Setelah dijebak dan diusir oleh majikannya, Roy yang berasal dari desa terpaksa menjadi gembel di Kota Metropolitan. Namun siapa sangka nasib Roy berubah kala bertemu dengan Tante Cindy dan menjadi pria simpanannya. Roy bahkan mulai belajar bahasa Inggris dan menjadi pemandu para wisatawan di Pulau Bali! Hanya saja, di sana, Roy justru bertemu Viola, CEO cantik perusahaan pariwisata yang juga mampu menggetarkan hatinya. Lantas, bagaimana kisah Roy selanjutnya? Siapakah yang akan dia pilih? Tante Cindy atau Viola?
View MoreBrak!
“Roy... Diana..?! Ngapain kalian berdua-duaan di dalam kamar ini?”
Tatapan sang Nyonya rumah tampak menuduh keduanya, seolah mereka berbuat mesum.
Roy sontak melirik pembantu perempuan di sebelahnya yang menunduk.
“Maaf, Nyonya. Tadi kami tengah membersihkan kamar ini, lalu tiba-tiba Tuan Anton mengunci pintu kamar ini dari luar,” ucap pria itu membela diri.
Tiba-tiba saja, tawa sinis terdengar dari belakang sang Nyonya.
Tuan Anton yang dicurigai Roy dan Diana sebagai orang yang mengurung keduanya tiba-tiba muncul.
“Bohong! Aku mengunci kalian dari luar, karena saat aku tiba di rumah ini melihat kalian berdua berbuat mesum di dalam!” bentak suami sang Nyonya yang selama ini memang tampak membenci Roy entah karena apa, "kalian pikir aku tidak mendengar desahan kalian dari tadi?!"
“Apa yang dituduhkan Pak Anton, nggak benar. Kami memang lagi membersihkan kamar tamu ini, tapi kami nggak berbuat mesum.” Roy berusaha menyakinkan Nyonya Angel.
Setahunya, wanita berhati lembut itu bukan tipe yang akan menghakimi.
Akan tetapi, respon Nyonya rumah mewah itu di luar dugaan.
Dengan raut wajah kecewa, wanita itu justru berlalu dari depan kamar tamu itu bermaksud hendak ke kamarnya di lantai atas.
“Sekarang juga kalian berdua enyah dari rumah ini..! Aku nggak mau rumah ini kalian kotori dengan perbuatan bejad kalian!” hardik Anton yang merasa menang atas tak ada respon apa-apa dari Angel akan hal yang dijelaskan Roy tadi.
Mendengar hardikan itu, Roy pun menarik lengan Diana ke luar dari kamar tamu itu menghampiri Angel yang saat itu akan naik tangga menuju lantai atas.
“Nyonya..!” panggil Roy.
Tampak Angel menghentikan langkahnya. Namun, wanita muda itu sama sekali tak memalingkan wajahnya.
“Baiklah kalau emang Nyonya nggak percaya dengan yang aku sampaikan tadi, aku akan pergi dari rumah ini. Tapi jangan usir Diana, biarkan dia tetap bekerja di rumah ini karena dia nggak bersalah. Jika semua yang dituduhkan Pak Anton itu benar, maka akulah yang bersalah.”
Setelah berkata demikian, Roy langsung menuju kamar yang selama ini ia tempati di ruangan belakang.
Kemudian, dia bergegas pula ke luar dan pergi dari rumah mewah itu dengan menaiki sebuah angkot yang Roy sendiri tak perduli tujuannya ke arah mana.
Jujur, pemuda desa ini sendiri belum tahu akan ke mana.
Kembali ke kampung pun, dia tak nyaman.
Roy tidak mau melihat kedua orang tuanya sedih karena tahu pekerjaanya tidak semudah yang dibayangkan
Sayangnya, saat turun dari angkot, Roy syok kala merogoh saku celananya.
Dompet yang dikiranya berada di saku celana itu tidak ada, begitu pula handphone di dalam ransel yang ia bawa.
"Bang, mana 8000-nya?"
Kenek angkot tiba-tiba menagih.
Beruntung di saku baju Roy, ada terselip uang 30 ribuan. Segera, dia membayarnya.
Hanya saja, barulah pria itu menyadari bahwa tidak hanya dompetnya yang tertinggal!
Ponselnya juga!
Tapi, dia pun masih punya muka untuk tidak kembali setelah diusir begitu saja dari sana.
Jadi, setelah lebih 1 jam berjalan dan beberapa kali menyeberangi jalan raya, Roy menyadari dirinya memasuki salah satu kawasan kumuh di Ibu Kota.
Di bawah jembatan, terdapat jalan kecil dan di tengah-tengahnya sungai penuh sampah.
Namun, di dekat sana, terdapat beberapa hunian asal-asalan. Ada yang bersekat terpal, ada pula yang hanya bersekat karton saja.
