"Aku lagi di jalan baru mau berangkat ke butik kayak biasa, Mas. Ini Mas Radit dimana?" jawab Anita berbohong di telepon.Agus yang mendengarkan hanya menggeleng geli menatap majikannya yang jago bohong. Penampilan masih muka bantal, tanpa pakaian dalam, mantel kamarnya pun merosot dari pundaknya, bisa-bisanya bilang lagi di jalan. Diam-diam dia gemas ingin bergulat lagi dengan majikannya yang seksi sekali itu."Nita Sayang, Mas masih dua hari di Jepara. Maaf ya pulangnya molor, masih ada tugas kantor buat keliling di sini," ujar Radit sama bohongnya dengan istrinya. Padahal kedua bawahannya sudah pulang ke Jakarta kemarin sore meninggalkan bapak kepala dinas dan mahasiswi magangnya di Jepara.Sheila berbaring di sisinya membelai sesuatu yang mudah tegang di tubuh pria itu. Tangan Radit mencekal tangan wanita muda itu karena ia nyaris mendesah saat menelepon istrinya. "Ehh sudah dulu ya, Nit. Sampai ketemu besok lusa di rumah. Bye!" ucap Radit buru-buru lalu mematikan panggilan telep
Pukul 16.00 WIB, pria ganteng berpenampilan necis itu menjemput Anita ke butik Starlight Venus. Pramuniaga butik milik wanita itu berbisik-bisik menatap Agus dengan penuh kekaguman. "Reni, Desy, Mira, aku pulang duluan ya!" pamit Anita pada ketiga karyawatinya yang menjaga butiknya lalu menggandeng lengan Agus yang kekar terbalut setelan jas mahal yang dia belikan kemarin.Dengan mesra wanita itu bergelanyut manja pada Agus sembari berjalan menuju ke bioskop yang ada di lantai teratas mall itu. Sedangkan, Agus menanggapi dengan sopan kemanjaan majikannya kepadanya. Sebagian dirinya merasa bangga karena wanita yang dia gandeng itu cantik sekali seperti artis. Bodinya mirip gitar Spanyol, rambutnya panjang hitam legam bergelombang, hidungnya mancung, bibirnya ranum, kulitnya putih susu begitu mulus."Mas, aku mau beli camilan dulu sebelum masuk ke studio 3," pinta Anita."Baik, Mbak. Silakan saja," sahut Agus menemani wanita itu mengantre di stand yang menjual popcorn dan aneka makana
"Mama pulang duluan ya, Nit! Ingat pesan Mama tadi ya?!" pamit Nyonya Laksmi kepada puterinya lalu mengecup pipi Anita kanan kiri sebelum ia melenggang ke arah lift.Kemudian Anita pun berkata kepada Agus yang duduk di meja sebelahnya, "Mas Sayang, kita pulang juga yuk!" "Siap, Mbak!" sahut Agus dengan sigap berdiri mempersilakan majikannya berjalan duluan. Dia paham bahwa ibunya Anita tadi sudah berpesan A sampai Z kepada puterinya agar tidak dekat-dekat dengan sopir.Anita pun sadar bahwa di ruang publik sangatlah berbahaya mengumbar kemesraan dengan pria simpanannya yang lugu dan gemesin itu. Dia harus main cantik mulai sekarang!Sesampainya di dalam mobil, Agus menyalakan mesin mobil lalu mengemudikannya dengan hati-hati menuju ke rumah Anita. Dia hanya terdiam tak berani berbicara apapun."Mas, kamu nggak marah 'kan sama aku karena ucapan mamaku tadi?" tanya Anita menggeser arah duduknya menghadap Agus yang sedang memerhatikan jalan raya di depannya."Nggak kok, Mbak. Saya malah
Lembutnya kulit wanita itu membuat Agus sangat bergairah malam ini. Cantik dan wangi begitu sensual tubuh Anita membuatnya ingin terus menyentuhnya dengan hidung dan bibirnya.Lingerie merah itu hanya sekadar pembungkus sementara, tidak sampai 5 menit sudah meluncur meninggalkan tubuh Anita. Sesuai dugaannya pria dari Bojonegoro itu mendadak ganas di atas ranjang. Agus meraup buah dadanya lalu meremas-remasnya dan melumatinya dengan kelaparan hingga puncaknya terasa sedikit perih sekaligus enak.Tangan Anita dengan lincah melucuti kaos dan celana kolor warna hitam dari tubuh sopirnya yang kekar berotot padat itu. Tubuhnya sangat jantan dan membuat pikiran Anita travelling begitu jauh."Sentuh aku, Mas ...," desahnya tak sabar lagi untuk menyatukan gairah yang meletup-letup dalam dirinya.Ucapan wanita itu seolah menyiram bensin ke api yang tengah berkobar. Tanpa ragu lagi Agus membenamkan wajahnya di antara pangkal paha Anita mencicipi cairan terlarang yang efeknya menaikkan birahinya
