Home / Thriller / Simpanan Mafia Kejam / Jebakan sang mafia

Share

Jebakan sang mafia

Author: Bulandari f
last update Last Updated: 2024-06-27 16:32:57

Bab 6

Brian jadi tidak begitu semangat hari ini, setelah dia tahu apa yang terjadi dengan Kinanti, hampir saja Kinanti menjadi korban perdagangan manusia. Di jual untuk menjadi wanita penghibur. Sedikit saja Brian terlambat, entah apa yang terjadi pada Kinanti.

Memikirkan itu semua membuat Brian sangat emosional, beberapa anak buahnya menjadi sasaran kemarahannya. "Bodoh, bodoh-bodohhhh! Kalian sangat bodoh sekali!"

Pletak

Plakkkk.

Bug

Bedebug

Ada yang kepalanya didorong dengan tangan Brian, ada pula yang mendapat tamparan, pukulan dan tendangan yang cukup keras. Sampai-sampai pria yang merupakan anak buah Brian itu tersungkur ke belakang.

"Maafkan kami, Bos," ujar seorang anak buah.

Yang mereka takutkan kini, mereka takut kalau tiba-tiba Brian mengeluarkan pistolnya dan menembaki para anak buahnya. Mereka tahu seberapa gilanya Brian kalau sudah marah, tidak akan ada yang bisa mengendalikan emosi Brian.

Dalam hati mereka berdoa untuk keselamatan mereka, "Aku belum mau mati Tuhan, tolong selamatkan aku."

Jangan tanyakan tatapan sangar mata Brian yang mengisyaratkan dia teramat sangat emosi kini, hingga tidak ada satupun diantara mereka yang berani menatap Brian.

Terkecuali mengeluarkan kata-kata, "Maafkan kami, Bos."

"Kalian bodoh, kalian semua tidak becus bekerja. Otak kalian gak ada, coba aku terlambat datang, Kinanti pasti akan kalian serahkan ke pria mata keranjang, iya kan!?"

"Maafkan kami, Bos."

Beruntung Marco datang tepat waktu, saat Brian kepikiran dengan pistol yang ia simpan di dekat pinggangnya, dengan cepat Marco berkata, "Brian, kamu jangan bodoh. Seharusnya kamu berterima kasih pada mereka. Karena mereka sudah membawa Kinanti ke hadapanmu, itu artinya kamu tidak perlu mencari keberadaan Kinanti lagi, Brian."

"Apa katamu Marco, berterima kasih pada mereka? Apa kamu tahu kesalahan apa yang sudah mereka lakukan Marco? Mereka ingin menjual Kinanti, Marco! Apa menurutmu aku masih harus berterima kasih pada mereka, Marco?"

"Bukankah kamu akan melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum mereka dibawa, Brian? Kamu beruntung karena Kinanti langsung kabur, kalau tidak Kinanti akan sangat marah dan tidak menyukaimu, Brian. Kamu lupa siapa wanita yang sedang ingin kamu dekati ini, Brian?"

Lama Brian terdiam, bahkan Brian sempat membayangkan Kinanti ada di hadapannya kini, dan Kinanti tahu kalau Brian lah bos dari para bajingan yang hendak menjualnya. Di situ Kinanti langsung marah dan menampar pipi Brian.

Membayangkannya saja membuat bulu kuduk Brian merinding, dan seketika Brian setuju dengan ucapan Marco barusan. Tanpa membuang waktu Brian berkata, "Apa yang harus aku lakukan kini, Marco?"

"Kamu harus mendekatinya tapi jangan sebagai Brian, itupun kalau kamu setuju Brian."

Brian tidak begitu paham dengan ucapan Marco, bagaimana caranya mendekati Kinanti. Kalau Kinanti nya saja selalu menghindar dan menjauh dari Brian.

Brian masih ingat dengan malam pertama dia mengenal Kinanti, saat itu di sebuah pesta sahabatnya, Kinanti ikut hadir untuk memenuhi undangan sahabat dekatnya, dan kebetulan pacar dari sahabatnya itu merupakan teman akrab Brian.

Di situ Kinanti tanpa sengaja menumpahkan minuman ke jas yang dipakai oleh Brian, bukannya marah justru Brian terpaku melihat kecantikan Kinanti dari dekat. Saat tangan Kinanti refleks mengalap jas yang dipakai oleh Brian. "Maafkan atas keteledoran ku, akan aku bersihkan sampai kering."

