Share

Permintaan Maaf

Author: Aphrodite
last update Huling Na-update: 2023-05-26 13:16:53

Hannah mengigit bibirnya saat menatap kerumunan wartawan dari balik tirai panjang butiknya. Sial! Ia tidak pernah tahu kalau masyarakat begitu tertarik dengan kehidupan pernikahan Sebastian.

Hannah menatap jam tangannya. Kenapa Sebastian belum datang?

Jawabannya datang saat itu juga. Begitu melihat limusin hitam dan sebuah mobil SUV di belakangnya Hannah langsung tahu kalau bantuannya telah datang. Tanpa sadar Hannah tersenyum dan mendesah lega.

"Sebastian sudah datang?"

Hannah menoleh, menatap rekan kerjanya. "Sepertinya begitu."

Beberapa pengawal dengan setelan resmi tampak berjalan mendekati butiknya. Hannah buru-buru membuka pintu untuk mereka.

“Sebastian yang mengirim kalian?” tanyanya, begitu menutup pintu di belakang para pria bertubuh kekar dengan tatapan datar tanpa ekspresi itu.

“Yes, Mam.”

"Dia tidak ikut?"

“Tuan Sebastian hanya mengirim kami, Mam. Perintahnya adalah membawa Anda dari sini.”

Jadi ia minta tolong pada Sebastian dan para pengawal inilah jawabannya? Kenyataan ini mengirim denyut kemarahan pada urat lehernya. Pria itu benar-benar tahu bagaimana menjadi pria brengsek.

“Bagaimana cara kalian mengeluarkanku dari sini?” tanyanya saat kerumunan wartawan semakin banyak memadati halaman di depan butiknya.

Perasaannya campur aduk. Namun, rasa tidak nyamanlah yang paling mendominasi. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian saat tidak berhubungan dengan pekerjaan. Sekarang, apa pun yang akan ia kerjakan bisakah ia melakukannya dengan damai tanpa perlu merasa cemas tentang apa yang akan dipikirkan orang-orang mengenai dirinya?

“Dengan melindungi Anda, Mam.”

Para pengawal membuka jalan, jadi Hannah bisa keluar tanpa takut didekati. Saat itu juga para wartawan dengan cepat mengerubunginya seperti semut.

Dikelilingi oleh para pengawal, Hannah menunduk, berusaha mengabaikan rentetan pertanyaan yang ditujukan padanya. Sampai ia mendengar pertanyaan yang berhasil membuatnya membeku.

“Pasti menyenangkan wanita sepertimu berhasil menikah dengan salah satu bujangan paling panas di negara ini. Bagaimana pendapat Anda Mrs. Carter?”

Sesaat, sesaat yang rasanya sangat menentukan Hannah sungguh ingin membalas dan mengatakan "rasanya seperti di neraka kalau kau mau tahu" tapi rupanya pemikiran waras masih mendominasinya jadi Hannah melakukan satu-satunya hal yang ia bisa saat ini. Berjalan dan masuk ke limusin tanpa kata.

Hannah meraih botol minuman yang ada di dalam kulkas begitu ia duduk nyaman. Erangan penuh penghargaan terlontar dari bibirnya saat sensasi dingin merambat di tenggorokannya.

"Sebastian masih di kantor?" tanyanya sesaat kemudian.

Pengawal yang duduk di samping kemudi membuka suara, "Tidak, Mam. Tuan sudah pulang."

Ponselnya bergetar. Saat melihat siapa yang menelepon, Hannah memastikannya dengan ganas.

Biarkan saja pria itu menelepon ia tidak peduli!

Hannah baru memejamkan mata saat mendengar pengawalnya kembali berbicara

"Mam..."

Hannah yang dongkol melotot. Tidak bisakah ia diberi sedikit ketenangan untuk berpikir?

“Ya?” tanyanya tanpa berusaha menyembunyikan kejengkelannya.

Pengawal yang duduk di samping supir menyerahkan ponsel padanya dengan ekspresi kaku. Bahkan sebelum menerimanya Hannah tahu siapa yang menelepon. Ia menerimanya dengan enggan.

