Home / Fantasi / Silsilah Naga Emas / 4 - Pertempuran di Tepi Kabut

Share

4 - Pertempuran di Tepi Kabut

Author: Lann
last update Last Updated: 2025-02-03 19:20:04

Udara dingin yang menyelimuti hutan kecil itu tiba-tiba terasa lebih berat, seolah-olah alam itu sendiri sedang menahan napas. Li Zhen dan Mei Xiang berdiri berdampingan, menghadapi Bayangan Hitam yang semakin mendekat dengan gerakan cepat dan gesit. Mata mereka memantulkan cahaya merah dari bola kristal yang dipegang pria berjubah abu-abu—cahaya yang tampak seperti api yang siap melahap apa pun yang ada di depannya.

Mei Xiang memegang pedang pendeknya dengan erat, sementara Li Zhen mencoba mempersiapkan diri meskipun ia tidak memiliki senjata selain sapu bambu tua yang ia bawa sejak awal perjalanan ini. Ia tahu bahwa pertempuran ini tidak akan mudah. Namun, ada sesuatu dalam tatapan mata Mei Xiang yang membuatnya merasa sedikit lebih tenang—seolah-olah wanita itu sudah memikirkan rencana untuk keluar dari situasi ini.

"Jangan panik," bisik Mei Xiang pelan, suaranya nyaris tak terdengar di antara desiran angin malam. "Aku akan menyerang dari depan, dan kau harus mencari celah untuk melarikan diri."

Li Zhen menggelengkan kepala dengan keras. "Aku tidak akan meninggalkanmu," katanya dengan nada tegas. "Kita hadapi ini bersama."

Mei Xiang tersenyum tipis, namun senyum itu tidak mencapai matanya. "Baiklah," katanya. "Tapi ingat, jika aku memberi isyarat, lakukan apa yang aku katakan tanpa ragu."

Sebelum Li Zhen sempat menjawab, Bayangan Hitam yang berada di barisan depan mulai bergerak maju, senjata mereka berkilauan dengan cahaya biru aneh yang sama seperti yang pernah dilihat Li Zhen sebelumnya. Pria berjubah abu-abu masih berdiri di belakang mereka, matanya menyipit saat ia mengamati setiap gerakan Li Zhen dan Mei Xiang.

"Serang!" teriak pria itu dengan suara yang dingin dan tanpa emosi.

Bayangan Hitam langsung meluncur ke arah mereka dengan kecepatan yang sulit dipercaya. Mei Xiang segera melangkah maju, pedangnya bergerak cepat seperti kilat. Dengan satu ayunan, ia berhasil melukai salah satu dari mereka, namun dua lainnya langsung menyerang balik dengan gerakan yang sangat terkoordinasi. Li Zhen mencoba membantu dengan menggunakan sapu bambunya sebagai tameng, namun serangan-serangan mereka begitu cepat dan kuat hingga ia hampir tidak bisa bertahan.

"Ke belakang!" teriak Mei Xiang tiba-tiba, mendorong Li Zhen menjauh dari garis depan pertempuran. Ia melompat ke sisi lain, mencoba mengalihkan perhatian para penyerang agar Li Zhen bisa mendapatkan waktu untuk bernapas.

Li Zhen mundur beberapa langkah, napasnya tersengal-sengal. Ia melihat bagaimana Mei Xiang bergerak dengan kecepatan dan presisi yang luar biasa, namun jumlah musuh yang terus bertambah membuat situasi semakin sulit. Ia tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan terlalu lama jika terus seperti ini.

Namun, tiba-tiba, Mei Xiang mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya—sebuah gulungan kecil yang tampak mirip dengan gulungan tua yang dibawa Li Zhen. Ia membuka gulungan itu dengan cepat, lalu membacakan mantra dalam bahasa kuno yang tidak bisa dimengerti oleh Li Zhen. Begitu mantra itu selesai, cahaya hijau terang meledak dari gulungan tersebut, menyilaukan semua orang di sekitarnya.

Para Bayangan Hitam mundur beberapa langkah, mencoba melindungi mata mereka dari cahaya yang menyilaukan itu. Namun, pria berjubah abu-abu tetap berdiri tegak, matanya menyipit saat ia mencoba menembus cahaya. "Kau benar-benar ingin mati hari ini, Mei Xiang?" katanya dengan nada dingin.

Mei Xiang tidak menjawab. Ia hanya melangkah maju, pedangnya terangkat tinggi. Cahaya hijau itu mulai memudar, namun bayang-bayang yang tadinya mengelilingi mereka kini tampak lebih redup, seolah-olah kekuatan magis mereka telah melemah.

"Kita harus pergi sekarang!" teriak Mei Xiang kepada Li Zhen, lalu menarik tangannya dan mulai berlari ke arah pepohonan yang lebih rapat.

Li Zhen mengikuti Mei Xiang dengan susah payah, kakinya terasa lemah karena kelelahan. Namun, ia tahu bahwa mereka tidak bisa berhenti. Para Bayangan Hitam mulai mengejar mereka lagi, meskipun gerakan mereka tampak lebih lambat daripada sebelumnya.

Setelah beberapa saat berlari, mereka sampai di sebuah sungai kecil yang mengalir deras. Mei Xiang berhenti sejenak, lalu menunjuk ke arah sebuah batu besar yang tersembunyi di balik semak-semak. "Di sana," katanya dengan nada mendesak. "Kita bisa menyembunyikan diri untuk sementara waktu."