Dengan hanya berbantal ransel dan beralas karton, Roy pun berjalan ke sana.
Merasa sudah cukup untuk dapat beristirahat malam ini meski dengan alas karton.
Roy seketika tersenyum miris. Niat hati ingin merubah nasib, dia justru menjadi gembel di kota metropolitan!
***
Tak terasa, dua malam dilewati Roy di daerah pemukiman kumuh itu.
Tak ingin menghabiskan waktu dengan bermenung, Roy pun bangkit lalu kembali mencari barang-barang bekas yang dapat ia jual dan dijadikan uang untuk penyambung hidupnya hari ini.
Namun, saat Roy berjalan bermaksud hendak mengitari deretan pertokoan, tiba-tiba kakinya menyandung sebuah dompet wanita yang terjatuh di trotoar jalan.
“Waduh...! Dompet siapa ini?!” batin Roy dalam hati sembari memunggut dompet itu.
Awalnya ia ragu untuk membuka dompet itu. Akan tetapi karena penasaran akan pemiliknya, Roy pun nekad membukanya.
Di dalam dompet itu, terdapat banyak lembar uang pecahan Rp. 100.000,- serta beberapa buah credit card.
Roy memilih untuk mengambil KTP yang diselipkan di antara credit card-credit card itu.
“Cindy Dealova?” Roy bergumam tanpa sadar saat membaca nama yang tertera di KTP itu.
Diperhatikannya alamat yang juga tertera di sana.
Dengan menggunakan jasa ojol, Roy menuju alamat pemilik dompet yang saat ini berada di dalam ranselnya.
Sekitar setengah jam di perjalanan ojol yang Roy naiki berhenti di depan pagar sebuah rumah, bangunan rumah itu sangat besar dan mewah.
Roy membayar ongkos ojol itu sebesar Rp. 20.000,- lalu ia menghampiri pos satpam di bagian ujung kanan pagar rumah mewah itu.
Keberadaan Roy yang mulai seperti gembel jelas membuat satpam yang bertugas menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu, Mas?”
“Apa benar ini alamatnya Bu Cindy Dealova, Pak?” Roy balik bertanya sembari melihat KTP yang ia pegang.
“Benar Mas,” jawab Satpam itu, menyelidik, "Kenapa ya?"
“Apa Bu Cindy sekarang ada di rumah, Pak?” Roy bertanya kembali, "Bolehkah saya bertemu dengannya?”
Satpam itu tak langsung menjawab, ia mengamati Roy dari ujung kepala hingga ujung kaki. Terbesit di hati Satpam itu kecurigaan.
Menyadari itu, Roy sontak berbicara, "Saya ingin mengembalikan dompet Bu Cindy!"
“Sebentar ya Mas, saya temui dan tanya Nyonya dulu di dalam!” pinta Satpam setelah ia berusaha menghilangkan prasangka negatifnya atas penampilan Roy saat itu.
Roy sendiri menanggapinya dengan menganggukan kepala diiringi senyum ramahnya.
Tak beberapa lama Satpam itu kembali menghampiri Roy yang masih berdiri menunggu di depan pagar, Satpam itu membuka pagar itu lebih lebar lagi.
“Mari, silahkan Mas!”
Seketika, Roy diantar Satpam hingga ruangan depan dan memang ruangan itu dikhususkan untuk menerima tamu.
Tak lama setelahnya, seorang wanita cantik datang ke ruangan itu.
Satpam itu pun mohon diri kembali ke pos jaganya.
“Maaf, tadi Pak Satpam bilang kalau Adik ini mau ketemu denganku untuk mengembalikan dompet?"
“Benar, Bu. Nama saya, Roy. Saya hanya ingin mengantar dompet Bu Cindy yang aku temukan terjatuh di depan toko barang-barang elektronik.” Roy lalu meraih ransel yang ia taruh di bawah bersebelahan dengan kursi tempat ia duduk.
“Ini dompetnya, silahkan Bu Cindy periksa mana tahu ada yang hilang,” sambung Roy sembari menyerahkan dompet yang baru saja ia ambil dari dalam ranselnya.
“Astaga..! Dompet ini memang punyaku, kok aku nggak nyadar kalau dompet ini sampai terjatuh? Tadinya aku pikir udah aku taruh di dalam laci mobil!” seru Nyonya rumah mewah yang bernama Cindy Dealova itu terkejut.
“Tapi maaf sebelumnya Bu, karena aku nggak punya uang maka uang yang ada di dalam dompet itu tadi aku pakai Rp. 20.000,- buat ongkos ojol ke sini,” jujur Roy.
“Oh, nggak apa-apa. Jangankan Rp. 20.000,- semua uang yang ada di dalam dompet ini juga nggak masalah. Buatku yang paling penting kredit-kredit card ini, kalau sampai hilang bakal repot untuk mengurusnya kembali.”
