanya bagi desaku, tapi bagi harapan seluruh rakyat. Jika dibiarkan jatuh ke tangan musuh, penderitaan akan berlanjut tanpa henti.” Ia menunduk, matanya berkaca karena amarah dan keputusasaan, lalu melanjutkan, “Kit

  • Silsilah Naga Emas   46 – Langkah Baru Pencarian

    Di pagi yang kelabu dan sepi, setelah segala kekacauan dan kegetiran yang menyertai peristiwa pencurian gulungan pertama, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali di sebuah rumah tua di pinggiran Desa Songlin. Rumah itu—tempat yang selama beberapa minggu terakhir menjadi pusat pertemuan rahasia dan strategi—menjadi saksi bisu dari tekad mereka yang semakin menguat. Di ruang sederhana yang dindingnya dipenuhi coretan peta, dokumen usang, dan catatan hasil penyelidikan, mereka duduk bersama dengan wajah serius. Di atas meja kayu besar, tersusun rapih tiga potongan Silsilah Naga Emas, meskipun salah satunya kini menjadi kenangan pahit karena pencurian yang mengguncang. Li Zhen memandangi gulungan yang tersisa, tangannya masih gemetar oleh amarah dan duka. Suara detak jam tua di sudut ruangan dan desiran angin yang menyelinap melalui celah jendela seolah menghitung setiap detik penderitaan yang telah mereka lalui. Dengan suara serak, ia membuka buku catatan kecil yang telah ia

  • Silsilah Naga Emas   45 – Pencarian di Balik Bayang

    Di tengah kekacauan yang menyisakan luka mendalam akibat pencurian gulungan pertama, suasana di Desa Songlin terasa berbeda. Setelah serangan itu, langit yang dulu cerah kini tampak mendung, seolah-olah alam pun turut merasakan duka dan amarah yang melanda. Li Zhen, yang masih terbayang wajah-wajah yang terluka dan desaku yang hancur, duduk termenung di sebuah pondok kecil di pinggiran desa. Di ruang yang sempit itu, dinding-dindingnya dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan, sementara lampu minyak yang redup menari di atas meja kayu tua, menciptakan bayang-bayang yang seakan menceritakan kisah penderitaan dan harapan. Li Zhen membuka sebuah buku catatan yang pernah ia tulis dengan susah payah. Tangan gemetar karena emosi, ia membaca dengan suara serak: "Gulungan pertama adalah kunci awal yang membuka jalan ke Silsilah Naga Emas. Jika artefak itu jatuh ke tangan yang salah, maka penderitaan dan kezaliman akan merajalela. Kita harus mencari

  • Silsilah Naga Emas   44 – Jejak Terpendam

    Di pagi yang kelabu tanpa embun menyambut, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian bersiap meninggalkan persembunyian rahasia mereka di pinggiran Desa Songlin. Setelah kejadian pengkhianatan yang mengguncang—di mana artefak gulungan pertama dicuri oleh sekelompok pembunuh bayaran yang bekerja untuk seorang bangsawan korup—tiga pejuang itu kini harus memulai pencarian baru untuk mengungkap jejak yang tersisa. Di ruang persembunyian kecil yang terbuat dari kayu tua dan bata, dinding-dindingnya masih dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan. Di atas meja besar yang lapuk, tersusun rapi tiga potongan Silsilah Naga Emas yang telah mereka kumpulkan, meski salah satunya kini hilang dalam peristiwa pengkhianatan. Kode rahasia pada gulungan yang tersisa—dengan kalimat yang terputus di bagian akhir yang menyebut “pengorbanan jiwa” dan “darah suci”—masih menjadi misteri yang menggantung, seolah mengancam nasib perjuangan mereka. Dalam keheningan yang mencekam, Li Zhen membuka sebuah buku

  • Silsilah Naga Emas   43 – Awal Pencarian Baru

    Di bawah langit malam yang kelam, di tengah heningnya jalan setapak yang berliku di pinggiran Desa Songlin, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali dalam suasana penuh duka dan tekad. Kejadian yang mengguncang baru saja terjadi: gulungan pertama, artefak kuno yang selama ini dipercaya menyimpan rahasia Silsilah Naga Emas, dicuri secara tiba-tiba oleh sekelompok pembunuh bayaran. Pencurian itu bukan hanya mencederai rasa aman, tetapi juga menggugah emosi serta mengungkap pengkhianatan yang menyayat hati. Kini, tatapan tegas dan bibir yang terkatup rapat menjadi saksi bahwa mereka harus segera memulai pencarian baru—pencarian yang akan membawa mereka menelusuri jejak-jejak yang hilang, membuka rahasia di balik bayang-bayang kekuasaan, dan menuntaskan tugas mulia untuk mengembalikan harapan bagi desanya. Di sebuah pondok kecil di pinggiran desa, yang menjadi tempat persembunyian sementara mereka, Li Zhen duduk termenung di sudut ruangan. Di tangannya, ia masih menggenggam er

  • Silsilah Naga Emas   42 – Jejak Pengorbanan

    di sebuah sudut pedesaan di pinggiran Kota Xiping, perjalanan Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian memasuki fase baru yang penuh dengan kepedihan dan tekad. Setelah pengkhianatan yang mengguncang di Bab 41, di mana artefak pertama yang mereka percayai sebagai kunci Silsilah Naga Emas dicuri oleh sekelompok pembunuh bayaran yang bekerja untuk seorang bangsawan korup, kini mereka harus menapaki jejak yang lebih sulit. Tak hanya untuk merebut kembali artefak yang hilang, tetapi juga untuk mengungkap rahasia yang terkubur di balik kode-kode kuno dan peringatan yang pernah mereka terima. Di ruang persembunyian rahasia yang terletak di sebuah bangunan tua di pinggiran Kota Xiping, lampu minyak yang redup menerangi dinding-dinding kayu usang. Meja kayu besar yang penuh dengan peta, dokumen, dan catatan terjemahan dari Li Fu masih terhampar, seolah menjadi saksi bisu perjuangan mereka. Tiga potongan Silsilah Naga Emas kini tersusun rapi di atas meja, namun masih ada kekosongan d

  • Silsilah Naga Emas   41 – Pencarian Setelah Pengkhianatan

    Di tengah-tengah perjalanan awal yang penuh gejolak, ketika langit senja mulai memudar menjadi kelam dan bayang-bayang malam mulai menguasai jalan setapak di pedesaan, Li Zhen bersama Mei Xiang dan Wang Jian terhenti sejenak di sebuah jalan setapak di luar sebuah desa kecil. Mereka baru saja mengalami peristiwa yang mengguncang jiwa: gulungan pertama, artefak kuno yang selama ini menjadi kunci bagi rahasia “Silsilah Naga Emas,” telah dicuri secara tiba-tiba. Kecurigaan pun segera melanda, dan kebenaran pahit mulai tersingkap—pencuri itu bukanlah orang biasa, melainkan sekelompok pembunuh bayaran yang bekerja untuk salah satu bangsawan korup yang berusaha memanfaatkan artefak tersebut demi kekuasaan pribadinya.Dalam keheningan malam yang semakin pekat, Li Zhen menatap ke arah gulungan yang kini hilang, wajahnya menggambarkan campuran kemarahan dan keputusasaan. “Kita harus mencari tahu siapa yang berani mencuri artefak itu dan mengapa,” ujarnya dengan suara serak, seolah menahan amara

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status