Mereka berdua segera bersembunyi di balik batu besar itu, tubuh mereka tertutup oleh dedaunan tebal yang bergoyang tertiup angin. Napas mereka tertahan, dan mereka hanya bisa mendengarkan suara-suara langkah-langkah cepat yang semakin mendekat.

Namun, kali ini, para Bayangan Hitam tidak menemukan mereka. Setelah beberapa saat, suara langkah-langkah itu mulai menjauh, meninggalkan mereka dalam keheningan yang sunyi. Li Zhen merasa tubuhnya melemas karena lega, namun Mei Xiang tetap waspada, matanya terus bergerak mencari tanda-tanda bahaya.

"Apa yang kau gunakan tadi?" tanya Li Zhen akhirnya, suaranya bergetar karena kelelahan. "Gulungan itu... apakah itu juga bagian dari Silsilah Naga Emas?"

Mei Xiang menggelengkan kepala. "Itu bukan bagian dari Silsilah Naga Emas," katanya dengan nada datar. "Itu adalah artefak magis yang aku dapatkan dari seorang penyihir tua beberapa tahun lalu. Aku menyimpannya untuk keadaan darurat seperti ini."

Li Zhen mengangguk pelan, namun ia masih merasa ada banyak hal yang belum ia ketahui tentang Mei Xiang. Wanita itu tampaknya menyimpan banyak rahasia, dan Li Zhen mulai merasa bahwa ia tidak sepenuhnya memahami motivasi Mei Xiang dalam membantunya.

"Kenapa kau membantu aku?" tanyanya akhirnya, suaranya terdengar lebih lembut daripada biasanya. "Apa kau benar-benar hanya ingin menemukan Silsilah Naga Emas? Atau ada alasan lain?"

Mei Xiang terdiam selama beberapa saat, seolah-olah ia sedang mempertimbangkan jawabannya. "Ada banyak hal yang tidak bisa kuberitahukan padamu sekarang," katanya akhirnya. "Namun, yang perlu kau tahu adalah bahwa kita memiliki tujuan yang sama. Aku tidak ingin Silsilah Naga Emas jatuh ke tangan yang salah."

Li Zhen merasa ada sesuatu yang tidak diungkapkan dalam kata-kata Mei Xiang, namun ia memutuskan untuk tidak memaksa. Mereka masih memiliki perjalanan panjang di depan, dan ia tahu bahwa kepercayaan adalah sesuatu yang harus dibangun perlahan-lahan.

Setelah beberapa saat, mereka melanjutkan perjalanan menuju Kuil Bulan Hitam. Jalan setapak yang mereka lewati semakin curam dan berbatu, namun udara di sekitar mereka mulai berubah. Ada sesuatu yang magis tentang atmosfer di sini—seolah-olah mereka sedang memasuki dunia lain yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa.

Akhirnya, mereka sampai di sebuah area terbuka yang dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi dengan cabang-cabang yang saling bertautan, menciptakan atap alami yang menutupi langit. Di tengah area itu, ada sebuah kuil kuno yang tampak seperti bangunan yang terbuat dari batu hitam pekat. Kuil itu memiliki pintu besar yang tertutup rapat, dengan ukiran-ukiran naga raksasa yang melingkar di sekitarnya. Matanya terbuat dari batu permata merah yang berkilauan dengan cahaya aneh.

"Inilah Kuil Bulan Hitam," kata Mei Xiang dengan nada hormat. "Tempat ini dijaga oleh makhluk-makhluk gaib yang tidak kenal ampun. Kita harus hati-hati."

Li Zhen merasa bulu kuduknya berdiri saat ia memandangi kuil itu. Ada sesuatu yang tidak wajar tentang tempat ini—seolah-olah kuil itu hidup dan sedang mengamati mereka. Namun, ia tahu bahwa mereka tidak bisa mundur sekarang.

Mereka melangkah mendekati pintu kuil, namun sebelum mereka sempat menyentuhnya, suara gemuruh keras terdengar dari dalam kuil. Pintu besar itu mulai terbuka perlahan, memperlihatkan kegelapan yang tak terlihat dasarnya. Dari dalam kegelapan itu, muncul sosok makhluk raksasa dengan tubuh yang terbuat dari asap hitam pekat. Matanya menyala merah seperti bara api, dan suaranya bergema keras seperti guntur.

"Siapa yang berani masuk ke wilayahku?" tanya makhluk itu dengan suara yang dalam dan mengguncang. "Kalian tidak akan keluar dari sini hidup-hidup jika kalian tidak membuktikan bahwa kalian layak."

Li Zhen merasa tubuhnya membeku. Makhluk ini jauh lebih besar dan lebih menakutkan daripada apa pun yang pernah ia lihat sebelumnya. Namun, Mei Xiang tetap tenang, pedangnya terangkat tinggi.

"Kami datang untuk mencari gulungan kedua," kata Mei Xiang dengan nada tegas. "Dan kami siap menghadapi ujian apapun yang kau berikan."

Makhluk itu menggeram keras, lalu mengangkat salah satu tangannya yang besar. Dari dalam kegelapan kuil, muncul tiga bola api besar yang berputar-putar di udara. "Kalau begitu, kalian harus melewati ujian ini," katanya. "Kalahkan bola api ini, dan kalian akan mendapatkan apa yang kalian cari."