Brian yang terbawa perasaan menangkap tangan Kinanti dan langsung menciumnya, tapi sebuah jawaban yang mengejutkan di dapat oleh Brian, yaitu Kinanti yang tiba-tiba menampar pipi Brian dengan cukup keras.

Plakkkk

"Anda jangan kurang ajar yah!" kata Kinanti sambil menunjuk ke Brian.

Semua yang ada di tempat itu tercengang dengan keberanian Kinanti, pasalnya tidak ada satu wanita pun yang bisa menolak Brian.

Ibarat kata nih, kalau Brian menginginkan istri dari pria lain, maka pria itu harus menyerahkan istrinya untuk disetubuhi oleh Brian. Sebegitu bejatnya hidup Brian yang tidak peduli sekalipun wanita itu memiliki pasangan.

Brian tidak sungkan-sungkan memperkosa wanita di hadapan suaminya, memperkosa seorang anak di hadapan ibunya dan memperkosa wanita di hadapan kekasihnya. Semua itu sudah pernah Brian lakukan, tapi sampai kini tidak ada yang berani mengutuk perbuatan bejat dari Brian.

Baru Kinanti wanita pertama yang berani menolak pesona Brian, sekalipun Kinanti tahu kalau Brian itu pria yang kaya raya dan tampan, tapi bagi Kinanti semua itu tidak berlaku. Jadi wajar kalau hati Brian tersentuh pada Kinanti.

Brian juga tidak ada pilihan lain selain mengikuti saran dari Marco, karena Brian tidak ahli dalam hal percintaan. Brian bukan sosok pria yang romantis dan baik, tapi Brian sosok pria yang kejam dan sangat ditakuti. Jadi wajar kalau Kinanti tidak tertarik pada Brian.

Setelah mempertimbangkan ucapan Marco, maka Brian pun berkata, "Apa yang harus aku lakukan sekarang, Marco? Aku ingin Kinanti mau menerimaku."

"Tidak banyak Brian, tapi sebelum membuat Kinanti terpikat padamu. Ada baiknya kamu harus membuat Kinanti nyaman terlebih dahulu denganmu. Kamu harus belajar memahaminya dulu, setelah itu buat dia menerimamu Brian. Caranya …." Marco melanjutkan ucapannya dengan membisikkan sesuatu di telinga Brian, dan di situ Brian mengangguk setuju dengan rencana Marco.

Kira-kira apa rencana Marco dengan Brian yah?

Kembali pada Kinanti.

"Ahhhh huft, capek … hahhhh, aku sangat lelah. Aku kemana lagi? Apa mereka masih mengejarku?" Kinanti menoleh ke arah belakang, dia tidak mendapati siapapun yang berlari mengejarnya, melihat hal itu membuat Kinanti tersenyum dan berkata, "Syukurlah, aku sudah aman." Tidak ketinggalan tangan Kinanti yang mengipas-ngipas badannya yang terasa panas, dia begitu lelah dan bercampur haus.

Sudah sedari tadi dia berlari demi menghindari kejaran para anak buah bandit itu, tapi setidaknya perasaan Kinanti jadi tenang. Setelah dia tahu kalau sekarang tidak ada lagi yang mengejarnya.

"Aku istirahat dulu, capek," kata Kinanti.

Kinanti melihat kursi kosong yang berada di dekat halte, membuatnya memilih berjalan ke arah kursi itu. Di situ Kinanti menghilangkan penat, walaupun rasa haus masih membakar tenggorokannya kini.

"Aku tidak ada lagi uang, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Apa ada air?"

Mata Kinanti sibuk mencari pancuran air, kali-kali ada dan dia ingin mempergunakannya untuk minum, tapi sayangnya tidak ada. Hanya ada terik matahari panas yang semakin membuatnya tambah haus. Jangan tanyakan soal perutnya yang kelaparan, entah sudah berapa hari Kinanti tidak merasakan nikmatnya makanan. Terakhir seingat Kinanti dia hanya memakan makanan dari pesawat yang disediakan para bandit.

Setelah itu Kinanti tidak ada makan apapun, jadi wajar jika perut Kinanti juga terasa sangat lapar.

Di kejauhan anak buah Brian mengawasi Kinanti, bahkan mengirimkan video Kinanti yang tengah duduk ke Brian, sampai-sampai Brian berkata, "Aku akan segera kesana, pastikan dia jangan pergi dulu."

