Share

Bab 5. Saran Diko

“Sebenarnya, biasa aja, malahan lebih asyik makan di rumah makan sederhana seperti ini,” jawab Roy tak ada sedikitpun menunjukan rasa gembiranya akan ditraktir Cindy kemarin siang, justru batinnya merasa tak nyaman karenanya.

Diko merasa heran akan sikap Roy yang sama sekali tak merasa surprise sedikitpun diajak oleh CEO perusahaan tempat mereka bekerja itu. “Masa sih? Bukannya Bu Cindy kalau makan siang selalu di restoran mewah?”

“Emang Bu Cindy siang kemarin itu ngajakku ke restoran mewah, tapi jujur aja di samping kurang nyaman makan di sana aku juga merasa karenanya orang-orang di kantor mempermasalahkannya.” 

“Mempersalahkan gimana?” tanya Diko penasaran.

Sepertinya, dia tak tahu atau memang tak mau tahu akan para rekan sesama OB mengunjingin Roy.

“Ada yang bertanya ada hubungan apa antara aku dan Bu Cindy hingga aku sampai diajak makan siang di luar, padahal aku baru aja masuk kerja.” 

Roy menarik napasnya dalam-dalam mengingat kejadian kemarin.

“Loh, emangnya kenapa kalau Bu Cindy ngajak kamu makan siang bareng di luar? Kalau aku sih nggak jadi masalah. Siapa sih yang bertanya dan mempermasalahkan itu, Roy?” Kembali Diko bertanya.

“Pertama Dion, dia menghampiriku di ruangan belakang saat bersih-bersih. Kemudian Pak Yudi sore kemarin, sewaktu jam kerja kantor usai.” 

"Aneh, apa yang membuat mereka mempermasalahkan itu!” ujar Diko sembari geleng-gelengkan kepalanya.

“Entahlah, mungkin karena aku karyawan baru lalu dianggap diperlakukan spesial oleh Bu Cindy. Padahal aku sama sekali nggak ingin begitu, jika aku tolak ajakan Bu Cindy kemarin tentu juga nggak baik.” 

“Ah, nggak usah dihiraukan mereka Roy. Barang kali mereka itu hanya sirik aja, karena emang selama ini Bu Cindy nggak pernah ngajak karyawannya makan siang di luar.” 

Diko tampak sekali tak respek  akan sikap para karyawan yang mempermasalahkan hal itu.

“Ya, tapi aku ngerasa nggak enak aja. Menurutmu apa yang musti aku lakuin?” 

“Maksudnya?” Diko balik bertanya.

“Apa perlu aku beri tahu hal ini pada Bu Cindy, agar nanti hal yang kemarin itu nggak dipermasalahkan lagi? Soalnya kebanyakan dari para karyawan di kantor kita merasa kurang senang dan selalu bertanya.” Roy meminta pendapat Diko.

“Aku rasa nggak ada salahnya kamu beri tahu itu sama Bu Cindy, biar semua permasalahan itu clear.”

“Tapi aku kuatir nanti Bu Cindy memarahi mereka, Diko. Jika aku diam aja, bukan nggak mungkin masalah ini akan berlarut-larut,” ulas Roy merasa bimbang.

“Kalau menurutiku sih, ada baiknya kamu beri tahu Bu Cindy. Tentang mereka yang akan dimarahi Bu Cindy nantinya itu bukan masalahmu lagi, dari pada kamu dibuat pusing akan sikap mereka. Sebenarnya aku nggak mau ikut-ikutan bertanya, tapi kalau boleh tahu antara kamu dan Bu Cindy ada hubungan saudara ya?” 

“Ya, boleh dikatakan begitulah,” jawab Roy sekenanya saja, karena memang dia tak tahu harus menjawab apa.

“Nah, mending juga kamu jawab jika kamu dan Bu Cindy ada hubungan saudara kalau nanti ada yang bertanya lagi sama kamu.”

Mendengar saran Diko, Roy hanya menanggapi dengan menganggukan kepala.

Hanya saja, percakapannya dengan Diko membuatnya lebih tenang.

Sore itu Roy lebih sigap dalam melakukan pekerjaannya.

Begitu waktu jam kerja usai, Roy bergegas ke luar menuju tempat parkiran di mana di sana mobil Cindy terparkir.

“Eh, Roy. Ngapain kamu di sini?” sapa Cindy merasa heran saat ia tiba di dekat mobilnya dan melihat Roy berdiri di sana.

“Aku sengaja nunggu Tante di sini, ada yang ingin aku bicarakan.” 

“Oh, ya udah ngomong aja ada apa?” tanya Cindy, tampak bingung.

“Kalau boleh jangan di sini Tante, nanti ada yang dengar.”

Mendengar permintaan Roy, Cindy nampak kerutkan kening.

Wanita itu sangat penasaran akan hal yang akan disampaikan Roy bersifat rahasia itu!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status