Li Zhen dan Mei Xiang saling bertukar pandang, lalu Mei Xiang melangkah maju. "Aku akan menghadapi yang pertama," katanya dengan nada mantap.

Bola api pertama mulai bergerak cepat ke arah Mei Xiang, namun ia dengan sigap menghindar dan menyerangnya dengan pedangnya. Bola api itu meledak menjadi percikan-percikan kecil, namun dua bola api lainnya langsung menyerang balik dengan kecepatan yang lebih tinggi.

Li Zhen mencoba membantu dengan menggunakan sapu bambunya, namun serangan-serangan bola api itu begitu kuat hingga ia hampir tidak bisa bertahan. Namun, Mei Xiang terus bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, berhasil menghancurkan bola api kedua dan ketiga satu per satu.

Setelah bola api terakhir hancur, makhluk raksasa itu menggeram keras, lalu mundur ke dalam kegelapan kuil. Suaranya bergema sekali lagi, "Kalian telah lulus. Ambillah apa yang kalian cari."

Pintu kuil mulai terbuka lebih lebar, memperlihatkan ruangan besar di dalamnya. Di tengah ruangan itu, ada sebuah altar batu besar dengan gulungan tua yang tergeletak di atasnya. Gulungan itu tampak lebih tua dan lebih rapuh daripada gulungan yang dibawa Li Zhen, namun ada aura magis yang kuat mengelilinginya.

Mei Xiang melangkah mendekati altar itu, lalu mengambil gulungan tersebut dengan hati-hati. Namun, sebelum mereka sempat merasa lega, suara gemuruh keras terdengar lagi dari dalam kuil. Tanah di bawah mereka mulai bergetar, dan pintu kuil mulai menutup perlahan.

"Kita harus pergi sekarang!" teriak Mei Xiang, lalu menarik tangan Li Zhen dan mulai berlari keluar dari kuil.

Mereka berhasil keluar tepat sebelum pintu kuil menutup sepenuhnya, meninggalkan mereka di luar dengan napas tersengal-sengal. Namun, mereka tahu bahwa perjalanan ini masih jauh dari selesai. Gulungan kedua ini hanya langkah pertama menuju Silsilah Naga Emas—dan ada banyak tantangan yang masih menanti di depan.

Saat Li Zhen dan Mei Xiang berdiri di luar Kuil Bulan Hitam, napas mereka masih tersengal-sengal karena kelelahan. Gulungan kedua yang baru saja mereka dapatkan terasa lebih berat daripada gulungan pertama—seolah-olah ia menyimpan beban rahasia yang jauh lebih besar. Namun, sebelum mereka sempat merenungkan arti dari gulungan itu, udara di sekitar mereka tiba-tiba berubah. Ada sesuatu yang tidak wajar—sebuah perasaan dingin yang menusuk tulang, seperti angin malam yang membawa kabar buruk.

Tiba-tiba, suara langkah-langkah cepat terdengar dari arah hutan tempat mereka datang. Langkah-langkah itu bukan milik manusia biasa—terlalu ringan, terlalu cepat, seolah-olah makhluk-makhluk itu melayang di atas tanah. Mei Xiang langsung mengangkat pedangnya, siap menghadapi apapun yang akan muncul. Li Zhen, meskipun lelah, mencoba mempersiapkan diri dengan sapu bambunya yang sederhana.

Dari balik pepohonan, muncul sosok-sosok berjubah hitam yang sudah mereka kenal—Bayangan Hitam. Kali ini, jumlah mereka lebih banyak daripada sebelumnya, dan di tengah mereka berdiri pria berjubah abu-abu yang sebelumnya memimpin serangan di tepi Kota Tersembunyi. Matanya yang dingin menatap tajam ke arah Mei Xiang, lalu beralih ke gulungan tua yang ada di tangannya.

"Kalian benar-benar berhasil mendapatkan gulungan itu," kata pria itu dengan nada dingin, suaranya bergema di antara pepohonan. "Namun, kalian tidak akan bisa membawanya pergi dari sini."

Mei Xiang melangkah maju, pedangnya terangkat tinggi. "Aku sudah bilang sebelumnya," katanya dengan nada tegas. "Kami tidak akan menyerah begitu saja."

Pria berjubah abu-abu itu tersenyum tipis, namun senyum itu tidak mencapai matanya. "Kalian pikir kalian bisa melawan kami? Kalian hanya dua orang biasa melawan pasukan yang tak terhitung jumlahnya." Ia melambaikan tangannya sekali, dan Bayangan Hitam mulai bergerak maju, membentuk lingkaran sempit di sekitar Li Zhen dan Mei Xiang.

Li Zhen merasa tubuhnya membeku. Mereka sudah kelelahan setelah melewati ujian di Kuil Bulan Hitam, dan kali ini, jumlah musuh mereka jauh lebih banyak. Apakah ini akhir dari perjalanan mereka? Apakah mereka akan mati di sini, tanpa sempat menemukan Silsilah Naga Emas?

Namun, sebelum pertempuran dimulai, Mei Xiang berbisik pelan kepada Li Zhen, "Aku punya rencana. Ikuti aku, dan percayalah padaku."

