Saat pagi menyapa, Draco melihat Luna masih tertidur pulas dalam pelukannya seperti kucing kecil yang membutuhkan perlindungan. Tampak senyuman di wajah Draco terlukis. Pria itu menyukai melihat Luna tertidur bagaikan bayi yang terlelap.Draco menyingkirkan rambut Luna yang menutupi wajah gadis itu. Dia memberikan kecupan lembut di pipi Luna. Tatapannya hanyut akan wajah polos gadis itu. Paras cantik dan lemah lembutnya, membuat dirinya merasakan ketenangan dan kedamaian yang menyejukan hati. Suara ketukan pelan pintu terdengar. Refleks, Draco menyingkirkan penuh hati-hati tubuh Luna—dan membaringkan kepala gadis itu ke bantal empuk. Berikutnya, dia turun dari ranjang dan melangkah ke arah pintu. Dia membuka pintu kamar secara perlahan.“Tuan…” Pelayan menundukkan kepala di hadapan Draco.Draco menatap dingin pelayan yang ada di hadapannya. “Ada apa kau menggangguku?” serunya dengan nada pelan dan penuh peringatan. Dia tak bisa mengeraskan suara, karena Luna sedang tidur. Dia tidak m
Jantung Luna seakan ingin berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Draco. Manik mata gadis itu melebar bersamaan dengan bibirnya yang juga menganga. Bulu kuduk merinding ketakutan melihat singa berukuran besar berada di samping Nigel. Jemari lembut Luna meremas pelan kaus Draco.Ya, gadis itu sangat takut. Bukan hanya dia saja yang ketakutan, tapi Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan besi juga ketakutan. Ancaman Draco terdengar sangat tidak main-main. Singa jantan besar itu tampak sangat buas dan mengerikan. Delcy dan Elsa yang berada di dalam kurungan sampai bergetar ketakutan.“T-Tuan Draco … a-ampuni saya, Tuan. Saya tidak bermaksud mengkhianati Anda.” Elsa menatap Draco dengan penuh permohonan. Matanya memelas belas kasihan, agar Draco mau mengasihaninya. Senyuman samar di wajah Draco terlukis mendengar permohonan Elsa. “Nigel, buka kurungan itu.”“Baik, Tuan.” Nigel patuh dengan apa yang Draco katakan. Pria itu langsung membuka kunci di kurungan besi itu.Delc
Luna menelan salivanya membayangkan dirinya akan diajak berkenalan dengan Samson. Dia baru saja selesai mandi, dan sudah mengganti pakaiannya dengan dress sederhana. Sebenarnya dia sudah mandi, tapi karena Draco mengajaknya mandi bersama, maka tentu dia dilarang keras untuk menolak.Saat ini Draco tengah menjawab telepon dari asisten pria itu Luna tengah menunggu Draco di kamar—dengan kondisi jantungnya berdebar kencang tak karuan. Tangan gadis itu berkeringat dingin akibat rasa panik. Draco bilang setelah pria itu selesai menelepon, akan mengajak Luna berkenalan dengan Samson. Membayangkan singa jantan besar milik Draco sudah membuat Luna bergidik ngeri.Andai saja Samson adalah kucing atau hanya anjing kecil, pasti Luna akan senang berkenalan dengan Samson. Namun ini yang menjadi masalah adalah Samson merupakan singa jantan berukuran sangat besar.“Ya Tuhan, bagaimana ini?” gumam Luna gelisah.Kedua tangan Luna saling menaut. Rasa gelisah menyelimuti. Dia ingin menolak ajakan Draco
Mata Luna mengerjap beberapa kali ketika kesadarannya sudah benar-benar pulih. Perlahan gadis itu memijat keningnya, menatap Draco yang ada di hadapannya. Ingatannya masih belum sepenuhnya pulih, karena baru bangun dari pingsan.“D-Draco? A-apa yang terjadi?” Luna menatap Draco meminta penjelasan jawaban. Gadis itu bingung apa yang sebenarnya terjadi padanya. Dia benar-benar lupa. Draco memasukan tangannya ke dalam saku celananya, dan menatap tajam dingin dan lekat gadis itu. “Kau lupa tadi kau pingsan?”Luna terdiam mendengar apa yang Draco katakan. Dalam hitungan detik, kepingan memori di dalam benak Luna terkumpul layaknya kepingan puzzle yang telah tersusun rapi sempurna. Raut wajah Luna berubah ketika ingatannya sudah kembali. Gadis itu mengingat dirinya dipaksa berkenalan dengan Samson—singa jantan milik Draco. Sialnya, singa jantan itu malah mengendus-endus tubuh Luna hingga membuat gadis itu jatuh pingsan.Sekarang Luna berada di kamar Draco yang ada di mansion pria itu. Itu