“Tunggu sebentar ya, Roy," sambung Cindy. Wanita itu lalu berdiri dari duduknya meninggalkan ruangan tamu itu.
Di sisi lain, Roy hanya mengangguk dan tetap duduk di kursi di ruangan tamu itu.
Namun, tak berselang lama Cindy pun kembali menemui Roy di ruangan tamu. Hanya saja, di tangan kanannya nampak menggengam sebuah amplop sementara di tangan kiri dompetnya yang tadi diserahkan Roy.
“Sebagai ucapan terima kasih karena kamu telah menemukan dan bersedia pula mengantar dompetku ke sini, terima ini!” ujar Cindy menyodorkan amplop di tangan kanannya itu pada Roy.
Tangan Roy sontak menolaknya. “Nggak Bu, terima kasih. Aku udah cukup lega dapat mengantar dompet yang aku temukan tadi pada pemiliknya, karena tadi aku sempat bingung harus ngapain.”
“Nggak apa-apa Roy, terimalah. Amplop ini isinya nggak seberapa bila dibandingkan dengan semua isi dompetku jika sampai hilang, aku juga nggak nyangka masih ada orang yang baik seperti kamu di kota ini.”
“Nggak usah Bu, kalaupun Bu Cindy ingin memberiku cukup Rp. 20.000,- aja buat ongkos ojol kembali ke tempat aku menemukan dompet Bu Cindy tadi,” ujar Roy, bersikeras.
Cindy sendiri dibuat tercengang mendengar yang dikatakan pria tampan yang duduk berhadap-hadapan dengannya itu.
Walaupun dia harus akui, penampilannya sedikit seperti ... gembel?
“Kamu tinggal di kawasan deretan pertokoan itu?” tanya Cindy, seketika penasaran.
“Ya Bu.”
“Di sebelah mananya dari toko barang-barang elektronik tempat aku belanja tadi?”
“Paling ujung, tepatnya di bawah jembatan.” Roy kembali jujur bicara apa adanya dan kali ini membuat Cindy terperanjat kaget.
“Apa, di bawah jembatan?!”
Setibanya di Jakarta, Roy kembali beraktifitas seperti biasanya yaitu sebagai direktur perusahaan pariwisata milik Angel. Entah kenapa sekembalinya dia dari desa, sikap Roy agak berubah yang biasanya selalu nampak happy dan penuh semangat hari itu kelihatan lesu.Ketika pulang dari kantor pun Roy masih saja tak begitu bersemangat seperti biasanya, setelah mandi ia duduk bermenung sendiri di teras rumah sembari menikmati secangkir kopi dan menyulut sebatang rokok.“Loh, tumben-tumbennya kamu duduk melamun sendiri di sini?” sapa Angel yang saat itu juga menuju teras dari kamarnya di lantai atas.“Eh, Tante rupanya.” Roy berkata setelah ia terperanjat kaget dan tergugah dari lamunannya.“Tante nggak minum?” sambung Roy setelah Angel ikut duduk di teras itu bersebelahan dengannya.“Tadi aku minta dibuatkan jus oleh Bi Surti, ntar lagi juga datang.” jawab Angel, Roy menanggapi dengan menganggukan kepalanya.“Kamu kenapa Roy? Tadi Bi Surti juga bilang sejak kamu pulang dari kantor terlihat
Beberapa menit kemudian Roy mengantar kedua orang tuanya ke sebuah kamar yang selama ini diperuntukan bagi tamu di rumah mewah itu untuk beristirahat, sementara Hesti adiknya beristirahat di kamar tamu yang satu lagi yang juga berada di lantai bawah.Sore hari setelah selesai mandi dan duduk santai di ruangan depan, Angel yang juga sudah kembali ke rumah itu setelah menghadiri sebuah acara di luar ikut gabung dengan mereka.“Nah, Ayah dan Ibu dan juga Hesti inilah Tante Angel pemilik rumah ini sekaligus atasan ku.” Roy langsung memperkenalkan Angel pada kedua orang tua dan juga adiknya.Mereka pun saling bersalaman dan memperkenalkan diri, setelah berdiri beberapa saat mereka kemudian duduk kembali.“Untuk Bapak dan Ibu ketahui saja, saat ini Roy menjabat menjadi direktur di perusahaan ku yang baru. Baru dua bulan dia memimpin perusahaan itu sudah mulai menunjukan perkembangannya,” tutur Angel.“Apa?! Roy jadi direktur perusahaan?” Pak Jaka dan Bu Ningsih terkejut begitu juga dengan H