Li Zhen mengangguk, meskipun ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Mei Xiang. Ia hanya bisa mempercayainya, karena ia tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain.

Mei Xiang tiba-tiba melemparkan gulungan kedua ke arah Li Zhen, lalu mengeluarkan sebuah artefak kecil dari balik jubahnya—sebuah manik-manik berwarna biru yang berkilauan dengan cahaya aneh. "Jaga ini!" katanya dengan nada mendesak. "Jika aku memberi isyarat, gunakan mantra yang sama seperti yang aku bacakan di hutan!"

Li Zhen merasa bingung, namun ia tidak punya waktu untuk bertanya. Mei Xiang segera melangkah maju, pedangnya bergerak cepat saat ia mulai menyerang Bayangan Hitam yang berada di barisan depan. Gerakannya begitu gesit dan presisi, membuat para penyerang mundur beberapa langkah. Namun, jumlah mereka terlalu banyak, dan Mei Xiang mulai terdesak.

Pria berjubah abu-abu itu tertawa dingin, lalu mengangkat bola kristal kecil yang ia pegang. Cahaya merah menyala keluar dari bola itu, menciptakan pola-pola aneh di udara. "Kalian tidak punya kesempatan," katanya dengan nada dingin. "Serahkan gulungan itu, atau kalian akan mati di sini."

Li Zhen merasa panik. Ia tidak tahu mantra apa yang harus ia gunakan, namun ia ingat kata-kata Mei Xiang. Dengan ragu-ragu, ia mulai membaca mantra dalam bahasa kuno yang pernah didengarnya dari Mei Xiang sebelumnya. Awalnya, tidak ada yang terjadi. Namun, ketika ia mengulangi mantra itu untuk kedua kalinya, manik-manik biru di tangannya mulai berkilauan dengan cahaya terang.

Cahaya itu semakin kuat, hingga akhirnya meledak menjadi sinar biru menyilaukan yang menutupi seluruh area. Bayangan Hitam yang tadinya mengepung mereka mulai mundur, mencoba melindungi mata mereka dari cahaya yang menyilaukan itu. Pria berjubah abu-abu juga terlihat terganggu, matanya menyipit saat ia mencoba menembus cahaya.

"Inilah kesempatannya!" teriak Mei Xiang, lalu menarik tangan Li Zhen dan mulai berlari ke arah pepohonan yang lebih rapat.

Mereka berdua berlari secepat mungkin, meninggalkan para penyerang di belakang. Namun, suara langkah-langkah cepat mulai terdengar lagi, semakin dekat. Li Zhen merasa kakinya terasa lemah, namun ia tahu bahwa mereka tidak bisa berhenti.

Tiba-tiba, Mei Xiang berhenti di depan sebuah tebing curam yang tersembunyi di balik pepohonan. Tebing itu tampak tidak mungkin untuk didaki, namun Mei Xiang tidak ragu. Ia mengeluarkan pedangnya, lalu mulai menggambar simbol-simbol aneh di udara dengan ujung pedangnya. Simbol-simbol itu bersinar dengan cahaya putih samar, dan tiba-tiba, tanah di bawah mereka mulai bergetar. Sebuah celah kecil muncul di permukaan tebing, cukup lebar untuk satu orang melewatinya.

"Cepat masuk!" perintah Mei Xiang, mendorong Li Zhen ke arah celah itu.

Li Zhen melompat masuk ke dalam celah itu, diikuti oleh Mei Xiang tepat di belakangnya. Begitu mereka berada di dalam, celah itu menutup dengan keras, meninggalkan mereka dalam kegelapan total.

Namun, sebelum mereka sempat bernapas lega, suara gemuruh keras terdengar dari dalam kegelapan. Sesuatu di dalam sana sedang mendekat—sesuatu yang jauh lebih besar daripada mereka. Langkah-langkah berat itu semakin dekat, disertai dengan napas yang dalam dan berat.

"Apa itu?" tanya Li Zhen, suaranya hampir berbisik karena takut.

Mei Xiang tidak menjawab. Ia hanya mengangkat pedangnya, siap menghadapi apapun yang akan muncul dari kegelapan. Namun, ketika sesuatu itu akhirnya muncul, Li Zhen merasa tubuhnya membeku. Itu bukan manusia—melainkan makhluk raksasa dengan tubuh yang terbuat dari batu dan mata yang menyala merah seperti bara api. Makhluk itu menggeram keras, suaranya bergema di seluruh ruang bawah tanah.

"Selamat datang, pencari Silsilah Naga Emas," kata makhluk itu dengan suara yang dalam dan menggelegar. "Namun, kalian tidak akan pergi dari sini hidup-hidup kecuali kalian bisa membuktikan bahwa kalian layak."

Li Zhen merasa darahnya berhenti mengalir. Apa yang dimaksud dengan "membuktikan"? Dan bagaimana mereka bisa melawan makhluk sebesar itu? Pertanyaan-pertanyaan itu belum terjawab saat makhluk itu mulai melangkah maju, siap menyerang.

Namun, sebelum pertempuran dimulai, Mei Xiang berbisik pelan kepada Li Zhen, "Aku tahu apa yang harus kita lakukan. Ikuti aku, dan percayalah padaku."

