“Iya Bu, saya tahu sekarang udah masuk waktu istirahat siang akan tetapi masih ada beberapa gelas yang musti saya bereskan di meja para karyawan,” ulas Roy berhenti sejenak dari maksudnya akan membawa gelas-gelas itu ke ruangan belakang yang biasa dipakai untuk mencuci piring dan gelas kotor.
“Ya udah kamu antar dulu gelas-gelas itu ke belakang, setelah itu kembali ke sini!” ujar Cindy.
“Baik Bu, tapi mungkin butuh waktu 10 menit paling lama baru saya bisa kembali ke sini karena musti mencuci gelas-gelas ini dulu.”
“Nggak usah kamu cuci sekarang, nanti saja. Aku mau ngajak kamu makan siang di luar, buruan ya aku tunggu di sini!”
“Baik Bu.”
Dengan cepat, Roy menuju ruangan belakang karena tak ingin Cindy menunggunya cukup lama di sana.
Ternyata, sebuah restoran mewah menjadi pilihan Cindy untuk makan siang bareng Roy di jam istirahat kantor itu!
Roy sebenarnya merasa tidak enak sejak beberapa orang karyawan serta teman sesama OB melihatnya diajak Cindy ke mobil mewahnya di halaman kantor menuju restoran.
Akan tetapi karena dia tak tahu harus berbuat apa selain mengikuti ajakan Cindy, dia pun hanya diam saja dan menyimpan rasa tak enak itu.
“Gimana Roy, di hari pertama kerjamu di kantorku itu?” tanya Cindy di sela-sela makan siang mereka.
“Menyenangkan sekali Bu, meskipun tak jarang saya bertanya pada OB senior tentang apa-apa saja yang musti dikerjakan,” jawab Roy diiringi senyum ramahnya.
“Hemmm, aku kan udah bilang kalau di kantor aja kamu panggil aku Ibu di luar seperti hal di restoran ini kamu cukup panggil aku Tante.” Cindy mengingatkan.
“Iya Tante, maaf aku lupa.”
“Andai aja kamu memiliki ijasah minimal D3 atau S1, kamu akan aku tempatkan di posisi yang lebih baik lagi di kantorku,” ucap Cindy tiba-tiba.
“Nggak apa-apa Tante, dipekerjakan sebagai OB aja aku udah merasa lebih dari cukup. Sekali lagi aku ucapin terima kasih atas kebaikan Tante, kalau bukan karena Tante yang menawarkan aku pekerjaan di kantor Tante itu saat ini dan mungkin selamanya aku akan jadi gembel tinggal di bawah jembatan.”
“Hemmm, orang jujur dan baik seperti kamu memang layak untuk mendapat pekerjaan dan tempat tinggal yang layak. Bagiku mempekerjakanmu sebagai OB di kantor, belumlah seberapa bila dibandingkan jasamu mengembalikan dompetku yang tercecer itu!” tutur Cindy.
Roy menghentikan makannya sejenak. “Itu kebetulan aja Tante, aku juga nggak nyangka nememuin dompet Tante itu,” ucapnya.
“Ya, kebetulan kamu yang nememuin. Kalau seandainya orang lain, dompetku itu nggak bakalan kembali ke tanganku. Tak banyak orang yang baik dan jujur seperti kamu terlebih di Kota Jakarta ini, jangankan dompet yang tercecer di jalan di dalam tas ataupun saku malahan tak jarang diusahain orang untuk mencurinya.”
Cindy tidak main-main.
Dari hati terdalamnya, dia memuji sikap Roy.
Pemuda itu sendiri hanya bisa tersenyum mendengarnya.
Hanya saja, ketika kembali dari restoran, Roy merasa tak nyaman.
Pasalnya, dia dapat merasakan tatapan penasaran dari para karyawan dan para OB yang melihatnya.
Benar saja!
Roy pun menjadi perbicangan mereka.
Bahkan, tak sedikit dari mereka yang beranggapan negatif pada Roy.
Dan itu tentu dapat menimbulkan masalah atau juga kecemburuan sosial di perusahaan.
