Beranda / Romansa / Simpanan Nyonya CEO / Bab 4. Tak Nyaman

Share

Bab 4. Tak Nyaman

Penulis: Andy Lorenza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-08 23:32:53

Hanya saja, Roy berusaha tenang.

Dia tak ingin menambah permasalahan baru lagi jika hari pertama kerjanya itu dilalukannya dengan setengah hati akibat terlalu memikirkan pandangan negatif rekan sesama OB nya dan juga para karyawan di kantor perusahaan itu kepadanya.

Sampai jam kerja usai, Roy tetap melakukan pekerjaannya sesuai yang diarahkan seniornya.

Namun saat hampir seluruh OB meninggalkan ruangan itu, salah satu karyawan tiba-tiba memanggilnya, “Roy, sini sebentar!”

Pemuda tampan itu pun bergegas menghampirinya. “Ada yang perlu saya bantu Pak?” 

“Nggak ada, aku hanya ingin ngobrol sama kamu aja. Boleh kan?” 

“Oh tentu saja Pak.”

“Silahkan duduk!”

Roy pun duduk di kursi di depan meja berhadap-hadapan dengan salah seorang karyawan itu.

“Hari ini, hari pertama kamu kerja di sini sebagai OB kan?”

“Benar Pak Yudi.” 

“Kalau boleh tahu, ada hubungan apa kamu dengan Bu Cindy?” Karyawan yang ternyata bernama Yudi itu bertanya kembali.

Kali ini, Roy tak langsung menjawab perasaannya kembali tidak enak akan pertanyaan yang dilontarkan itu.

Bukan dari segi pertanyaan itu saja yang membuat Roy tak nyaman, melainkan juga raut wajah sinis yang diperlihatkan Yudi jelas sekali menunjukan ketidaksukaan padanya.

Apa ini masih gara-gara tadi siang ia memenuhi ajakan Cindy untuk makan siang bareng, ya?

Cukup lama Roy hanya terdiam dan bingung harus menjawab apa akan pertanyaan yang dilontarkan Yudi itu, hingga Yudi semakin menunjukan sikap tidak suka kepadanya.

“Saya dan Bu Cindy tidak ada hubungan apa-apa, Pak. Memangnya kenapa Pak?” Akhirnya Roy menjawab lalu balik bertanya.

“Hemmm, nggak ada apa-apa. Aku hanya iseng aja bertanya, ya udah kamu boleh lanjutin kerjaan jika masih ada yang akan dikerjakan.”

Yudi pun berdiri dari duduknya, kemudian berlalu dari ruangan itu.

Meskipun perasaan Roy semakin tak nyaman, akan tetapi dia berusaha untuk tetap tersenyum ramah.

Di hari pertama kerja di kantor perusahaan milik Cindy itu Roy yang tadinya sangat gembira dan bersemangat jadi berbalik 180 derajat gara-gara insiden makan siang.

Rasa tak nyaman itu membuatnya tak tenang.

Di salah satu ruangan kantor yang dijadikan kamar tempat tinggalnya, sebungkus nasi yang tadi ia beli di luar tak jauh dari bangunan kantor, bahkan tak tersentuh!

“Ternyata nggak ada pekerjaan yang menyenangkan, semuanya mengandung resiko dan selalu aja ada masalah. Tahu begini mending aku jadi pemulung aja dan tinggal di bawah jembatan menjadi gembel, meskipun tinggal di tempat kumuh dan mencari makan dengan mengumpulkan barang-barang bekas akan tetapi lebih nyaman rasanya.” gumam Roy tanpa sadar.

Dia menyesali pekerjaan yang sekarang menjadi OB di kantor perusahaan Cindy.

Malam pun kian larut.

Karena perut terasa perih akibat menunda-nunda makan, akhirnya Roy berusaha untuk mengisi perutnya meskipun tak sampai separuh dari nasi bungkus itu yang ia makan.

Akibat tidur terlalu larut Roy bangun kesiangan, itu pun karena salah seorang rekannya sesama OB bernama Diko membangunkan dengan mengetuk-ngetuk pintu ruangan yang dijadikan kamarnya itu.

Roy pun buru-buru mandi dan memakai pakaian kerjanya sebagai OB, kemudian membuka pintu dan menemui Diko yang masih berdiri di luar menunggu.

“Makasih ya, Diko. Kalau nggak kamu bangunin, mungkin hari ini akan bangun lebih siang lagi dan pastinya akan dimarahi Bang Romi.” 

“Sama-sama Roy, yuk kita apel. Nanti Bang Romi marah ke kita karena telat cukup lama,” ajak Diko.

Roy pun mengangguk lalu beriringan dengan rekannya itu menuju sebuah ruangan di lantai dua di mana di sana setiap pagi sebelum pekerjaan dimulai selalu diadakan apel sesama OB di kantor itu.

“Selamat pagi Bang, maaf kami telat,” ucap Diko pada pria yang saat itu berdiri di depan beberapa orang rekan sesama OB yang berbaris sejajar.

“Hampir 10 menit kalian telat, memangnya kalian dari mana?” tanya pria yang diduga sebagai ketua dari para OB di kantor itu.