Li Zhen tidak punya pilihan lain selain mempercayainya. Namun, di dalam hatinya, ia merasa bahwa perjalanan ini baru saja memasuki babak baru—babak yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan.

Langkah-langkah mereka semakin cepat, dan Li Zhen merasa bahwa mereka semakin dekat dengan sesuatu yang besar—sesuatu yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang ia tahu pasti: mereka tidak bisa mundur sekarang. Apapun yang menanti di depan, mereka harus menghadapinya bersama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Silsilah Naga Emas   5 - Lorong Rahasia dan Bayangan Masa Lalu

    Kegelapan di dalam lorong bawah tanah itu terasa seperti selimut tebal yang menekan dada. Li Zhen dan Mei Xiang berdiri diam, napas mereka tersengal-sengal setelah melarikan diri dari Bayangan Hitam. Di hadapan mereka, makhluk raksasa dengan tubuh batu dan mata merah menyala masih berdiri kokoh, seolah-olah menunggu mereka untuk mengambil langkah pertama. Udara dingin yang menusuk tulang membuat Li Zhen merasa sesak, namun ia tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain menghadapi ujian ini. Mei Xiang melangkah maju dengan pedangnya siap di tangan. "Apa yang harus kami lakukan?" tanyanya dengan nada tegas kepada makhluk raksasa itu. Makhluk itu menggeram pelan, suaranya bergema keras di seluruh ruangan bawah tanah. "Ujian ini bukan tentang kekuatan fisik," katanya dengan suara yang dalam dan mengguncang. "Ini tentang keberanian kalian untuk menghadapi masa lalu. Jika kalian tidak bisa menerima kebenaran tentang diri kalian sendiri, maka nyawa kalian akan menjadi milikku." Li Z

    Last Updated : 2025-02-04
  • Silsilah Naga Emas   6 - Cahaya di Ujung Jalan

    Saat pria berjubah abu-abu itu mengangkat tangannya, bola kristal di genggamannya mulai memancarkan cahaya merah yang semakin terang. Udara di sekitar mereka bergetar, seolah-olah seluruh ruangan bawah tanah sedang menahan napas. Li Zhen dan Mei Xiang saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka tidak punya banyak waktu untuk bereaksi. Namun, Mei Xiang tetap tenang—ia tahu bahwa panik hanya akan membuat situasi semakin buruk. "Kita harus bertindak cepat," bisik Mei Xiang dengan nada tegas, matanya tetap tertuju pada pria berjubah abu-abu itu. "Jika dia melepaskan serangan itu, kita tidak akan bisa bertahan." Li Zhen mengangguk, meskipun ia masih merasa takut. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan—senjata satu-satunya hanyalah sapu bambu tua yang tampak begitu rapuh dibandingkan dengan kekuatan magis yang dimiliki musuh mereka. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang mulai bangkit—sebuah keyakinan bahwa ia tidak bisa menyerah begitu saja. Ia adalah keturunan dewa naga, seperti yang

    Last Updated : 2025-02-04
  • Silsilah Naga Emas   7 - Cahaya di Balik Kabut

    Langkah-langkah Li Zhen dan Mei Xiang terhenti sejenak saat mereka berdiri di tepi hutan kecil yang memisahkan mereka dari Kuil Matahari Emas. Udara di sini terasa lebih berat, seolah-olah alam itu sendiri sedang menahan napas. Mereka tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah—setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat ke kebenaran, namun juga semakin dekat dengan bahaya. Mei Xiang mengeluarkan peta tua yang mereka dapatkan dari Desa Surya Tersembunyi. Peta itu tampak rapuh, namun ada aura magis yang kuat mengelilinginya. Ia mempelajari setiap detailnya dengan cermat, mencoba memastikan bahwa mereka berada di jalur yang benar. "Kita hampir sampai," katanya akhirnya, suaranya terdengar mantap meskipun ada nada kekhawatiran yang samar-samar. "Namun, kita harus hati-hati. Kuil Matahari Emas adalah tempat yang penuh dengan kekuatan magis. Setiap langkah yang salah bisa membawa kita ke dalam bahaya." Li Zhen mengangguk, meskipun ia masih merasa bingung tentang apa yang m

    Last Updated : 2025-02-05
  • Silsilah Naga Emas   8 - Cahaya di Balik Kegelapan

    Saat pria berjubah abu-abu itu mengangkat tangannya, bola kristal di genggamannya mulai memancarkan cahaya merah yang semakin terang. Udara di sekitar mereka bergetar, seolah-olah seluruh ruangan bawah tanah sedang menahan napas. Li Zhen dan Mei Xiang saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka tidak punya banyak waktu untuk bereaksi. Namun, Mei Xiang tetap tenang—ia tahu bahwa panik hanya akan membuat situasi semakin buruk. "Kita harus bertindak cepat," bisik Mei Xiang dengan nada tegas, matanya tetap tertuju pada pria berjubah abu-abu itu. "Jika dia melepaskan serangan itu, kita tidak akan bisa bertahan." Li Zhen mengangguk, meskipun ia masih merasa takut. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan—senjata satu-satunya hanyalah sapu bambu tua yang tampak begitu rapuh dibandingkan dengan kekuatan magis yang dimiliki musuh mereka. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang mulai bangkit—sebuah keyakinan bahwa ia tidak bisa menyerah begitu saja. Ia adalah keturunan dewa naga, seperti yang

