Share

Bab 4

Author: Zoro
Mudah dikendalikan, dan nasibnya tangguh ...

Jadi, itukah alasan sebenarnya Suryanto memilih dirinya?

Hati Julianti terasa remuk, menebarkan rasa sakit yang tajam.

Namun di balik rasa sakit, dia justru merasa ngeri.

Dia tak sanggup membayangkan, di hari-hari ketika dia tak bisa mendengar, sudah berapa banyak hinaan kejam yang telah dilontarkan Suryanto dan sahabat-sahabatnya di belakangnya?

Orang-orang itu tampak ramah padanya.

Namun kenyataannya, mereka menyindirnya dengan kebencian yang tak mereka sembunyikan sedikit pun!

"Sudah, sudah. Dia nggak pernah makan makanan enak, bukan salah dia juga, kan."

Yulia berdiri, mengambil sebuah tiram dan menyodorkannya ke arahnya berkata, "Ini sudah ditambahkan lemon, Nona Julianti mau coba?"

Melihat tiram itu semakin mendekat, Julianti panik. Dia segera menepis tangan Yulia. Tiram itu terlepas terdengar suara "plak!", jatuh tepat ke rok mahal yang dikenakan Yulia.

"Aduh! Ini rok baruku!" Yulia menjerit dan menatap Suryanto dengan wajah merajuk lalu berkata, "Aku berniat baik ingin menyuapinya tiram, tapi dia malah mempermalukanku seperti ini. Suryanto, kamu nggak akan diam saja, kan?"

Suryanto mengernyit dan buru-buru mengambil selembar tisu, sambil membujuk, "Tentu nggak akan diam."

Namun saat emosi Yulia sudah naik, tak ada yang bisa menghentikannya, lalu berkata, "Kalau begitu hukum dia, biar dia tahu sopan santun!"

Suryanto mencubit lembut lengannya Yulia, lalu membisikkan sesuatu di telinganya.

Tak sampai beberapa detik, amarah di wajah Yulia lenyap, senyum manis kembali muncul di bibirnya dan berkata, "Baiklah, aku anggap nggak terjadi apa-apa."

Sepanjang makan malam, Julianti merasa seperti menelan pecahan kaca, setiap suapan bagaikan siksaan.

Setelah melalui malam yang panjang, mereka akhirnya tiba di parkiran bawah tanah. Suryanto tiba-tiba berhenti dan berisyarat, "Aku masih ada jamuan makan, pulangnya akan sangat larut. Supir akan mengantarmu pulang dulu, hati-hati di jalan."

Julianti hanya mengangguk pelan, lalu berbalik dan naik ke mobil.

Namun sebelum pintu tertutup, dia sempat melihat Suryanto bergegas masuk ke mobil Yulia tanpa ragu sedikit pun.

...

Julianti baru saja tiba di rumah, bahkan belum sempat berganti pakaian, kepala pelayan menghampirinya dengan tergesa-gesa, "Nyonya, obat tradisional yang disimpan Tuan di ruang pendingin harus segera dicairkan. Tapi aku harus buru-buru keluar sekarang, apakah Nyonya bisa mengambilnya sendiri?"

Julianti tak banyak berpikir, hanya mengangguk dan menuju ke ruang pendingin di belakang rumah.

Tak disangka, begitu masuk, pintu di belakangnya tiba-tiba tertutup rapat.

Begitu udara dingin menerpa seluruh tubuhnya, sebuah ingatan tiba-tiba terlintas di benaknya.

Saat makan malam tadi, ketika Yulia merengek minta Suryanto menghukumnya. Suryanto hanya membisikkan sesuatu di telinga Yulia, dan langsung membuat Yulia tenang.

Rupanya bukan tidak menghukumnya.

Tapi sudah mempersiapkan cara menghukumnya sejak awal.

Mengingat ini, hati Julianti seketika jatuh ke dasar jurang.

Julianti takut dingin dan Suryanto lebih tahu dari siapa pun.

Dulu, saat mereka ke Pulau Toya untuk melihat aurora, Julianti hanya menggosok lengannya sebentar, Suryanto langsung melepas jaketnya dan menyelimutkannya sambil berkata, "Juli takut dingin, aku nggak bisa biarkan kamu kedinginan."

Namun sekarang, Suryanto yang justru menggunakan rasa takut terbesarnya Julianti untuk menyiksanya.

Julianti memeluk dirinya sendiri, meringkuk di sudut ruang pendingin. Udara dingin seperti ribuan ular es yang menyusup lewat leher baju dan ujung lengan, merambat hingga ke tulang.

Julianti bernapas tersengal-sengal, paru-parunya terasa penuh serpihan es, dingin dan perih.