“Kenapa menolak teleponku?” sembur Sebastian bahkan sebelum ponsel benar-benar melekat di telinganya.

“Aku sibuk,” balasnya cepat.

“Aku perlu tahu kau baik-baik saja.”

Kalimat itu berhasil membuat kemarahan Hannah kembali ke permukaan.

“Well, aku masih hidup jika itu yang kau butuhkan.” Dan dengan kejam Hannah mematikan sambungan, puas dengan dirinya sendiri karena berhasil membuat Sebastian terkejut. Bagaimana menghadapi kemarahan Sebastian, Hannah tidak ingin memikirkannya. Sekarang ini ia hanya menyadari kalau privasi tidak ada lagi dalam hidupnya. Tidak sejak ia setuju menikah dengan milliarder Sebastian Carter.

Sebastian menatap tidak percaya ponsel yang ada dalam genggamannnya. Apa Hannah baru saja mematikan teleponnya? Lagi? Lucu mengingat wanita itu baru saja meminta tolong padanya.

Sebastian bermaksud menelepon kembali wanita itu. Namun, ketukan di pintu ruangannya membuatnya urung melanjutkan niatnya.

“Masuk.”

Salah satu pelayannya datang membawa nampan. “Makan siang Anda, Sir.”

Sebastian menatap makanan itu dan membuat keputusan.

“Aku akan makan bersama Hannah.”

Pelayan itu mengangguk dan mengundurkan diri.

“Tunggu! Aku ingin diberitahu saat Hannah tiba.”

“Baik, Sir.”

Sebastian membuka MacBooknya dan kembali larut dalam pekerjaannya. Sesaat pandangannya tertuju pada figura yang ada di atas meja kerjanya dan hatinya kembali diserang perasaan marah dan juga frustrasi. Tangannya terulur hendak meraih bingkai itu. Namun, sekali lagi pintu ruangannya kembali diketuk. Kit muncul dengan tabletnya.

“Ada berita baru?”

“Tidak, Sir. Saya ingin memberitahu kalau Mrs. Carter sudah datang.”

Hannah sudah sampai? Sebastian menatap jamnya dan bergegas keluar. Ia bisa melihat Hannah menaiki tangga. Sebastian menunggu Hannah di ujung tangga. Wanita itu kelihatannya sedang melamun. Saat kepalanya terangkat Sebastian melihat bola mata cokelat itu melebar.

“Kenapa berdiri di sana?” tanya Hannah gugup.

“Kita perlu bicara.”

“Aku tidak," balas Hannah keras kepala seperti biasa.

Sebastian menatap jamnya. “Kita makan malam lima belas menit lagi. Aku mengharapkan kedatanganmu di sana.”

Wajah Hannah melongo. “Kau tidak bisa berbuat seenaknya padaku!”

Teriakan itu mengejutkan Sebastian. Kapan terakhir kali wanita berteriak padanya? Ia tidak ingat.

“Kita bicara setelah makan,” ucap Sebastian lembut seakan sedang bicara pada banteng mengamuk.

“Kau selalu mendapatkan keinginanmu bukan?”

Tidak, karena jika iya, wanita itu tidak akan menghilang dan meninggalkannya tanpa penjelasan.

“Makan akan memperbaiki suasana hatimu.”

Hannah sungguh ingin memaki dan mencakar wajah menawan Sebastian, tapi tatapan dingin Sebastian sudah cukup jadi peringatan untuknya. Pria itu mungkin tenang tapi jika ia terus mendesaknya bukan tidak mungkin Sebastian akan marah dan hanya Tuhan yang tahu apa yang akan dilakukan pria itu saat sedang marah.

Hannah buru-buru memasuki kamarnya, meraih gaun selutut berwarna peach dan bergegas mengenakannya. Potongannya sederhana dan pas, batin Hannah. Ia menuruni tangga dan masuk ke ruang makan di mana Sebastian sudah duduk dan sibuk dengan tabletnya.

Bayangan saat ia berteriak dan marah-marah berhasil membuatnya merasa malu. Mungkin pria itu terlalu sibuk untuk datang membantunya. Setidaknya Sebastian meminta anak buahnya datang kan?

“Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu? Merasa bersalah?” tebak Sebastian tepat sasaran.

Hannah meringis, tidak membantah.

Beberapa pelayan dengan pintar memilih menyiapkan makanan dan bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.

“Maaf. Tindakanku saat itu keterlaluan.” Hanya itu yang bisa ia ucapkan.

Sebastian tidak mengatakan apa pun. Pria itu memilih meraih sendok dan mulai menyuapkan makanannya. Hannah meniru gerakannya. Mereka makan dalam diam sampai Hannah mengacaukannya dengan pertanyaannya.

“Apa kau baik-baik saja dengan semua ini? Dengan kepergian Tara?” tanyanya dan langsung menyesalinya.

Hannah bersumpah kalau ia melihat kilat menakutkan di bola mata Sebastian.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Sampai Menutup Mata

    Hannah menatap kupu-kupu yang beterbangan dari satu bunga ke bunga yang lainnya yang ada di taman. Beberapa kumbang tertarik mengikuti jejak si kupu-kupu. Seulas senyum membayang di wajahnya, senang menikmati pemandangan dari tempatnya berbaring.Angin berembus, menerbangkan rambutnya ke segala arah, tapi Hannah sama sekali tidak keberatan dengannya. Ia sedang diliputi kebahagiaan. Siapa menyangka, impian yang dulu hanya bisa ia tanam dalam benaknya tanpa berani ia ucapkan kini terwujud nyata dalam hidupnya.Mereka tinggal di sebuah rumah yang dikelilingi pepohonan, memisahkan mereka dari dunia luar, tapi Hannah menyukainya. Tempat ini, rumah ini, padang rumput dan juga pepohonan yang mengelilingi rumah besar mereka cukup menjadi gelembung kebahagiaan yang membuatnya merasa menjadi orang paling beruntung di dunia.“Mammah! Phoebe baru saja mendorongku dan membuatku terjatuh.”Hannah berbalik, tersenyum melihat anak kecil berusia 4 tahun berlari menghampirinya. Wajahnya cemberut dan pa

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Sampai Akhir

    Dia menunggu momen seperti ini seumur hidup atau seperti itulah yang ia rasa. Hari-hari yang ia lewati hanya memupuk kerinduannya terhadap wanita ini. Wanita yang kehadirannya membuatnya merasa utuh.“Kau cantik.”Cantik terlalu sederhana tapi ia terlalu gugup dan bersemangat hingga tidak menemukan kata yang tepat untuk menunjukkan kekagumannya. Sesaat ia pikir ini pasti mimpi. Bagaimana mungkin wanita cantik dan mengagumkan ini datang padanya?Hannah terlihat memukau dan meluluhkan. Dan ia merasa lututnya lemas.Kekagumannya pada wanita ini hanya semakin meningkat setiap harinya. Dan sekarang ia sungguh berharap bisa menghentikan waktu hanya agar bisa menikmati momen berharga ini seumur hidupnya.Matanya berkaca-kaca dan ia bisa melihat hal yang sama di mata Hannah.“Sebastian.”Detik namanya disebut perasaan hangat membanjiri tubuhnya. Rasanya seolah kembang api meledak dalam dadanya. Tidak ada yang membuka suara. Anehnya momen hening ini terasa begitu mendamaikan hingga segala sesu

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Janji di Festival Bunga

    Hannah memandang langit biru dari balkon apartemennya. Seulas senyum membayang diwajah berbentuk hatinya saat sinar matahari menerpa wajahnya. Ia memejamkan mata, menikmati suasana hangat yang membalut kulitnya, merasa damai. Syal yang membalut lehernya membantu mengurangi rasa dingin yang menusuk-nusuk kulitnya. Meski matahari menunjukkan digdayanya, cuaca musim dingin nyatanya membuat udara terasa sejuk. Hannah sedang menyeruput tehnya saat mendengar ponselnya berbunyi.“Ada apa, Tina?” tanyanya langsung. Ia berdiri, meraih tasnya dengan telepon menempel diantara telinga dan bahunya.“Ya, aku akan ke sana sekitar …” Hannah menatap rolex yang melekat indah dipergelangan tangannya. “Tiga puluh menit. Beri aku waktu tiga puluh menit. Baik, siapkan saja semuanya, aku akan melakukannya. Sampai jumpa Tina.”Angin kencang menyambutnya begitu ia menapakkan kaki di luar apartemen dengan tumitnya yang tinggi. Hannah berjalan kaki menuju stasiun bawah tanah seperti yang selama ini ia lakukan s