    Last Updated : 2025-02-05
  • Silsilah Naga Emas   9 - Langkah Terakhir Menuju Kebenaran

    Saat bola energi meluncur lurus ke arah Li Zhen, waktu seolah-olah melambat. Ia merasakan tubuhnya membeku, tak mampu bergerak meskipun otaknya berteriak untuk menghindar. Namun, tepat sebelum bola itu menyentuhnya, Mei Xiang melompat ke depan dengan kecepatan luar biasa, memotong bola energi itu dengan pedangnya hingga meledak menjadi cahaya terang yang menyilaukan. Ledakan itu membuat mereka terhempas beberapa langkah ke belakang, namun mereka masih hidup. "Kita tidak punya banyak waktu!" teriak Mei Xiang, suaranya nyaris hilang di antara gemuruh keras yang bergema di seluruh ruangan. "Kita harus bekerja sama!" Li Zhen mengangguk, mencoba menenangkan napasnya yang tersengal-sengal. Ia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk panik—mereka harus bertindak cepat jika ingin bertahan hidup. Dengan tangan gemetar, ia mengeluarkan manik-manik biru dari sakunya dan memandangnya dengan penuh harap. Apakah artefak ini benar-benar bisa membantu mereka? Ia tidak tahu, namun ia tidak punya pilihan l

    Last Updated : 2025-02-06
  • Silsilah Naga Emas   10 - Cahaya di Balik Refleksi

    Saat Li Zhen dan Mei Xiang merasakan tubuh mereka lenyap ke dalam cahaya yang menyilaukan, mereka tidak tahu apakah mereka sedang menuju kematian atau sesuatu yang lebih besar. Namun, ketika cahaya itu perlahan memudar, mereka menemukan diri mereka berada di tempat yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Mereka berdiri di tengah sebuah padang rumput luas yang tak terlihat batasnya, dengan langit biru cerah yang dipenuhi awan putih yang mengambang pelan. Udara di sini terasa hangat namun segar, seperti angin musim semi yang lembut. Li Zhen melihat sekeliling dengan bingung, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. "Di mana kita?" tanyanya dengan nada pelan, suaranya nyaris hilang di antara desiran angin. Mei Xiang tampak lebih tenang, matanya menyapu seluruh area dengan penuh perhatian. "Ini adalah dimensi lain," katanya akhirnya. "Tempat ini bukan bagian dari dunia yang kita kenal. Ini adalah wilayah di antara realitas—tempat di mana Silsilah Naga Emas mungkin disembunyikan."

    Last Updated : 2025-02-06
  • Silsilah Naga Emas   11 - Cahaya di Ujung Perjalanan

    Saat bola energi emas meluncur lurus ke arah Li Zhen dan Mei Xiang, waktu seolah-olah melambat. Li Zhen merasakan tubuhnya membeku, tak mampu bergerak meskipun otaknya berteriak untuk menghindar. Namun, tepat sebelum bola itu menyentuh mereka, cahaya biru dari manik-manik yang baru saja meledak tiba-tiba memantul kembali, menciptakan penghalang transparan yang melindungi mereka. Bola energi itu bertabrakan dengan penghalang, meledak menjadi cahaya terang yang menyilaukan. Ledakan itu membuat seluruh ruangan bergetar hebat. Tanah di bawah mereka mulai retak, dan dinding-dinding batu mulai runtuh. Makhluk raksasa yang menjaga tempat itu menggeram keras, suaranya bergema seperti guntur. "Kalian telah menggunakan kekuatan yang tidak kalian pahami," katanya dengan nada marah. "Namun, ini belum berakhir." Li Zhen dan Mei Xiang terhempas beberapa langkah ke belakang oleh gelombang kejut ledakan itu. Mereka jatuh berlutut, napas mereka tersengal-sengal karena kelelahan. Namun, mereka tahu b

    Last Updated : 2025-02-07
  • Silsilah Naga Emas   12 - Jejak Cahaya di Ujung Kegelapan

    Saat Li Zhen dan Mei Xiang merasakan tubuh mereka lenyap ke dalam cahaya yang menyilaukan, mereka tidak tahu apakah mereka sedang menuju kematian atau sesuatu yang lebih besar. Namun, ketika cahaya itu perlahan memudar, mereka menemukan diri mereka berada di tempat yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Mereka berdiri di tengah sebuah padang rumput luas yang tak terlihat batasnya, dengan langit biru cerah yang dipenuhi awan putih yang mengambang pelan. Udara di sini terasa hangat namun segar, seperti angin musim semi yang lembut. Li Zhen melihat sekeliling dengan bingung, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. "Di mana kita?" tanyanya dengan nada pelan, suaranya nyaris hilang di antara desiran angin. Mei Xiang tampak lebih tenang, matanya menyapu seluruh area dengan penuh perhatian. "Ini adalah dimensi lain," katanya akhirnya. "Tempat ini bukan bagian dari dunia yang kita kenal. Ini adalah wilayah di antara realitas—tempat di mana Silsilah Naga Emas mungkin disembunyikan."