Kinanti tidak sadar kalau dia sedang diawasi, yang Kinanti tahu dia aman kini. Sampai-sampai Kinanti sempat menyandarkan punggung badannya untuk bersandar.

"Aku kemana kini? Setidaknya aku harus mencari pekerjaan agar aku bisa bertahan hidup di sini, tapi aku kerja apa?" gumamnya, dan tidak berselang lama seorang pria dengan tampilan sederhana duduk di sebelah Kinanti.

Pria itu sedang berbicara dengan seseorang lewat sambungan teleponnya sambil berkata, "Apa, kamu menemukan pekerjaan untukku? Hah, Alhamdulillah. Aku sangat senang mendengarnya. Tapi mereka butuh dua orang? Cewek pun gak apa, tapi kenapa tidak aku saja. Aku janji akan bekerja dengan baik. Karena pekerjaan ini sangat berarti untukku. Baiklah, akan aku coba cari orang yang mau bekerja. Tapi aku cari kemana? Aku tidak punya kenalan di sini. Iya nanti aku usahakan. Baiklah, kalau sudah ada nanti aku kabari secepatnya. Terima kasih." Pria itu mengakhiri panggilannya, dan mulutnya tidak henti-hentinya bergumam dengan berkata, "Di mana aku cari orang yang mau bekerja? Aku baru di sini dan belum punya kenalan, bagaimana ini? Tapi kalau satu orang mereka tidak mau menerimanya. Bagaimana dong?"

Pria itu memasang ekspresi wajahnya yang frustasi, dia mampu meyakinkan Kinanti kalau dia sedang pusing sekarang. Hingga Kinanti memberanikan diri dengan berkata, "Apa tempat Anda melamar pekerjaan sedang membutuhkan tambahan orang?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 106

    Bab 106Membangun Perang OpiniMalam semakin larut, tapi Brian belum juga beranjak dari kursinya. Ruangan markas itu dipenuhi dengan cahaya dari layar komputer yang terus menampilkan rekaman siaran langsung. Media sudah mulai meliput demonstrasi besar-besaran yang terjadi di depan rumah Jenderal Harjo. Ribuan orang berkumpul, membawa spanduk dan meneriakkan tuntutan agar keadilan ditegakkan. Telepon di meja Brian kembali berdering, memecah konsentrasinya. Kali ini panggilan dari Papanya Frans. Brian langsung menjawab, menduga kabar penting yang akan disampaikan. "Brian,"suara Frans terdengar dalam dan serius, "Papa baru saja dapat kabar. Kamu tahu apa yang terjadi sekarang?"Brian menghela napas, tangannya mengusap dagunya yang mulai ditumbuhi janggut tipis. "Apa itu, Pa?""Kepolisian sedang kacau. Kantor mereka penuh massa dan wartawan. Orang-orang marah, Brian. Mereka menuntut agar ada instansi lain yang turun tangan. Katanya, polisi sudah tidak bisa dipercaya lagi. Semua ini kar

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 105

    Bab 105Serangan BalikSuara telepon yang berdering memecah keheningan malam di markas Brian. Dia meraih telepon itu dengan cepat, menduga ada sesuatu yang mendesak. Begitu diangkat, terdengar suara panik dari salah satu anak buahnya.“Bos, kami baru saja mendapat kabar dari informan kalau besok akan ada penggerebekan besar-besaran di markas kita yang ada di pinggiran kota. Yang memerintahkannya adalah Jenderal baru,” lapor suara di telepon, terengah-engah.Brian terdiam sejenak, matanya menyipit mendengar kabar tersebut. Biasanya, dia selalu mendapat informasi sebelumnya jika akan ada operasi besar dari pihak kepolisian atau militer. Jenderal yang lama selalu memberi sinyal pada Brian, namun sejak jenderal itu digantikan, situasinya berubah total. Jenderal baru tampaknya tidak hanya lebih tertib dalam menjalankan hukum, tapi juga memasang pengawasan ketat di semua lini.Brian menutup telepon dengan cepat dan menoleh ke arah Marco yang sedang duduk di kursi di depannya. “Marco, kita d