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Biarkan Aku Pergi

    Persetan!Sebastian melempar ponselnya dan setengah berlari menuruni tangga. Tanpa repot mengetuk ia membuka pintu dan membantingnya. Sebastian mengedarkan pandangan. Hannah tidak ada di kamar mereka. Kecemasan menyusup membuat jantungnya berhenti berdetak.Ia melangkah menuju kamar mandi dan mendapati Hannah tengah berendam di dalam jacuzzi tanpa melepaskan pakaiannya. Pandangan wanita itu kosong.“Hannah!” teriaknya ketakutan.Hannah tidak meresponnya.Kalut membuat Sebastian ingin segera menelepon dokter tapi ketika melihat air mata Hannah semua ide untuk membawa Hannah seketika menguap.“Ayo, kita keluar dari sini,” ujarnya serak, membawa Hannah dengan kedua lengannya.Sebastian mendudukkan Hannah di sofa, bergegas membuka wardrobe dan memilih pakaian ganti untuk Hannah.“Ayo, Sayang, kita harus melepaskan pakaian ini. Kau kedinginan.”Hannah sama sekali tidak bereaksi.Sebastian membuka satu persatu kancing kemeja Hannah, melepas semua pakaian yang melekat di tubuh wanita itu yan

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Gejala Depresi?

    “Kau menjadi sangat pendiam sekarang.”Hannah menyeret kepalanya yang sedang memandang jalanan dari mobil yang membawa mereka pulang sehingga bisa melihat Sebastian.“Tidak banyak yang bisa dikatakan,” sahutnya pelan, kembali memalingkan pandangan.“Kau baik-baik saja?”Sebastian menarik tangan Hannah, mencium satu persatu jari-jari tangannya.“Aku baik,” balasnya singkat.Baik? Setidaknya ia masih bisa bernapas itu artinya baik bukan? Meski sekarang ada lubang dalam dadanya. Hannah menggeleng samar, tidak ingin pikirannya menyeretnya pada kenangan yang hanya akan membuatnya merasa kesulitan bernapas.“Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Hanya kita berdua. Ada tempat tertentu yang ingin kau kunjungi, Sayang?”Hannah menggeleng. “Aku ingin istirahat.”Sebastian menatap Hannah lamat, tapi akhirnya menyerah. Tidak mengatakan apa pun setelahnya. Keheningan menenangkan di dalam mobil kembali menyeret Hannah ke dalam kenangan pahit yang baru saja ia alami.“Kumohon, jangan menangis, Sayang. K

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Yang Tersisa

    Sebastian sudah berdiri beberapa lamanya di depan ruangan Hannah. Namun, ia ragu untuk membukanya. Sebastian mendaratkan keningnya di daun pintu dengan mata setengah terpejam. Mereka berdua terluka tapi seperti yang dikatakan Grace, ia harus kuat. Demi Hannah.Sebastian membuka pintu dan mendapati Hannah memandang langit-langit ruangan nyaris tanpa berkedip. Pemandangan yang ia lihat begitu menyesakkan sampai setengah dari keberaniannya menghilang tanpa jejak.Hannah tidak menyadari kedatangannya bahkan jika iya, ia ragu Hannah mau memandangnya.“Hannah …” ujarnya lembut, setengah berbisik.Tidak ada sahutan.“Hei,” gumamnya kembali saat berdiri di sisi Hannah. Pandangan wanita itu sama sekali tidak berpindah ke arahnya.Sebastian menarik kursi dan mendaratkan tubuhnya di sana. Tidak mengatakan apa pun. Hanya terus memandang wajah pucat Hannah. Keheningan menjadi nyanyian pilu yang menemani diam mereka. Sebastian masih terus menatap Hannah meski wanita itu tidak membalas tatapannya.“

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status