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Silsilah Naga Emas   49 – Pencarian Setelah Pencurian

    Di balik kabut pagi yang tipis di Desa Songlin, suasana terasa sendu dan penuh beban. Setelah peristiwa pencurian gulungan pertama yang mengguncang, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali di sebuah pondok kecil yang telah lama menjadi tempat pertemuan rahasia mereka. Di dalam ruangan sempit yang dindingnya dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan, tersusun rapi tiga potongan Silsilah Naga Emas—meskipun kini salah satunya tak lagi utuh, dan bayang-bayang pengkhianatan masih menyelimuti hati mereka. Li Zhen duduk termenung di meja kayu tua. Tangannya masih bergetar ketika ia membuka buku catatan kecil yang telah ia tulis selama perjalanan. Suaranya serak namun penuh tekad saat ia membaca dengan lirih: “Setiap tetes keringat, setiap luka, adalah bukti bahwa kita telah menempuh jalan penuh pengorbanan. Artefak itu seharusnya menjadi kunci bagi harapan desaku, namun kini telah dicuri oleh tangan-tangan kotor yang bekerja untuk Tuan Muda Hua. Kehilangan ini buka

  • Silsilah Naga Emas   48 – Jejak yang Menghilang

    Di tengah kekosongan yang menyisakan duka dan amarah akibat pencurian gulungan pertama, suasana di Desa Songlin berubah drastis. Setelah peristiwa pengkhianatan yang mengguncang, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali di sebuah ruang pertemuan rahasia yang sederhana. Dinding-dinding kayu tua dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan, sementara lampu minyak yang redup menciptakan bayang-bayang yang seakan menyimpan rahasia masa lalu. Tiga potongan Silsilah Naga Emas yang telah mereka kumpulkan kini tersusun rapi di atas meja, namun kekosongan di bagian akhir naskah yang menyebut “pengorbanan jiwa” dan “darah suci” masih menghantui pikiran mereka. Li Zhen membuka buku catatan kecil dengan tangan gemetar. Suaranya pelan: “Setiap tetes keringat, setiap luka yang kita derita, adalah bagian dari takdir kita untuk mengembalikan harapan bagi desaku. Namun, pencurian gulungan itu telah memaksa kita untuk memulai pencarian baru. Kita harus tahu siapa yang berani mencur

  • Silsilah Naga Emas   47 – Langkah ke Pencarian Baru

    Di pagi yang kelabu, setelah kekacauan yang mengguncang pasca pencurian artefak pertama, Li Zhen duduk termenung di teras sebuah pondok kecil di pinggiran Desa Songlin. Udara pagi yang dingin membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang jatuh, seolah alam pun turut merasakan duka yang menyelimuti jiwa para pejuang. Di tangan Li Zhen, tersisa potongan-perpotongan gulungan yang kini menjadi saksi dari perjuangan dan pengorbanan; meskipun artefak itu telah hilang, kenangan tentang keberadaannya membakar tekadnya untuk melangkah ke babak baru. Li Zhen membuka buku catatan kecilnya yang lusuh dan membaca dengan suara serak, “Setiap tetes keringat yang kita keluarkan, setiap luka yang kita derita, adalah bagian dari takdir yang harus kita jalani. Artefak itu adalah kunci, bukan hanya bagi desaku, tapi bagi harapan seluruh rakyat. Jika dibiarkan jatuh ke tangan musuh, penderitaan akan berlanjut tanpa henti.” Ia menunduk, matanya berkaca karena amarah dan keputusasaan, lalu melanjutkan, “Kit

  • Silsilah Naga Emas   46 – Langkah Baru Pencarian

    Di pagi yang kelabu dan sepi, setelah segala kekacauan dan kegetiran yang menyertai peristiwa pencurian gulungan pertama, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali di sebuah rumah tua di pinggiran Desa Songlin. Rumah itu—tempat yang selama beberapa minggu terakhir menjadi pusat pertemuan rahasia dan strategi—menjadi saksi bisu dari tekad mereka yang semakin menguat. Di ruang sederhana yang dindingnya dipenuhi coretan peta, dokumen usang, dan catatan hasil penyelidikan, mereka duduk bersama dengan wajah serius. Di atas meja kayu besar, tersusun rapih tiga potongan Silsilah Naga Emas, meskipun salah satunya kini menjadi kenangan pahit karena pencurian yang mengguncang. Li Zhen memandangi gulungan yang tersisa, tangannya masih gemetar oleh amarah dan duka. Suara detak jam tua di sudut ruangan dan desiran angin yang menyelinap melalui celah jendela seolah menghitung setiap detik penderitaan yang telah mereka lalui. Dengan suara serak, ia membuka buku catatan kecil yang telah ia

  • Silsilah Naga Emas   45 – Pencarian di Balik Bayang

    Di tengah kekacauan yang menyisakan luka mendalam akibat pencurian gulungan pertama, suasana di Desa Songlin terasa berbeda. Setelah serangan itu, langit yang dulu cerah kini tampak mendung, seolah-olah alam pun turut merasakan duka dan amarah yang melanda. Li Zhen, yang masih terbayang wajah-wajah yang terluka dan desaku yang hancur, duduk termenung di sebuah pondok kecil di pinggiran desa. Di ruang yang sempit itu, dinding-dindingnya dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan, sementara lampu minyak yang redup menari di atas meja kayu tua, menciptakan bayang-bayang yang seakan menceritakan kisah penderitaan dan harapan. Li Zhen membuka sebuah buku catatan yang pernah ia tulis dengan susah payah. Tangan gemetar karena emosi, ia membaca dengan suara serak: "Gulungan pertama adalah kunci awal yang membuka jalan ke Silsilah Naga Emas. Jika artefak itu jatuh ke tangan yang salah, maka penderitaan dan kezaliman akan merajalela. Kita harus mencari