Berbeda dengan Roy saat berangkat ke Jakarta dulu menumpang mobil truk Kang Umar sahabat Ayahnya, truk Kang Umar itu membawa buah-buahan dari desa itu ke Kota Jakarta. Pagi itu kedua orang tua Roy dan juga Adiknya berangkat ke Jakarta menaiki Bus dengan jarak lebih kurang 300 KM dari Desa Nelayan itu, setibanya di terminal mereka di sarankan Roy untuk naik GoCar menuju alamat rumah mewah milik Angel.Begitu tiba di depan rumah Angel, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti sangat terkejut. Mereka seakan tidak percaya jika Roy memberi alamat yang tepat atau tinggal di rumah megah itu, Pak Rudi satpam penjaga rumah yang melihat mereka turun dari GoCar segera menghampiri ketika mereka menghampiri pagar.“Maaf, Bapak dan Ibu serta Mbak ini ingin mencari atau mau bertemu dengan siapa di sini?” sapa dan tanya Pak Rudi diiringi senyum ramahnya, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti yang masih bengong langsung terkejut.“Kami diberikan alamat rumah ini oleh putra kami, tapi kami tiba-tiba saja ragu
“Tentu aja nggaklah, ada hal lain yang ingin aku sampaikan berkaitan dengan acara makan bareng tadi malam dengan Bang Bobby.” Jawab Viola diiringi senyum.“Oh iya, gimana dengan acara makan malam dengan Pak Bobby itu Bu?” Puspa penasaran.“Hal yang tadinya membuat aku ragu untuk memenuhi ajakan makan malamnya ternyata nggak seperti yang aku kira, Bang Bobby sosok yang asyik juga orangnya. Saking asyiknya ngobrol kami malah saling curhat,” tutur Viola kembali tersenyum.“Curhat? Curhat soal apa Bu?” Puspa makin penasaran.“Soal hubungan pribadi kami masing-masing, Bang Bobby juga ternyata senasib dengan aku yang saat ini bingung mencari tahu tentang orang yang dikasihi.” Ulas Viola.“Bang Bobby juga ditinggal kekasihnya dan saat ini tidak diketahui keberadaannya, begitu ya Bu?” tanya Viola.“Nggak gitu sih, dia tahu dengan keberadaan kekasihnya itu akan tetapi dalam beberapa bulan belakangan ini mereka tak pernah kontak. Setiap kali Bang Bobby hubungi kekasihnya itu nggak pernah mengan
“Yuk kita makan, mumpung masih hangat dan segar.” ajak Bobby, Viola menanggapinya dengan mengangguk diiringi senyum.“Nggak terasa udah 3 bulan lebih kita menjalin kerja sama, hotel ku sangat terbantu akan jasa dari perusahaan pariwisata mu itu. Dalam 3 bulan belakangan ini pengunjungnya meningkat,” kembali Bobby bicara di sela-sela makan malam mereka.“Hemmm, syukurlah kalau memang begitu Bang. Perusahaan kami juga diuntungkan dengan bertambahnya pelanggan dari hotel Bang Bobby itu,” ucap Viola kembali tersenyum.“Sebenarnya awal bulan yang lalu aku berencana untuk mengajakmu makan malam bareng, tapi karena kesibukan baru malam ini ada waktu dan kesempatan.” Ujar Bobby balas tersenyum.“Nggak apa-apa Bang, aku juga selalu sibuk kok bahkan tadi siang masih banyak berkas-berkas di kantor yang musti aku periksa dan tanda tangani.” Ulas Viola.“Wah, kenapa kamu nggak bilang? Kan kita bisa menundanya lain waktu acara makan malam bareng ini,” tanya Bobby.“Nggak apa-apa kok Bang, kerjaan y
Sabtu siang menjelang istirahat kerja, Viola datang ke ruangan Puspa. Hal itu tentu saja membuat Puspa terkejut karena memang tak biasanya begitu, setiap kali jika atasannya itu ada perlu selalu dia yang diminta datang ke ruangannya.“Bu Viola ternyata, saya kira tamu yang datang. Mari silahkan duduk Bu,” Puspa yang terkejut saat melihat atasannya yang membuka pintu ruangannya itu langsung berdiri menghampiri dan mempersilahkan duduk di kursi yang di sana tersedia pula sebuah meja yang biasa digunakan untuk melayani tamu.“Lagi sibuk dan masih banyak yang dikerjaan ya Bu Puspa?” tanya Viola.“Sudah tidak sesibuk tadi Bu hanya beberapa berkas saja yang belum selesai, ada yang perlu saya bantu sampai-sampai Bu Viola yang datang temui saya di ruangan ini?” jawab Puspa lalu balik bertanya.“Nggak terlalu penting sebenarnya dan sama sekali nggak ada kaitannya dengan pekerjaan kantor,” ulas Viola.“Lalu soal apa itu Bu?” Puspa penasaran.“Kemarin Bang Bobby nelpon ngajak aku makan malam bar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments