“Ya udah, lanjutin kegiatan bareng teman-temanmu di perpustakan. Lain kali aku telpon lagi dan sampaikan salamku sama Ayah dan Ibu,” ujar Roy.“Baik Kak.” obrolan dan panggilan melalui sambungan ponsel itu pun diakhiri.Sebuah pesawat dari Singapura mendarat di Bandara Soekarno Hatta, setelah turun seorang pria berpakaian rapi ala pebisnis langsung naik ke mobil mewah jenis Alphard. Kurang lebih 1 jam kemudian mobil mewah yang naiki pria itu tiba di halaman sebuah rumah mewah, si supir nampak buru-buru turun dan setelah membuka pintu mobil bagian tengah di mana pria itu duduk supir itupun membuka bagasi belakang mengambil barang-barang bawaan lalu membawanya ke dalam rumah mewah itu.Seorang wanita paruh baya nampak berjalan tergesa-gesa menyongsong pria yang baru saja masuk ke dalam rumah mewah itu, setelah berhadap-hadapan wanita paruh baya itupun memberi hormat.“Selamat datang Tuan,” ucapnya, pria berpakaian rapi itupun tersenyum.“Cindy di rumah, Bi?” tanya pria yang dipanggil T
Seperti biasa hampir setiap hari minggu atau hari libur kerja Cindy kumpul bareng teman-temannya yang tergabung dalam genk Tante-tante sosialita, acara kumpul bareng itu tentu saja di tempat yang mewah baik itu di restoran maupun cafe dan juga ruangan hotel yang menyediakan tempat untuk pertemuan.Jika dua pertemuan terakhir mereka di restoran dan cafe mewah, kali ini di ruangan hotel yang berbintang.“Apa kabar Jeng Cindy?” sapa salah satu temannya yang tergabung dalam genk Tante-tante sosialita itu.“Baik, kamu sendiri gimana Jeng Clara? Bisnis lancarkan?” sapa balik Cindy diiringi senyum ramahnya.“Ya begitulah, nggak bisa dibayangkan jika hari libur ini nggak kita nikmati dengan kumpul bareng seperti ini. Dalam seminggu sibuk di kantor, kemudian di rumah selalu bete dan bosan karena nggak ada perubahan sedikitpun suasananya,” jawab Clara.“Suamimu masih sibuk dengan pekerjaannya di luar negeri?” kembali Cindy bertanya.Terdengar tarik napas berat Clara “ Huuuuuf, terlalu sibuk mal
Cindy tak sempat turun dari mobilnya karena begitu ia tiba di depan kos-kosan Roy, Roy langsung menghampiri dan naik ke mobil mewah itu.“Kamu bisa nyetir Roy?” tanya Cindy saat mobil yang ia kemudikan sudah cukup jauh meninggalkan kos-kosan Roy.“Belum Tante,” jawab Roy diiringi senyumnya.“Kalau motor gimana?” tanya Cindy lagi.“Kalau motor aku bisa, Tante. Meskipun di desa aku nggak punya motor, tapi aku pernah belajar dan jalan bareng teman-teman,” jawab Roy lagi, Cindy nampak manggut-manggut saja.Tak terasa saat berkeliling Kota Jakarta, tadinya sore kini malam telah menjelang. Cindy merasa heran kenapa berjam-jam bersama Roy tak membuatnya bosan, justru sebaliknya ia merasa happy.Atau mungkin karena Roy sangat menyenangkan diajak ngobrol dengan sesekali bergurau? Atau karena sesuatu yang membuat Cindy betah berlama-lama bersamanya?Mobil sedan mewah yang dikemudikan Cindy sekarang berhenti di sebuah restoran, setelah memarkirkan di tempat parkir yang disediakan ia dan Roy pun
Karena tak ingin tampak tegang dan membuat Cindy malu, Roy berupaya untuk menyesuaikan diri. Tangan Roy digandeng hingga ke sebuah meja yang di sana terdapat kursi sofa, Roy pun ikut duduk di sana berbarengan wanita yang sejatinya merupakan atasannya di kantor itu.Cindy yang tahu Roy pasti tak pernah masuk ke dalam night club, maka dia yang mengambil peranan mulai dari membuka botol yang berisi minuman di atas meja hingga menuangkannya ke dalam gelas yang juga tersedia di atas meja itu.“Mari Roy, kita bersulang!” ajak Cindy, Roy pun mengangguk.Setelah mentos gelas yang telah berisi minuman mahal itu di tangan mereka, mereka pun meneguknya. Tentu saja Roy kembali merasa asing akan hal yang tak pernah ia lakukan termasuk meminum minuman botol yang dituangkan Cindy ke dalam gelas di tangannya itu, di samping rasanya baru kali pertama ia rasakan minuman itu juga mengandung alkohol meskipun dalam kadar rendah.“Cukup Tante, jangan tambah lagi!” pinta Roy ketika Cindy untuk kesekian kali
Ruangan kamar VIP yang dipesan Cindy memang luas dan tentu saja mewah kesannya, jangankan untuk dua orang untuk 3 pasangan sekaliguspun kamar itu masih memadai.Masalahnya di sini Roy tak menyangka jika Cindy hanya memesan satu kamar saja di hotel mewah itu, sementara Roy tentu saja merasa tak karuan dan tak tahu harus berkata maupun bertanya apa pada atasannya di kantor perusahaan itu.Dengan sungkan Roy yang diajak masuk ke kamar itu oleh Cindy mengekor di belakang, karena tak tahu harus bersikap apa Roy pun hanya mengitari pandangannya ke seluruh ruangan kamar yang ia masuki itu.Melihat sikapnya Roy bukan saja baru pertama kali masuk ke kamar hotel mewah, melainkan juga merasa risih berduaan dengan Cindy di kamar itu.“Sini Roy! Loh, kok malah bengong?” ajak Cindy duduk di kursi sofa yang juga tersedia di dalam kamar itu berjarak sekitar 4 meter dari ranjang dan bertaut dengan dinding.“I.. Iya Tante,” Roy tergagap lalu menghampiri Cindy yang lebih dulu duduk di sofa itu.“Kamar i
Jika awalnya Cindy yang nampak agresif, namun saat ini diambil alih oleh Roy hingga membuat CEO cantik perusahaan itu merasa melayang akan gerakan-gerakan yang dilakukan Roy terhadap seluruh bagian tubuhnya terutama di area sensitif.Gerakan-gerakan yang dilakukan Roy makin intens hingga Cindy tak mampu membendung sesuatu hal yang dahsyat ingin ke luar dari dalam tubuhnya, tubuh Cindy mengejang beberapa detik lalu terkulai lemas diiringi lenguhan birahi mengapai titik klimaks percintaan di ranjang.Roy yang mengetahui hal itu segera hentikan gerakan-gerakan liarnya, ia seperti sengaja agar Cindy menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja ia raih. Setelah dirasa keadaan tubuh Cindy normal kembali dengan berpedoman tarikan napasnya yang sudah teratur, Roy kembali melakukan gerakan-gerakan liarnya.Awalnya Roy memaju mundurkan tubuhnya perlahan-lahan, namun semakin lama semakin cepat hingga kembali Cindy merasakan tubuhnya bak terbang ke langit yang ketujuh. Cindy tak mampu lagi menah
Cindy bukannya ikut kaget ketika Roy mengatakan jika saat itu jam telah menunjukan pukul 9 pagi, ia malah sunggingkan senyum.“Loh, kenapa Tante malah tersenyum?” tanya Roy penasaran.“Hemmm, aku tahu hari ini hari kerja dan semestinya masuk kantor tapi nggak perlu kamu pikirin itu semua kan yang punya kantor dan perusahaan itu aku. Kamu lupa ya, Roy?” jawab Cindy dengan santainya dan kembali diiringi senyumnya.“Nggak lupa kok Tante, tapi gimana dengan para karyawan di sana melihat aku juga nggak masuk kantor hari ini?” Roy menjelaskan kekuatirannya.“Gampang, nanti aku hubungi Tari memberi tahunya kalau kita ada kegiatan dan urusan di luar kota. Kamu kan asisten pribadiku jadi udah sepatutnya pula ikut jika memang ada urusan penting di luar kantor,” tutur Cindy.“Dengan memberi tahu Mbak Tari seperti itu apa nanti nggak ada karyawan yang merasa gimana dan bertanya-tanya tentang aku yang nggak ikut masuk kerja hari ini, Tante?” Roy kembali bertanya ingin memastikan jika tidak masukny
“Maaf Pak, numpang tanya apa benar alamat ini berada di kawasan perumahan ini?” tanya Roy pada Satpam sambil menunjukan pesan WA di ponselnya yang diberikan Ronal sahabatnya itu.“Ya benar, dan kebetulan rumah yang ada di alamat itu rumah yang aku jaga sekarang. Kamu dari mana? Dan ingin bertemu dengan siapa?” jawab Satpam itu balik bertanya.Roy tak langsung menjawab, tiba-tiba saja hadir keraguan di hati pasalnya rumah yang dijaga Satpam itu sangat besar dan mewah tak seperti kos-kosan.“Aku dari desa Pak, aku ke sini ingin bertemu dengan Ronal. Apakah dia tinggal di rumah ini?”Sekarang giliran Satpam itu yang terlihat bingung akan pertanyaan yang dilontarkan Roy.“Ronal? Tidak ada yang bernama Ronal di rumah ini, mungkin temanmu itu salah memberikan alamat.”Terdengar tarikan napas yang berat dari Roy, apa yang membuatnya tadi ragu bertanya ternyata benar adanya.“Mungkin juga Pak, akupun saat turun dari taksi tadi juga ragu jika alamat yang diberikan sahabatku itu berada di kawas