Salah satunya, Dion, OB yang cukup dekat dengan Roy menghampirinya di ruangan belakang saat Roy mencuci piring dan gelas-gelas kotor.
“Tadi Bu Cindy ngajak kamu ke mana, Roy?” tanya Dion penasaran.
“Nemanin dia makan siang di luar,” jawab Roy sembari terus meneruskan pekerjaannya mencuci piring dan gelas itu.
“Wah, asyik dong. Baru aja kerja udah diajak Bu Cindy makan siang di luar? Selama ini aku nggak pernah lihat Bu Cindy ngajak karyawan apalagi OB di kantor ini makan siang, palingan juga jika ada acara penting di luar itupun paling banter ngajak asisten pribadinya atau kepala bagian.”
Dari nada bicaranya, jelas sekali bernada tak mengenakan bagi Roy.
Roy sudah menduga jika cepat atau lambatnya akan ada pertanyaan dari teman-temannya, mengenai Cindy yang mengajaknya ke luar tadi sewaktu jam istirahat kantor. Dan itu membuatnya merasa makin tidak enak hati, tampak sekali dari sikapnya yang kurang konsentrasi saat mencuci piring dan gelas di ruangan belakang itu.
Dalam hatinya saat ini diterpa keraguan dan serba salah, di suatu sisi dia ingin menceritakan apa yang baru saja dipertanyakan Dion kepadanya namun di sisi lain Roy merasa takut akan mengakibatkan Dion atau OB yang lainnya akan dimarahi Cindy.
Sepeninggalnya Dion, Roy yang masih berada di ruangan belakang setelah menyelesaikan pekerjaannya mencuci piring dan gelas nampak bermenung sendiri.
“Apa yang musti aku lakuin sekarang? Kalau aku diam aja nggak memberi tahu Tante Cindy, pastinya nanti akan banyak lagi pertanyaan dari teman-teman yang lainnya. Kalau aku ceritain, nanti Tante tersinggung dan memarahi mereka. Waduh... Baru hari pertama kerja di sini udah buatku pusing!” keluh Roy dalam hati.
Hanya saja, Roy berusaha tenang. Dia tak ingin menambah permasalahan baru lagi jika hari pertama kerjanya itu dilalukannya dengan setengah hati akibat terlalu memikirkan pandangan negatif rekan sesama OB nya dan juga para karyawan di kantor perusahaan itu kepadanya. Sampai jam kerja usai, Roy tetap melakukan pekerjaannya sesuai yang diarahkan seniornya. Namun saat hampir seluruh OB meninggalkan ruangan itu, salah satu karyawan tiba-tiba memanggilnya, “Roy, sini sebentar!” Pemuda tampan itu pun bergegas menghampirinya. “Ada yang perlu saya bantu Pak?” “Nggak ada, aku hanya ingin ngobrol sama kamu aja. Boleh kan?” “Oh tentu saja Pak.” “Silahkan duduk!” Roy pun duduk di kursi di depan meja berhadap-hadapan dengan salah seorang karyawan itu. “Hari ini, hari pertama kamu kerja di sini sebagai OB kan?” “Benar Pak Yudi.” “Kalau boleh tahu, ada hubungan apa kamu dengan Bu Cindy?” Karyawan yang ternyata bernama Yudi itu bertanya kembali. Kali ini, Roy tak langsung menjawab p
“Sebenarnya, biasa aja, malahan lebih asyik makan di rumah makan sederhana seperti ini,” jawab Roy tak ada sedikitpun menunjukan rasa gembiranya akan ditraktir Cindy kemarin siang, justru batinnya merasa tak nyaman karenanya.Diko merasa heran akan sikap Roy yang sama sekali tak merasa surprise sedikitpun diajak oleh CEO perusahaan tempat mereka bekerja itu. “Masa sih? Bukannya Bu Cindy kalau makan siang selalu di restoran mewah?” “Emang Bu Cindy siang kemarin itu ngajakku ke restoran mewah, tapi jujur aja di samping kurang nyaman makan di sana aku juga merasa karenanya orang-orang di kantor mempermasalahkannya.” “Mempersalahkan gimana?” tanya Diko penasaran. Sepertinya, dia tak tahu atau memang tak mau tahu akan para rekan sesama OB mengunjingin Roy. “Ada yang bertanya ada hubungan apa antara aku dan Bu Cindy hingga aku sampai diajak makan siang di luar, padahal aku baru aja masuk kerja.” Roy menarik napasnya dalam-dalam mengingat kejadian kemarin. “Loh, emangnya kenapa ka