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 104

    Bab 104Rencana BerbahayaMalam semakin larut di dalam kamar hotel, dan Brian merasakan ketegangan yang meliputi ruang itu. Setelah pertemuan dengan Victor, pikirannya berputar, mempertimbangkan setiap kemungkinan langkah yang harus diambil. “Kita harus bergerak cepat, Marco,” katanya, menatap sahabatnya dengan serius. “Waktu tidak berpihak pada kita.”Marco mengangguk, tetapi ekspresinya menunjukkan keraguan. “Brian, aku punya ide. Bagaimana kalau kita melibatkan Kinanti dalam rencana ini?”Brian langsung tertegun, matanya melebar penuh kemarahan. “Apa? Kamu ingin aku mematahkan lehermu, Marco? Itu ide yang gila!”Marco menatap Brian dengan kaget. “Tenang, Brian! Aku hanya berpikir kalau Kinanti punya karakter yang tepat untuk mendekati sang jenderal.”“Jenderal itu adalah monster,” Brian menjawab tegas. “Dia sudah menghancurkan hidupku. Mengapa kamu ingin melibatkan Kinanti? Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!”“Karena dia sosok yang baik dan lembut. Sang jenderal menyukai w

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 103:Misi yang berbahaya

    Bab 103 Misi yang berbahaya Di sebuah hotel mewah, Brian duduk di depan meja rapat besar bersama Marco. Pemandangan kota yang gemerlap di luar jendela tampak kontras dengan suasana serius yang meliputi ruangan itu. Di hadapan mereka, seorang pria bersetelan rapi duduk dengan tenang, tatapannya penuh perhitungan. Pria itu adalah klien baru mereka, seorang pengusaha yang terhubung dengan pihak yang ingin menggulingkan sang Jenderal. Namanya Victor, dan ia adalah kunci dari semua rencana mereka. Brian menatap Victor dengan tajam. "Jadi, apa yang kamu inginkan dari kami?" tanyanya dengan nada datar, meskipun dalam hatinya sudah dipenuhi oleh api balas dendam. Victor menyandarkan diri ke kursinya, mengangkat alis dengan tenang. "Yang saya inginkan adalah kekacauan. Jenderal itu terlalu kuat. Selama dia memegang kendali, bisnis kami sulit bergerak. Kami butuh seseorang untuk menyingkirkannya, bukan secara langsung, tapi dengan menghancurkan keluarganya, reputasinya. Jika dia runtuh, kami

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 102: Keresahan Kinanti

    Bab 102Keresahan KInantiKinanti duduk di tepi ranjang, memandangi ponselnya yang sunyi tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Sudah tiga hari berlalu sejak Brian pergi bersama Marco. Tiga hari tanpa kabar, tanpa pesan, tanpa suara yang bisa menenangkan hatinya. Jantungnya berdegup cepat setiap kali pikirannya melayang ke arah terburuk. Apa yang terjadi pada Brian? Kenapa sampai sekarang dia belum memberi kabar?Dengan tangan gemetar, Kinanti memeriksa ponselnya lagi, berharap ada pesan yang masuk. Namun, layar tetap kosong. Hampa. Seperti hatinya. Kinanti menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun kegelisahan terus menghantamnya. Ia tahu, hidup bersama Brian berarti harus menerima risiko besar, tapi perasaan takut kehilangan tetap tak bisa ia kesampingkan.Sarah, yang duduk di kursi dekat jendela, memerhatikan Kinanti sejak tadi. Ia bisa melihat kecemasan yang menggantung di wajah Kinanti. "Kinanti, sabar ya. Brian dan Marco pasti sedang sibuk. Mereka mungkin belum sempat m

  • Simpanan Mafia Kejam    Bab 101

    Bab 101Ketakutan KinantiDi dalam mobil yang melaju cepat meninggalkan rumah mereka, suasana terasa tegang dan berat. Hujan mulai turun, mengguyur kaca mobil dengan deras, menambah kelam suasana. Brian duduk di kursi belakang, mengapit tangan Kinanti yang gemetar. Tapi ia tahu, bukan karena cuaca Kinanti seperti itu.Kinanti duduk diam di sebelahnya, namun air mata mulai mengalir di pipinya. Meskipun dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, tangisnya tidak bisa lagi ditahan. Di depan, Sarah dan Marco saling bertukar pandang, tak ingin mengganggu momen itu, tapi jelas mereka merasa ketegangan yang memenuhi mobil.Brian, yang sejak tadi hanya menatap ke luar jendela, akhirnya menyadari getar di tangan istrinya. “Kinanti, kamu kenapa? Apa yang membuat kamu menangis?” tanyanya lembut, meskipun ia tahu jawabannya sudah jelas.Kinanti menundukkan kepala, air matanya makin deras. “Ini yang aku takutkan, Brian,” katanya dengan suara serak, suaranya penuh ketakutan dan rasa frustasi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status