Berjam-jam berlalu, hingga kesadaran Julianti mulai kabur dan hampir pingsan, pintu ruang pendingin akhirnya terbuka. Siluet tinggi Suryanto berjalan masuk.

"Juli, kenapa kamu ada di sini?" Suryanto berpura-pura panik, lalu cepat-cepat menggendongnya ke ruang tamu dan mengambil bantal pemanas untuk menghangatkan tubuhnya. Kemudian, Suryanto menjelaskan, "Pintu ruang pendingin rusak. Aku akan segera panggil teknisi untuk memperbaikinya."

Melihat tatapan tulus Suryanto, Julianti hanya merasa sangat ironis.

Tapi yang lebih menyakitkan masih ada di belakang.

Suryanto mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video dengan Yulia. Kamera diarahkan ke wajah Julianti yang pucat dan gemetar.

"Aku sudah menghukumnya, sekarang sudah lega?"

Di seberang layar, Yulia mendengus, "Aku cuma menyuruh kamu hukum dia sedikit. Jangan sampai benar-benar membunuhnya. Kalau dia mati, siapa yang akan jadi tameng buatku?"

"Mana mungkin?" Ekspresi Suryanto masih lembut, tapi kata-katanya dingin bagai es, "Dia kulitnya tebal, nggak manja sepertimu."

Mendengar ini, Julianti hampir menggigit bibirnya hingga berdarah.

Bantalan pemanas di pelukannya masih hangat.

Namun kehangatan tipis itu tak lagi bisa menghangatkan hatinya yang telah membeku.

Ketika Suryanto pergi ke dapur untuk mengambilkan air, ponsel Julianti tiba-tiba bergetar.

Dibukanya, ternyata pesan dari Paman Hendra.

[Juli, kirimkan alamat nenekmu. Kalau kamu mau, Paman bisa bawa kalian pergi dari tempat ini kapan saja.]
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 20

    Setelah mendengar kata-kata Julianti, Amelia tidak melanjutkan untuk membujuk, hanya berkedip dan berkata dengan nada penuh rahasia, "Urusan perasaan itu paling nggak masuk akal, kamu tunggu saja, Gerry pasti akan bertindak."Julianti saat itu hanya menganggap Amelia bercanda, tidak terlalu dipikirkan.Namun, siapa sangka, setengah bulan kemudian, dia benar-benar menerima pesan WhatsApp dari Gerry.Gerry bilang ada film baru yang mendapat ulasan bagus, dan ingin mengajak Julianti menonton bersama.Julianti ragu sejenak menatap layar, memikirkan sebelumnya sudah banyak dibantu olehnya, menolak rasanya terlalu dingin, akhirnya dia membalas dengan satu kata. [Baik.]Tak disangka saat sampai di bioskop, dia mendapati bahwa di seluruh ruang pemutaran hanya ada mereka berdua.Yang lebih mengejutkan, saat film hampir selesai, teks berjalan tiba-tiba hilang, gambar berpindah ke sudut pandang asing dan aneh.Kamera tampak dipasang di lantai, sudutnya pas mengarah ke celah sebuah pintu kayu."Ap

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 19

    Setelah Julianti dibawa pergi oleh Gerry, dia menghilang tanpa jejak, seolah menguap dari dunia. Seberapa keras pun Suryanto mencarinya, tetap tak ada satu pun jejak yang bisa ditemukan.Suryanto terjebak dalam kesedihan yang dalam. Setiap hari dia menenggelamkan diri dalam alkohol, bahkan tak sanggup lagi mengurus urusan perusahaan.Keadaan mentalnya yang kacau menjadi celah bagi para pengkhianat internal untuk mulai beraksi.Tak butuh waktu lama, Perusahaan Pradana pun jatuh ke dalam krisis besar. Sementara Perusahaan Ananda, yang selama ini selalu menjadi pendukung kuatnya, juga sudah tak sanggup memberikan bantuan.Sejak rahasia internal perusahaan bocor, saham Perusahaan Ananda anjlok tajam, dan tak lama kemudian, perusahaan itu pun nyaris bangkrut.Yulia dikhianati dan kehilangan segalanya dalam satu malam. Hidupnya runtuh, pikirannya kacau, dan dia berubah menjadi sosok yang nyaris kehilangan kewarasan.Pernah suatu kali, dia keluar rumah dalam keadaan telanjang dan berlarian se