Hidup Luna sudah lebih tenang sejak di mana bibinya telah membusuk di penjara. Jika dulu dia selalun dilingkupi perasaan cemas dan takut, sekarang kondisi sudah berbeda. Tidak lagi sama seperti dulu. Delcy dan Elsa telah berada di penjara untuk menebus kesalahan mereka. Sebenarnya, Draco tidak puas menghukum Delcy dan Elsa ke dalam penjara. Yang pria itu inginkan adalah Delcy dan Elsa terlempar ke kandang Samson—dan menjadi menu makanan utama Samson.Akan tetapi, Draco memikirkan perasaan Luna. Pastinya Luna akan terguncang, jika sampai Delcy dan Elsa menjadi santapan Samson. Gadis itu memang memiliki hati yang sangat lembut. Bahkan meski telah dijahati oleh Delcy ataupun Elsa, tetap saja Luna tidak pernah menaruh dendam.“Nona Luna?” sang pelayan melangkah menghampiri Luna.“Ya?” Luna mengalihkan pandangannya, menatap pelayan.“Nona, saya ingin memberikan makanan untuk Samson. Apa Anda ingin ikut? Sebelum berangkat ke kantor, Tuan berpesan untuk menawarkan Anda untuk ikut dalam memb
“Tuan, Anda ingin pergi ke mana?” Nigel menatap Draco yang hendak pergi dengan terburu-buru. Padahal Tuannya itu memiliki meeting sampai malam.“Nigel, batalkan pertemuan malam ini. Ada beberapa hal yang harus aku urus,” ucap Draco dingin dan datar. Kening Nigel mengerut. “Maaf, Tuan. Apakah Anda ingin pulang cepat menemui Nona Luna?” ujarnya bertanya memastikan.Draco menggeleng. “Aku ingin bertemu Mireya.”Raut wajah Nigel berubah terkejut. “Anda ingin bertemu Nona Mireya? Maaf, maksudnya Nona Mireya sedang berada di New York?”“Aku mendapatkan pesan dari Mireya. Kau urus pekerjaanku di sini. Aku harus menemuinya,” jawab Draco dingin dan tegas.Nigel ingin kembali bertanya guna memastikan. Akan tetapi raut wajah marah tuannya membuatnya tidak berani untuk mengajukan pertanyaan. Akhirnya, dia mengangguk sopan merespon ucapan Draco.“Katakan pada pelayan kemungkinan aku akan pulang terlambat. Minta Luna untuk tidak menungguku. Katakan pada pelayan, aku memberi perintah pada Luna unt
Draco turun dari mobil, dan segera masuk ke dalam mansion-nya. Para penjaga dan pelayan sudah menunduk menyapanya. Pria itu melirik sekilas jam yang melingkar di pergelangan tangannya—waktu menunjukkan pukul dua belas malam.Draco mengembuskan napas kesal. Dia ingin pulang lebih awal, tapi semua rencananya gagal total, karena sosok wanita yang selalu membuatnya naik darah. Wanita yang sudah lama dia hindari, tapi semua menjadi rumit.“Selamat malam, Tuan.” Pelayan menyapa Draco sopan.Draco menatap dingin pelayan yang ada di hadapannya. “Apa Luna sudah tidur?”Sang pelayan menunduk. “Nona Luna berada di kamar, Tuan. Setelah selesai makan malam, beliau berada di kamar.”Draco mengangguk singkat merespon ucapan sang pelayan. Tanpa berkata apa pun lagi, dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu—menuju ke kamarnya. Dia ingin segera menemui Luna.Saat tiba di kamar, Draco melihat Luna tertidur di ranjang tanpa memakai selimut. Padahal AC di kamar sangat dingin. Namun, gadis itu tak memak
Nigel disibukkan dengan begitu banyak tugas dari Draco. Ditambah, tuannya tak datang ke kantor. Itu yang menyebabkannya sudah sangat sibuk di depan MacBook-nya. Dia mengenal sifat tuannya yang tak suka ada yang lambat bekerja.“Tuan Nigel…” Seorang sekretaris melangkah menghampiri Nigel yang tengah sibuk.“Ada apa?” Nigel melirik sekilas sang sekretaris yang sudah ada di hadapannya.“Tuan Nigel, di depan ada Nona Mireya Light. Beliau ingin bertemu dengan Tuan Draco Riordan. Saya sudah menyampaikan pada beliau bahwa Tuan Draco Riordan hari ini tidak datang ke kantor. Tapi, beliau tidak percaya, Tuan,” jawab sang sekretaris yang menunjukkan wajah cemas.Nigel mengembuskan napas kasar mendengar Mireya datang. “Aku akan menemuinya. Kau selesaikanlah pekerjaanmu. Tuan Draco Riordan akan marah, kalau kau terlambat menyelesaikan pekerjaanmu.”“Baik, Tuan.” Sang sekretaris segera melangkah pergi meninggalkan Nigel.Nigel bangkit berdiri melangkah menemui Mireya. Sebab tuannya tidak ada di kan