“Oke, ayo naik ke mobil nanti kita bicara di suatu tempat.” Tak butuh waktu lama, Roy pun naik mobil mewah milik Cindy.Keduanya lalu menuju salah satu cafe yang bukan hanya menyediakan berbagai macam minuman, tapi juga tersedia berbagai makanan.“Kamu mau pesan apa, Roy?” tanya Cindy saat mereka telah berada di dalam cafe itu.“Terserah Tante aja, tapi cukup minuman aja karena aku masih kenyang tadi siang makan bareng Diko.” “Oke.”Cindy lalu memanggil pelayan cafe itu untuk menyediakan dua jenis minuman segar.“Nah, kamu bisa ngomong di sini perihal sesuatu yang ingin kamu sampaikan tadi,” sambung Cindy ketika pelayan cafe telah berlalu dari meja mereka menyiapkan minuman yang mereka pesan.“Begini Tante, tapi sebelumnya aku harap Tante Cindy nggak marah,” pinta Roy yang tiba-tiba saja ia kembali merasa ragu dan kuatir akan hal yang hendak ia sampaikan pada Cindy.“Nggak, aku janji nggak akan marah. Ayo, bicaralah!”Roy menarik napasnya dalam-dalam sebelum berkata, “Begini Tante,
“Aku dengar baru hari pertama kamu kerja di sini udah diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar dan itu tentunya amat menyenangkan sekali. Selama ini kami yang udah kerja belasan tahun di sini belum pernah ada yang sampai diajak Bu Cindy makan siang bareng di luar selain tamu dan rekan bisnisnya, kalau boleh tahu ada hubungan apa antara kamu dengan Bu Cindy sampai-sampai Bu Cindy di hari pertama kerjamu di sini udah diajak makan siang di luar?” Kembali Riki bertanya. Selain rasa penasaran Riki juga merasa tidak habis pikir akan Roy yang notabenenya hanya seorang OB baru di kantor itu diperlakukan spesial oleh atasannya. “Aku keponakannya Bu Cindy.” “Hah?! Masa sih?” Riki terkejut dan tak percaya, sementara Roy memastikan kembali jawabannya dengan menganggukan kepalanya sembari tersenyum ramah. “Oh, pantas aja kamu diperlakukan spesial secara kamu keponakan Bu Cindy,” sambung Riki, meskipun di hatinya masih tak percaya dan ragu akan jawaban yang diberikan Roy itu. “Ada yang per
“Kalau itu saya juga tidak tahu Bu, katanya salah seorang karyawan di dalam.” Satpam itu tampak tak enak juga. Terlebih kala menyadari, raut wajah Nyonya CEO itu tampak kesal.“Oh gitu, ya udah aku akan tunggu dia di dalam,” balas Cindy cepat. Di sisi lain, tak seorang karyawan di lantai dasar itu yang mengetahui jika Cindy berada di luar ruangan mereka.Wanita itu bahkan sekarang duduk di sebuah kursi tepat di depan ruangan yang dijadikan tempat tinggal Roy.Cindy bahkan tampak geram. “Kurang ajar! Siapa karyawan yang menyuruh Roy untuk membeli pena dan memfoto copy ke luar? Bukankah di kantor peratan tulis udah tersedia begitu juga buat memfoto copy berkas-berkas.” Untungnya, tak berselang lama, Roy pun datang dan bermaksud mengantarkan pena dan hasil foto copy berkas ke dalam ruangan di mana salah seorang karyawan menyuruhnya untuk membeli pena sekaligus memfoto copy beberapa lembar berkas kerjaannya itu.“Roy..!” panggil Cindy cepat.“Eh, Bu Cindy?” “Dari mana kamu?” tanya Ci
“Kamu udah makan siang?” tanya Cindy. “Belum Tante.” jawab Roy, kembali Cindy geleng-geleng kepala. “Ya udah, sekarang naik ke mobil kita makan siang di luar!” Ajak Cindy, Roy menganggukan kepalanya lalu naik ke mobil mewah milik CEO perusahaan itu. Seperti makan siang bareng beberapa hari yang lalu, Cindy kembali mengajak Roy ngobrol sembari menikmati menu yang dipesan. “Kamu tahu nggak jika Dion dan teman-temannya tadi telah memperlakukan kamu tak sepantasnya?” tanya Cindy, Roy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Lain kali jangan pernah kamu ulangi lagi, sampai-sampai kamu mengabaikan jam istirahat dan makan siang. Tadi kamu dengarkan? Aku udah memperingatkan mereka untuk tidak mengulanginya lagi menyuruh kamu di luar ketentuan kerjamu sebagai OB di kantorku,” ujar Cindy. “Ya Tante, aku nggak akan bersedia lagi mereka suruh ke luar karena itu bukan tugas dan tanggung jawabku sebagai OB di kantor Tante.” ulas Roy. “Bagus, dengar ya Roy tugasmu sebagai OB di kantorku sesuai d
“Lantas bagaimana solusi yang tepat menurut Bu Cindy untuk Roy?” tanya Tari. “Aku mau menguliahkan dia agar nanti bisa aku tempati di posisi yang strategis di kantor ini, untuk sementara waktu dia aku jadikan pembantu pribadiku aja di sini. Jika dia tetap aku pekerjakan sebagai OB, bukan tidak mungkin tanpa sepengetauanku dia akan diperlakukan seenaknya lagi oleh para karyawan,” tutur Cindy. Tari terlihat mengangguk-anggukan kepalanya “Iya Bu, saya rasa itu solusi yang terbaik.” “Aku juga akan mencari kos-kosan buat dia yang lokasinya dekat dari kantor ini,” tambah Cindy. “Benar Bu, tinggal di kos-kosan atau rumah kontrakan akan lebih nyaman dibandingkan tinggal di salah satu ruangan kantor perusahaan ini yang tentunya terlalu tertutup dan bisa jadi sewaktu-waktu dia akan merasa pengap karena bersekat dengan dinding ruangan lainnya,” ujar Tari selaku sekretaris merangkap kepala personalia perusahaan Cindy. Jam istirahat siang kantor masih akan tiba 15 menit lagi, akan tetapi Cind
“Ada apa Tante? Kok Tante Cindy senyum-senyum sendiri?” tanya Roy membuat Cindy yang baru saja membantin jadi tersentak. “Nggak ada apa-apa Roy, barusan Pak Dimo bilang kalau kos-kosan kamu udah dapat dan letaknya nggak jauh dari kantor,” jawab Cindy. “Oh, aku kira ada apa? Ngapain sih Tante pakai repot-repot segala mencari kos-kosan, di salah satu ruangan yang aku tempati itu aku rasa udah cukup dan aku senang kok tinggal di sana,” ujar Roy. “Nggak, menurutku alangkah lebih baiknya kamu tinggal di luar. Seperti yang tadi aku katakan, kamu akan lebih merasa nyaman tinggal di kos-kosan karena jika di dalam ruangan kantor ruang gerakmu terbatas. Seperti orang tawanan aja, terlebih ketika malam datang kamu nggak akan bisa ke luar karena pagar gedung kantor di kunci oleh satpam penjaga di luar,” jelas Cindy. “Bisa kok Tante, buktinya aku bisa minta izin ke luar buat beli nasi bungkus dan rokok,” ujar Roy. “Iya, tapi kamu kan nggak bisa ke luar lama-lama karena pastinya satpam di sana