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 18

    Suryanto merasakan sakit kepala yang nyaris pecah saat mendengar kata-kata itu.Dia pernah yakin, setelah sekian lama memperbaiki semuanya, Julianti benar-benar sudah memaafkannya.Dia bahkan diam-diam merencanakan untuk memiliki dua anak dengannya, lalu berkeliling dunia bersama, menikmati keindahan di seluruh penjuru.Namun pada akhirnya, dia sadar semua itu hanyalah khayalan sepihak dari dirinya sendiri.Suryanto menggeleng tanpa daya, suaranya serak sulit disembunyikan, "Nggak, bagaimana aku tega membunuhmu? Meskipun kamu telah menghianatiku, aku pantas menerimanya. Aku nggak peduli, Juli, kita pulang saja ... ""Ingin membawa Julianti pergi? Lewat aku dulu!"Pintu di belakang tiba-tiba terbuka dengan keras. Gerry bersama sekelompok pria berbaju hitam langsung menyerbu masuk.Hati Suryanto langsung berat ketika dia menatap Gerry.Dia sudah menduga urusan ini ada hubungannya dengan Gerry, tapi tidak menyangka Gerry berani membawa orang dan masuk ke wilayahnya secara terang-terangan.

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 17

    "Tolong ... Uh!"Belum sempat suara minta tolong itu keluar sepenuhnya, tengkuk Yulia sudah kena sabetan telapak tangan, dan dia langsung pingsan.Julianti menoleh ke sekeliling, menemukan laptop di kamar itu, lalu segera mencolokkan flashdisk ke dalamnya.Hanya dalam beberapa detik, seluruh data berhasil dikirim.Kali ini, kabar tentang serangan terhadap sistem langsung sampai ke telinga Suryanto begitu kejadian terjadi.Perusahaan Ananda dan Perusahaan Pradana menjalin kerja sama yang sangat erat.Sekarang Perusahaan Ananda diserang, Perusahaan Pradana tentu tak bisa lepas dari imbasnya.Alis Suryanto langsung mengerut dalam. Awalnya Suryanto berniat memberitahu Julianti bahwa ada keadaan darurat di kantor, dan dia harus segera kembali untuk menanganinya.Namun begitu pintu kamar didorong terbuka, ternyata ruangan itu kosong. Di balkon, seutas tali tergantung dan menjulur ke bawah gedung!Tatapan Suryanto langsung menggelap, dia segera memberi perintah pada bawahannya, "Segera tutup

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 16

    Data di komputer dengan cepat tersinkronisasi ke Gerry.Sementara itu, Julianti menerima pesan dari Gerry.[Bagus sekali, selanjutnya coba cari kesempatan untuk memasukkan flashdisk itu ke komputer yang selalu dibawa Yulia, maka tugasmu selesai.]Julianti mengeratkan bibirnya, tak bisa menahan diri bertanya pada Gerry, [Setelah rencana selesai, bagaimana kamu akan membantuku keluar dari masalah ini?]Gerry berkata jujur, [Aku akan memberimu identitas baru, dan kalau kamu masih khawatir, kamu bisa bekerja di Perusahaan Ananda. Selama kamu berada di wilayah kekuasaanku, dia tidak akan bisa menyentuhmu sedikit pun.]Membaca pesan itu, Julianti akhirnya merasa lega.... Pertama kali Julianti bertindak, Suryanto tidak menyadari ada sesuatu yang janggal.Saat dia sedang berpikir bagaimana mendekati Yulia, kesempatan justru datang dari langit.Suatu hari, Suryanto mendatangi Julianti dan berkata, "Juli, aku sudah menyiapkan makam terbaik untuk nenekmu di Pemakaman Sentosa terbesar di Kota B

  • Sinar di Balik Pengkhianatan   Bab 15

    "Hmm, aku sudah memaafkanmu." Suara Julianti sangat pelan, tak membawa sedikit pun kehangatan, yang tersisa hanya dingin yang senyap membeku di matanya.Namun Suryanto seolah tak menyadari keanehan itu, seluruh dirinya tenggelam dalam kegembiraan yang membuncah.Dia segera memerintahkan asistennya menyiapkan jet pribadi, tak sabar ingin membawa Julianti kembali ke Kota Beirus.Namun belum jauh dari penginapan, tiba-tiba sesosok wanita berbaju pengantin menerobos keluar dan menghadang mereka.Rambut Yulia berantakan, gaun pengantinnya kusut tak beraturan, dan tatapannya menusuk dingin ke arah Suryanto, seperti mata pisau yang menggores, "Suryanto, kamu nggak pikir harus kasih aku penjelasan?"Belum sempat Suryanto bicara, mata Yulia sudah berpaling tajam ke arah Julianti, suaranya dipenuhi rasa tak terima dan dendam, "Jadi kamu kabur dari pernikahan demi dia? Datang ke Kota Yale buat nemuin dia? Apa kamu mau bawa dia balik ke Kota Beirus dan balikan sama dia?"Suryanto jelas tak menyang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status