Share

Bab 3. Gosip

Author: Andy Lorenza
last update Last Updated: 2024-04-08 23:31:53

“Iya Bu, saya tahu sekarang udah masuk waktu istirahat siang akan tetapi masih ada beberapa gelas yang musti saya bereskan di meja para karyawan,” ulas Roy berhenti sejenak dari maksudnya akan membawa gelas-gelas itu ke ruangan belakang yang biasa dipakai untuk mencuci piring dan gelas kotor.

“Ya udah kamu antar dulu gelas-gelas itu ke belakang, setelah itu kembali ke sini!” ujar Cindy.

“Baik Bu, tapi mungkin butuh waktu 10 menit paling lama baru saya bisa kembali ke sini karena musti mencuci gelas-gelas ini dulu.” 

“Nggak usah kamu cuci sekarang, nanti saja. Aku mau ngajak kamu makan siang di luar, buruan ya aku tunggu di sini!”

“Baik Bu.”

Dengan cepat, Roy menuju ruangan belakang karena tak ingin Cindy menunggunya cukup lama di sana.

Ternyata, sebuah restoran mewah menjadi pilihan Cindy untuk makan siang bareng Roy di jam istirahat kantor itu!

Roy sebenarnya merasa tidak enak sejak beberapa orang karyawan serta teman sesama OB melihatnya diajak Cindy ke mobil mewahnya di halaman kantor menuju restoran.

Akan tetapi karena dia tak tahu harus berbuat apa selain mengikuti ajakan Cindy, dia pun hanya diam saja dan menyimpan rasa tak enak itu.

“Gimana Roy, di hari pertama kerjamu di kantorku itu?” tanya Cindy di sela-sela makan siang mereka.

“Menyenangkan sekali Bu, meskipun tak jarang saya bertanya pada OB senior tentang apa-apa saja yang musti dikerjakan,” jawab Roy diiringi senyum ramahnya.

“Hemmm, aku kan udah bilang kalau di kantor aja kamu panggil aku Ibu di luar seperti hal di restoran ini kamu cukup panggil aku Tante.” Cindy mengingatkan.

“Iya Tante, maaf aku lupa.” 

“Andai aja kamu memiliki ijasah minimal D3 atau S1, kamu akan aku tempatkan di posisi yang lebih baik lagi di kantorku,” ucap Cindy tiba-tiba.

“Nggak apa-apa Tante, dipekerjakan sebagai OB aja aku udah merasa lebih dari cukup. Sekali lagi aku ucapin terima kasih atas kebaikan Tante, kalau bukan karena Tante yang menawarkan aku pekerjaan di kantor Tante itu saat ini dan mungkin selamanya aku akan jadi gembel tinggal di bawah jembatan.”

“Hemmm, orang jujur dan baik seperti kamu memang layak untuk mendapat pekerjaan dan tempat tinggal yang layak. Bagiku mempekerjakanmu sebagai OB di kantor, belumlah seberapa bila dibandingkan jasamu mengembalikan dompetku yang tercecer itu!” tutur Cindy.

Roy menghentikan makannya sejenak. “Itu kebetulan aja Tante, aku juga nggak nyangka nememuin dompet Tante itu,” ucapnya.

“Ya, kebetulan kamu yang nememuin. Kalau seandainya orang lain, dompetku itu nggak bakalan kembali ke tanganku. Tak banyak orang yang baik dan jujur seperti kamu terlebih di Kota Jakarta ini, jangankan dompet yang tercecer di jalan di dalam tas ataupun saku malahan tak jarang diusahain orang untuk mencurinya.”

Cindy tidak main-main.

Dari hati terdalamnya, dia memuji sikap Roy.

Pemuda itu sendiri hanya bisa tersenyum mendengarnya.

Hanya saja, ketika kembali dari restoran, Roy merasa tak nyaman.

Pasalnya, dia dapat merasakan tatapan penasaran dari para karyawan dan para OB yang melihatnya.

Benar saja!

Roy pun menjadi perbicangan mereka.

Bahkan, tak sedikit dari mereka yang beranggapan negatif pada Roy.

Dan itu tentu dapat menimbulkan masalah atau juga kecemburuan sosial di perusahaan.

Salah satunya, Dion, OB yang cukup dekat dengan Roy menghampirinya di ruangan belakang saat Roy mencuci piring dan gelas-gelas kotor.

“Tadi Bu Cindy ngajak kamu ke mana, Roy?” tanya Dion penasaran.

“Nemanin dia makan siang di luar,” jawab Roy sembari terus meneruskan pekerjaannya mencuci piring dan gelas itu.