Saat suara burung pipit berkicauan dan sinar mentari pagi menerobos kaca jendela yang tak tertutup tirai, wanita cantik yang tergolek tanpa pakaian di bawah selimut itu membuka perlahan kelopak matanya yang masih terasa berat."Hoamph ... Mas ...," desahnya sembari meraba sisi ranjangnya yang kosong. Dia pun menyadari pria semalam yang membuainya di pelukan telah meninggalkannya sendirian. Anita terduduk di tepi ranjangnya dan menyadari dirinya tak mengenakan pakaian lalu segera berjalan ke kamar mandi. Semalam pria itu memandikannya sebentar untuk menghilangkan keringat dan bau tak sedap pasca pergumulan panas mereka.Dia mandi pagi sembari tersenyum sendiri mengingat setiap sentuhan Agus yang begitu merasuk ke dalam sukmanya. Pemuda asal kampung Jawa Timur itu membuatnya baper dan agak mulai bucin. Selain wajahnya guanteng, tenaganya juga setrong, kalau diukur dengan skala Richter ... efek gempa lokal bisa mencapai 9.9, Anita cekikikan memikirkannya.Seusai mandi, ia berpakaian den
Pertanyaan papanya sejenak membuat Anita lemas, dia salah tingkah di hadapan pria yang paling mengenal dirinya sejak ia bayi. 'Apa aku sudah bosan dengan Radit?' batinnya galau."Ehh ... nggak kok, Pa. Kok tanya begitu sih ke Nita?" kelit Anita dengan lincah. Dia melirik ke arah Agus yang lebih tertarik memandangi kolam renang di samping rumah yang biru cemerlang tertimpa sinar mentari sore.Mereka bertiga pun duduk berbincang di sofa ruang keluarga."Mama lagi pergi kemana, Pa?" tanya Anita kepada papanya yang mulai menyulut batang rokok yang baru dengan korek api.Pak Subroto mengisap dalam-dalam rokok Djarum Super favoritnya sejak masih muda lalu mengepulkan asapnya. "Biasa, arisan emak-emak rempong. Hehehe," jawab pria itu dengan ringan sembari terkekeh.Anita terkikik mendengar jawaban papanya, mereka berdua memang lebih satu aliran yaitu paling tidak suka yang ribet-ribet, berbeda dengan mamanya yang lebih mementingkan gengsi pergaulan sosial papan atas yang memboroskan waktu, u
"Oohh ... Masss ...," lenguhan panjang meluncur sekali lagi dari bibir wanita yang tergolek tak berdaya di atas ranjang yang seperti terkena gempa bumi. Sementara sang pejantan tangguh seolah pantang kendor dengan perjuangannya mereguk sebuah kenikmatan duniawi yang nyaris tergapai itu. Tatapan matanya jatuh ke sosok indah yang terbaring polos di bawah tubuh perkasanya, panas dan menggoyahkan imannya kala mereka berbagi gairah yang tak kunjung padam.Bunyi bibir yang saling beradu terdengar di keheningan malam seiring hentakan pinggul yang mengantarkan hasrat yang kuat dari seorang pria atas sesosok wanita bertubuh lembut dan hangat yang tengah ia rengkuh. Hingga rasa puas itu meledak dalam diri mereka yang berpadu mesra. Tubuh Agus dan Anita bermandikan peluh usai pergulatan panas mereka di atas peraduan.Sejenak Anita rebah di dekapan pria simpanannya, meresapi rasa manis dan hangat yang masih terasa pekat di tubuhnya. Sejujurnya rasa suka itu tak terelakkan baginya, betapa berbeda
Anita melepas kepergian suaminya ke kantor dengan lambaian tangan di teras depan rumah megahnya. Radit membalas dengan kiss bye dari dalam mobil Fortunernya yang dibuka kaca jendelanya. "Bye, Nita Sayang!" ucap Radit.Sebersit senyum sendu terpulas di wajah cantik itu, dia menghela napas dalam-dalam lalu masuk ke dalam rumah mencari sopirnya untuk mengantarnya berangkat kerja juga."Mas, ayo kita berangkat sekarang!" seru Anita dari kejauhan kepada Agus yang duduk di kursi teras depan kamarnya bersama beberapa karyawan lainnya."Pamit duluan ya, Pak, Mas," ujar Agus seraya bangkit berdiri dari tempat duduknya lalu bergegas menuju garasi mobil. Dia menjinjing sebuah tas berisi kaos olahraga, celana pendek, handuk, serta sepatu sepak bola.Anita menanyainya dan teringat bahwa kemarin papanya memang meminta sobatnya yang orang Batak itu untuk melatih Agus bermain bola."Mbak Anita hari ini nggak ada rencana pergi keluar siang 'kan? Saya janjian dengan Pak Rinto di lapangan bola jam 11 so