  • Silsilah Naga Emas   44 – Jejak Terpendam

    Di pagi yang kelabu tanpa embun menyambut, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian bersiap meninggalkan persembunyian rahasia mereka di pinggiran Desa Songlin. Setelah kejadian pengkhianatan yang mengguncang—di mana artefak gulungan pertama dicuri oleh sekelompok pembunuh bayaran yang bekerja untuk seorang bangsawan korup—tiga pejuang itu kini harus memulai pencarian baru untuk mengungkap jejak yang tersisa. Di ruang persembunyian kecil yang terbuat dari kayu tua dan bata, dinding-dindingnya masih dipenuhi coretan peta dan catatan hasil penyelidikan. Di atas meja besar yang lapuk, tersusun rapi tiga potongan Silsilah Naga Emas yang telah mereka kumpulkan, meski salah satunya kini hilang dalam peristiwa pengkhianatan. Kode rahasia pada gulungan yang tersisa—dengan kalimat yang terputus di bagian akhir yang menyebut “pengorbanan jiwa” dan “darah suci”—masih menjadi misteri yang menggantung, seolah mengancam nasib perjuangan mereka. Dalam keheningan yang mencekam, Li Zhen membuka sebuah buku

  • Silsilah Naga Emas   43 – Awal Pencarian Baru

    Di bawah langit malam yang kelam, di tengah heningnya jalan setapak yang berliku di pinggiran Desa Songlin, Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian berkumpul kembali dalam suasana penuh duka dan tekad. Kejadian yang mengguncang baru saja terjadi: gulungan pertama, artefak kuno yang selama ini dipercaya menyimpan rahasia Silsilah Naga Emas, dicuri secara tiba-tiba oleh sekelompok pembunuh bayaran. Pencurian itu bukan hanya mencederai rasa aman, tetapi juga menggugah emosi serta mengungkap pengkhianatan yang menyayat hati. Kini, tatapan tegas dan bibir yang terkatup rapat menjadi saksi bahwa mereka harus segera memulai pencarian baru—pencarian yang akan membawa mereka menelusuri jejak-jejak yang hilang, membuka rahasia di balik bayang-bayang kekuasaan, dan menuntaskan tugas mulia untuk mengembalikan harapan bagi desanya. Di sebuah pondok kecil di pinggiran desa, yang menjadi tempat persembunyian sementara mereka, Li Zhen duduk termenung di sudut ruangan. Di tangannya, ia masih menggenggam er

  • Silsilah Naga Emas   42 – Jejak Pengorbanan

    di sebuah sudut pedesaan di pinggiran Kota Xiping, perjalanan Li Zhen, Mei Xiang, dan Wang Jian memasuki fase baru yang penuh dengan kepedihan dan tekad. Setelah pengkhianatan yang mengguncang di Bab 41, di mana artefak pertama yang mereka percayai sebagai kunci Silsilah Naga Emas dicuri oleh sekelompok pembunuh bayaran yang bekerja untuk seorang bangsawan korup, kini mereka harus menapaki jejak yang lebih sulit. Tak hanya untuk merebut kembali artefak yang hilang, tetapi juga untuk mengungkap rahasia yang terkubur di balik kode-kode kuno dan peringatan yang pernah mereka terima. Di ruang persembunyian rahasia yang terletak di sebuah bangunan tua di pinggiran Kota Xiping, lampu minyak yang redup menerangi dinding-dinding kayu usang. Meja kayu besar yang penuh dengan peta, dokumen, dan catatan terjemahan dari Li Fu masih terhampar, seolah menjadi saksi bisu perjuangan mereka. Tiga potongan Silsilah Naga Emas kini tersusun rapi di atas meja, namun masih ada kekosongan d

  • Silsilah Naga Emas   41 – Pencarian Setelah Pengkhianatan

    Di tengah-tengah perjalanan awal yang penuh gejolak, ketika langit senja mulai memudar menjadi kelam dan bayang-bayang malam mulai menguasai jalan setapak di pedesaan, Li Zhen bersama Mei Xiang dan Wang Jian terhenti sejenak di sebuah jalan setapak di luar sebuah desa kecil. Mereka baru saja mengalami peristiwa yang mengguncang jiwa: gulungan pertama, artefak kuno yang selama ini menjadi kunci bagi rahasia “Silsilah Naga Emas,” telah dicuri secara tiba-tiba. Kecurigaan pun segera melanda, dan kebenaran pahit mulai tersingkap—pencuri itu bukanlah orang biasa, melainkan sekelompok pembunuh bayaran yang bekerja untuk salah satu bangsawan korup yang berusaha memanfaatkan artefak tersebut demi kekuasaan pribadinya.Dalam keheningan malam yang semakin pekat, Li Zhen menatap ke arah gulungan yang kini hilang, wajahnya menggambarkan campuran kemarahan dan keputusasaan. “Kita harus mencari tahu siapa yang berani mencuri artefak itu dan mengapa,” ujarnya dengan suara serak, seolah menahan amara

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status