“Wah, asyik dong. Baru aja kerja udah diajak Bu Cindy makan siang di luar? Selama ini aku nggak pernah lihat Bu Cindy ngajak karyawan apalagi OB di kantor ini makan siang, palingan juga jika ada acara penting di luar itupun paling banter ngajak asisten pribadinya atau kepala bagian.”

Dari nada bicaranya, jelas sekali bernada tak mengenakan bagi Roy.

Roy sudah menduga jika cepat atau lambatnya akan ada pertanyaan dari teman-temannya, mengenai Cindy yang mengajaknya ke luar tadi sewaktu jam istirahat kantor. Dan itu membuatnya merasa makin tidak enak hati, tampak sekali dari sikapnya yang kurang konsentrasi saat mencuci piring dan gelas di ruangan belakang itu.

Dalam hatinya saat ini diterpa keraguan dan serba salah, di suatu sisi dia ingin menceritakan apa yang baru saja dipertanyakan Dion kepadanya namun di sisi lain Roy merasa takut akan mengakibatkan Dion atau OB yang lainnya akan dimarahi Cindy.

Sepeninggalnya Dion, Roy yang masih berada di ruangan belakang setelah menyelesaikan pekerjaannya mencuci piring dan gelas nampak bermenung sendiri.

“Apa yang musti aku lakuin sekarang? Kalau aku diam aja nggak memberi tahu Tante Cindy, pastinya nanti akan banyak lagi pertanyaan dari teman-teman yang lainnya. Kalau aku ceritain, nanti Tante tersinggung dan memarahi mereka. Waduh... Baru hari pertama kerja di sini udah buatku pusing!” keluh Roy dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 233. Berusaha Membuka Hati

    Setibanya di Jakarta, Roy kembali beraktifitas seperti biasanya yaitu sebagai direktur perusahaan pariwisata milik Angel. Entah kenapa sekembalinya dia dari desa, sikap Roy agak berubah yang biasanya selalu nampak happy dan penuh semangat hari itu kelihatan lesu.Ketika pulang dari kantor pun Roy masih saja tak begitu bersemangat seperti biasanya, setelah mandi ia duduk bermenung sendiri di teras rumah sembari menikmati secangkir kopi dan menyulut sebatang rokok.“Loh, tumben-tumbennya kamu duduk melamun sendiri di sini?” sapa Angel yang saat itu juga menuju teras dari kamarnya di lantai atas.“Eh, Tante rupanya.” Roy berkata setelah ia terperanjat kaget dan tergugah dari lamunannya.“Tante nggak minum?” sambung Roy setelah Angel ikut duduk di teras itu bersebelahan dengannya.“Tadi aku minta dibuatkan jus oleh Bi Surti, ntar lagi juga datang.” jawab Angel, Roy menanggapi dengan menganggukan kepalanya.“Kamu kenapa Roy? Tadi Bi Surti juga bilang sejak kamu pulang dari kantor terlihat

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 232. Ditanya Soal Calon Istri

    Beberapa menit kemudian Roy mengantar kedua orang tuanya ke sebuah kamar yang selama ini diperuntukan bagi tamu di rumah mewah itu untuk beristirahat, sementara Hesti adiknya beristirahat di kamar tamu yang satu lagi yang juga berada di lantai bawah.Sore hari setelah selesai mandi dan duduk santai di ruangan depan, Angel yang juga sudah kembali ke rumah itu setelah menghadiri sebuah acara di luar ikut gabung dengan mereka.“Nah, Ayah dan Ibu dan juga Hesti inilah Tante Angel pemilik rumah ini sekaligus atasan ku.” Roy langsung memperkenalkan Angel pada kedua orang tua dan juga adiknya.Mereka pun saling bersalaman dan memperkenalkan diri, setelah berdiri beberapa saat mereka kemudian duduk kembali.“Untuk Bapak dan Ibu ketahui saja, saat ini Roy menjabat menjadi direktur di perusahaan ku yang baru. Baru dua bulan dia memimpin perusahaan itu sudah mulai menunjukan perkembangannya,” tutur Angel.“Apa?! Roy jadi direktur perusahaan?” Pak Jaka dan Bu Ningsih terkejut begitu juga dengan H