“Ini gara-gara saya yang bangun kesiangan Bang, Diko membangunkan dan menunggu saya di depan kamar hingga dia ikut-ikutan telat apel pagi ini,” ujar Roy.

“Kesiangan? Baru hari kedua kamu kerja di kantor ini udah telat untuk apel.”

“Maafkan saya Bang Romi, saya janji tidak akan mengulanginya lagi.” 

“Ya udah, sana berbaris gabung dengan yang lainnya.”

Romi yang ternyata sosok yang paling senior dan dipercaya sebagai ketua dari para OB di kantor perusahaan itu tampak memerintah.

Seperti hari sebelumnya, para OB kembali mendapatkan arahan-arahan sebelum melakukan pekerjaan, salah satunya menjaga kedisplinan dalam bekerja.

Sebagai OB, mereka dituntut datang dan bekerja tepat waktu, terlebih di kantor perusahaan milik Cindy yang memang terbilang salah satu perusahaan besar di kota itu.

Beruntung bagi Roy hari itu dia hanya mendapat teguran saja dari Romi.

Dan dari sekian rekan OB nya hanya Diko saja yang tak mempermasalahkan kejadian kemarin siang saat Roy memenuhi ajakan Cindy untuk makan siang di luar.

Pada saat jam istirahat siang, Roy mengajak Diko untuk makan siang bareng di rumah makan yang terletak tidak jauh dari kantor itu.

“Makan siang ini aku yang traktir ya, Diko?” ujar Roy.

“Nggak usah, kamu kan baru masuk kerja jadi biar aku aja yang bayar nanti,” tolak Diko.

“Nggak Diko, kalau hanya untuk bayar makan siang hari ini aku bisa kok. Anggap aja sebagai tanda terima kasihku, kamu udah susah payah ngebangunin aku tadi pagi.” 

Roy bersikukuh.

Sebelum mulai bekerja sebagai OB di kantor itu, Cindy memang memberinya biaya harian meski dirinya sudah menolak.

Makanya, Roy berani mentraktir Diko makan siang bareng walau belum gajian.

Di samping sebagai ucapan terima kasih atas kebaikan rekannya itu, Roy pun menganggap jika Diko memang berbeda dari rekan-rekan sesama OB lainnya.

“Oh ya, kamu juga tahu kan kalau kemarin siang aku diajak Bu Cindy makan siang di luar?” sambung Roy.

“Hemmm, ya. Gimana, seru diajak makan siang sama Bu Cindy?” Diko tersenyum lalu balik bertanya.

"Itu..."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 233. Berusaha Membuka Hati

    Setibanya di Jakarta, Roy kembali beraktifitas seperti biasanya yaitu sebagai direktur perusahaan pariwisata milik Angel. Entah kenapa sekembalinya dia dari desa, sikap Roy agak berubah yang biasanya selalu nampak happy dan penuh semangat hari itu kelihatan lesu.Ketika pulang dari kantor pun Roy masih saja tak begitu bersemangat seperti biasanya, setelah mandi ia duduk bermenung sendiri di teras rumah sembari menikmati secangkir kopi dan menyulut sebatang rokok.“Loh, tumben-tumbennya kamu duduk melamun sendiri di sini?” sapa Angel yang saat itu juga menuju teras dari kamarnya di lantai atas.“Eh, Tante rupanya.” Roy berkata setelah ia terperanjat kaget dan tergugah dari lamunannya.“Tante nggak minum?” sambung Roy setelah Angel ikut duduk di teras itu bersebelahan dengannya.“Tadi aku minta dibuatkan jus oleh Bi Surti, ntar lagi juga datang.” jawab Angel, Roy menanggapi dengan menganggukan kepalanya.“Kamu kenapa Roy? Tadi Bi Surti juga bilang sejak kamu pulang dari kantor terlihat

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 232. Ditanya Soal Calon Istri

    Beberapa menit kemudian Roy mengantar kedua orang tuanya ke sebuah kamar yang selama ini diperuntukan bagi tamu di rumah mewah itu untuk beristirahat, sementara Hesti adiknya beristirahat di kamar tamu yang satu lagi yang juga berada di lantai bawah.Sore hari setelah selesai mandi dan duduk santai di ruangan depan, Angel yang juga sudah kembali ke rumah itu setelah menghadiri sebuah acara di luar ikut gabung dengan mereka.“Nah, Ayah dan Ibu dan juga Hesti inilah Tante Angel pemilik rumah ini sekaligus atasan ku.” Roy langsung memperkenalkan Angel pada kedua orang tua dan juga adiknya.Mereka pun saling bersalaman dan memperkenalkan diri, setelah berdiri beberapa saat mereka kemudian duduk kembali.“Untuk Bapak dan Ibu ketahui saja, saat ini Roy menjabat menjadi direktur di perusahaan ku yang baru. Baru dua bulan dia memimpin perusahaan itu sudah mulai menunjukan perkembangannya,” tutur Angel.“Apa?! Roy jadi direktur perusahaan?” Pak Jaka dan Bu Ningsih terkejut begitu juga dengan H