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 231. Tiba Di Jakarta

    Berbeda dengan Roy saat berangkat ke Jakarta dulu menumpang mobil truk Kang Umar sahabat Ayahnya, truk Kang Umar itu membawa buah-buahan dari desa itu ke Kota Jakarta. Pagi itu kedua orang tua Roy dan juga Adiknya berangkat ke Jakarta menaiki Bus dengan jarak lebih kurang 300 KM dari Desa Nelayan itu, setibanya di terminal mereka di sarankan Roy untuk naik GoCar menuju alamat rumah mewah milik Angel.Begitu tiba di depan rumah Angel, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti sangat terkejut. Mereka seakan tidak percaya jika Roy memberi alamat yang tepat atau tinggal di rumah megah itu, Pak Rudi satpam penjaga rumah yang melihat mereka turun dari GoCar segera menghampiri ketika mereka menghampiri pagar.“Maaf, Bapak dan Ibu serta Mbak ini ingin mencari atau mau bertemu dengan siapa di sini?” sapa dan tanya Pak Rudi diiringi senyum ramahnya, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti yang masih bengong langsung terkejut.“Kami diberikan alamat rumah ini oleh putra kami, tapi kami tiba-tiba saja ragu

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 230. Meminta Datang Ke Jakarta

    “Tentu aja nggaklah, ada hal lain yang ingin aku sampaikan berkaitan dengan acara makan bareng tadi malam dengan Bang Bobby.” Jawab Viola diiringi senyum.“Oh iya, gimana dengan acara makan malam dengan Pak Bobby itu Bu?” Puspa penasaran.“Hal yang tadinya membuat aku ragu untuk memenuhi ajakan makan malamnya ternyata nggak seperti yang aku kira, Bang Bobby sosok yang asyik juga orangnya. Saking asyiknya ngobrol kami malah saling curhat,” tutur Viola kembali tersenyum.“Curhat? Curhat soal apa Bu?” Puspa makin penasaran.“Soal hubungan pribadi kami masing-masing, Bang Bobby juga ternyata senasib dengan aku yang saat ini bingung mencari tahu tentang orang yang dikasihi.” Ulas Viola.“Bang Bobby juga ditinggal kekasihnya dan saat ini tidak diketahui keberadaannya, begitu ya Bu?” tanya Viola.“Nggak gitu sih, dia tahu dengan keberadaan kekasihnya itu akan tetapi dalam beberapa bulan belakangan ini mereka tak pernah kontak. Setiap kali Bang Bobby hubungi kekasihnya itu nggak pernah mengan

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 229. Sama-sama Curhat

    “Yuk kita makan, mumpung masih hangat dan segar.” ajak Bobby, Viola menanggapinya dengan mengangguk diiringi senyum.“Nggak terasa udah 3 bulan lebih kita menjalin kerja sama, hotel ku sangat terbantu akan jasa dari perusahaan pariwisata mu itu. Dalam 3 bulan belakangan ini pengunjungnya meningkat,” kembali Bobby bicara di sela-sela makan malam mereka.“Hemmm, syukurlah kalau memang begitu Bang. Perusahaan kami juga diuntungkan dengan bertambahnya pelanggan dari hotel Bang Bobby itu,” ucap Viola kembali tersenyum.“Sebenarnya awal bulan yang lalu aku berencana untuk mengajakmu makan malam bareng, tapi karena kesibukan baru malam ini ada waktu dan kesempatan.” Ujar Bobby balas tersenyum.“Nggak apa-apa Bang, aku juga selalu sibuk kok bahkan tadi siang masih banyak berkas-berkas di kantor yang musti aku periksa dan tanda tangani.” Ulas Viola.“Wah, kenapa kamu nggak bilang? Kan kita bisa menundanya lain waktu acara makan malam bareng ini,” tanya Bobby.“Nggak apa-apa kok Bang, kerjaan y

  • Simpanan Nyonya CEO   Bab 228. Bobby Mengajak Viola Jalan

    Sabtu siang menjelang istirahat kerja, Viola datang ke ruangan Puspa. Hal itu tentu saja membuat Puspa terkejut karena memang tak biasanya begitu, setiap kali jika atasannya itu ada perlu selalu dia yang diminta datang ke ruangannya.“Bu Viola ternyata, saya kira tamu yang datang. Mari silahkan duduk Bu,” Puspa yang terkejut saat melihat atasannya yang membuka pintu ruangannya itu langsung berdiri menghampiri dan mempersilahkan duduk di kursi yang di sana tersedia pula sebuah meja yang biasa digunakan untuk melayani tamu.“Lagi sibuk dan masih banyak yang dikerjaan ya Bu Puspa?” tanya Viola.“Sudah tidak sesibuk tadi Bu hanya beberapa berkas saja yang belum selesai, ada yang perlu saya bantu sampai-sampai Bu Viola yang datang temui saya di ruangan ini?” jawab Puspa lalu balik bertanya.“Nggak terlalu penting sebenarnya dan sama sekali nggak ada kaitannya dengan pekerjaan kantor,” ulas Viola.“Lalu soal apa itu Bu?” Puspa penasaran.“Kemarin Bang Bobby nelpon ngajak aku makan malam bar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status