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 231. Tiba Di Jakarta

    Berbeda dengan Roy saat berangkat ke Jakarta dulu menumpang mobil truk Kang Umar sahabat Ayahnya, truk Kang Umar itu membawa buah-buahan dari desa itu ke Kota Jakarta. Pagi itu kedua orang tua Roy dan juga Adiknya berangkat ke Jakarta menaiki Bus dengan jarak lebih kurang 300 KM dari Desa Nelayan itu, setibanya di terminal mereka di sarankan Roy untuk naik GoCar menuju alamat rumah mewah milik Angel.Begitu tiba di depan rumah Angel, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti sangat terkejut. Mereka seakan tidak percaya jika Roy memberi alamat yang tepat atau tinggal di rumah megah itu, Pak Rudi satpam penjaga rumah yang melihat mereka turun dari GoCar segera menghampiri ketika mereka menghampiri pagar.“Maaf, Bapak dan Ibu serta Mbak ini ingin mencari atau mau bertemu dengan siapa di sini?” sapa dan tanya Pak Rudi diiringi senyum ramahnya, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti yang masih bengong langsung terkejut.“Kami diberikan alamat rumah ini oleh putra kami, tapi kami tiba-tiba saja ragu

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 230. Meminta Datang Ke Jakarta

    “Tentu aja nggaklah, ada hal lain yang ingin aku sampaikan berkaitan dengan acara makan bareng tadi malam dengan Bang Bobby.” Jawab Viola diiringi senyum.“Oh iya, gimana dengan acara makan malam dengan Pak Bobby itu Bu?” Puspa penasaran.“Hal yang tadinya membuat aku ragu untuk memenuhi ajakan makan malamnya ternyata nggak seperti yang aku kira, Bang Bobby sosok yang asyik juga orangnya. Saking asyiknya ngobrol kami malah saling curhat,” tutur Viola kembali tersenyum.“Curhat? Curhat soal apa Bu?” Puspa makin penasaran.“Soal hubungan pribadi kami masing-masing, Bang Bobby juga ternyata senasib dengan aku yang saat ini bingung mencari tahu tentang orang yang dikasihi.” Ulas Viola.“Bang Bobby juga ditinggal kekasihnya dan saat ini tidak diketahui keberadaannya, begitu ya Bu?” tanya Viola.“Nggak gitu sih, dia tahu dengan keberadaan kekasihnya itu akan tetapi dalam beberapa bulan belakangan ini mereka tak pernah kontak. Setiap kali Bang Bobby hubungi kekasihnya itu nggak pernah mengan

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 229. Sama-sama Curhat

    “Yuk kita makan, mumpung masih hangat dan segar.” ajak Bobby, Viola menanggapinya dengan mengangguk diiringi senyum.“Nggak terasa udah 3 bulan lebih kita menjalin kerja sama, hotel ku sangat terbantu akan jasa dari perusahaan pariwisata mu itu. Dalam 3 bulan belakangan ini pengunjungnya meningkat,” kembali Bobby bicara di sela-sela makan malam mereka.“Hemmm, syukurlah kalau memang begitu Bang. Perusahaan kami juga diuntungkan dengan bertambahnya pelanggan dari hotel Bang Bobby itu,” ucap Viola kembali tersenyum.“Sebenarnya awal bulan yang lalu aku berencana untuk mengajakmu makan malam bareng, tapi karena kesibukan baru malam ini ada waktu dan kesempatan.” Ujar Bobby balas tersenyum.“Nggak apa-apa Bang, aku juga selalu sibuk kok bahkan tadi siang masih banyak berkas-berkas di kantor yang musti aku periksa dan tanda tangani.” Ulas Viola.“Wah, kenapa kamu nggak bilang? Kan kita bisa menundanya lain waktu acara makan malam bareng ini,” tanya Bobby.“Nggak apa-apa kok Bang, kerjaan y

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 228. Bobby Mengajak Viola Jalan

    Sabtu siang menjelang istirahat kerja, Viola datang ke ruangan Puspa. Hal itu tentu saja membuat Puspa terkejut karena memang tak biasanya begitu, setiap kali jika atasannya itu ada perlu selalu dia yang diminta datang ke ruangannya.“Bu Viola ternyata, saya kira tamu yang datang. Mari silahkan duduk Bu,” Puspa yang terkejut saat melihat atasannya yang membuka pintu ruangannya itu langsung berdiri menghampiri dan mempersilahkan duduk di kursi yang di sana tersedia pula sebuah meja yang biasa digunakan untuk melayani tamu.“Lagi sibuk dan masih banyak yang dikerjaan ya Bu Puspa?” tanya Viola.“Sudah tidak sesibuk tadi Bu hanya beberapa berkas saja yang belum selesai, ada yang perlu saya bantu sampai-sampai Bu Viola yang datang temui saya di ruangan ini?” jawab Puspa lalu balik bertanya.“Nggak terlalu penting sebenarnya dan sama sekali nggak ada kaitannya dengan pekerjaan kantor,” ulas Viola.“Lalu soal apa itu Bu?” Puspa penasaran.“Kemarin Bang Bobby nelpon ngajak aku makan malam bar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status