Embun pagi Napoli masih membasahi rerumputan di pemakaman tua. Kemarin malam, rombongan mereka tiba di kota ini, menginap di salah satu hotel. Dan pagi ini, Damien dan Chiara berpamitan ke sahabat mereka untuk berziarah ke makam kedua orang tua Chiara.Damien melangkah perlahan, menggenggam erat tangan Chiara. Di tangan kirinya, dua ikat bunga krisan putih bergoyang lembut - simbol kenangan dan penghormatan mendalam.Chiara merasakan hembusan angin pagi membelai rambutnya, pandangannya tertunduk, mengikuti bayangan kaki mereka yang bergerak di antara batu nisan. Sampai akhirnya mereka tiba di depan dua batu nisan yang bersebelahan, bertuliskan nama kedua orang tua Chiara."Ayah, Ibu," suara Chiara bergetar, "aku datang mengunjungi kalian," ucapnya dengan senyum getir menghiasi wajahnya."Lihat siapa yang bersamaku - pria yang dulu ayah selalu bela, sampai membuatku cemburu," sambungnya.Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Damien bisa merasakan getaran samar tubuh Chiara, yan
Setelah meletakkan koper Chiara di hotel, Damien dan Chiara segera menuju rumah sakit. Mereka tiba di kamar rawat Livia dengan senyum yang kompak menghiasi wajah mereka.Suasana kamar penuh kehangatan. Livia dan Luca terlihat ceria, senyum mereka merekah saat berinteraksi dengan orang tua Damien. Begitu menyadari kehadiran Damien dan Chiara, kedua bocah itu langsung berlari kecil menghampiri.Momen paling menyentuh terjadi saat Livia dengan polos memanggil Chiara, dengan sebutan "Mama Chiara!" Terkejut sekaligus bahagia, air mata hampir lolos dari pelupuk mata Chiara.Sejak mengetahui status Livia yang diangkat putri oleh Damien, dia sempat khawatir apakah Livia akan menerima kehadirannya. Dan satu panggilan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Chiara sadar, jika kekhawatirannya itu tidak perlu.Di sisi lain, Bianca tampak lebih banyak diam. Dia berusaha menahan air mata haru. Dona dan Tessa terus mendampingi, memberinya dukungan. Baru saja dia diberitahu bahwa Julian dan Carol ak
Pagi menyapa dengan cahaya lembut menembus jendela flat Chiara. Di kamar mandi yang berkabut, Chiara dan Damien berbagi shower setelah tiga ronde panas semalam yang membakar gairah."Ouch!" Chiara memekik pelan, jemarinya menyentuh area pribadinya yang terasa perih. Desisan lembut itu meluncur seperti bisikan halus, yang sontak membuat Damien menoleh secepat kilat.Mata pria itu langsung menyala dengan intensitas yang membara. Desisan sang kekasih bagaikan melodi indah yang membangkitkan gairahnya seketika.Chiara menangkap arti tatapan itu dengan cepat. Ia mendongak, jari telunjuknya berdiri tegak membentuk benteng pertahanan."Sudah cukup!” ucapnya dengan suara yang tegas namun masih terdengar menggemaskan.Damien tidak menyerah, "Sayang... sekali lagi, ya?" rengeknya.Chiara menggeleng pelan, sedikit menahan tawa melihat ekspresi memelas kekasihnya."Kalau tambah sekali lagi cara berjalanku akan semakin aneh. Aku tidak mau menjadi bahan candaan Dona dan yang lain," ujarnya, membaya
Di dalam kamar mandi yang sedikit berkabut, Tyler menatap Nathalie yang tengah berlutut di depannya. Tangan Nathalie seakan bergerak perlahan, meraih senjatanya yang telah mengeras sempurna."Iya, Sayang... beri aku hadiah," desah Tyler. Pria itu menggigit bibir bawahnya sendiri, saat merasakan sentuhan lembut dari tangan sang kekasih. Ekspresi Nathalie yang menggoda membuat gairah Tyler terbakar.Nathalie memijat batang Tyler dengan lembut, tangannya bergerak naik turun, memberikan sensasi yang memikat dan membuat Tyler mendesis.Wajah Nathalie lalu mendekat, mulutnya terbuka, mengarahkan dirinya ke benda keras itu. Dengan hati-hati, dia memasukkan bagian tersebut ke dalam mulutnya, membuat desis Tyler berubah menjadi erangan. Tyler menutup mata, menikmati setiap detik kenikmatan yang diberikan Nathalie.“Ugh! Sayang.”Kepala Nathalie bergerak maju mundur, tangannya membantu memberikan pijatan lembut pada benda yang keluar masuk dari mulutnya. Tangan Tyler memegang kepala Nathalie, p
Waktu menunjukkan pukul 8 malam, empat sahabat karib Damien - Tyler, Nathalie, Dona, dan Tessa - baru saja kembali dari rumah sakit setelah menemani Bianca dan Livia.Mereka memasuki lobby mewah Diamond Rose Hotel, langsung menuju restoran elegan di lantai satu. Begitu memasuki restoran, mereka terkejut melihat Luca, putra Damien, tertawa riang dan berlari kecil mengitari area makan, ditemani oleh Julian dan Carol, orang tua Damien.Luca, menyadari kedatangan mereka, berlari menghampiri dengan semangat. Tyler, dengan spontan, mengangkat dan menggendong bocah itu dalam pelukannya."Paman Tyler! Ini Hotel ayah, besar sekali!!" seru Luca bersemangat, matanya berbinar penuh kekaguman."Iya, dan ayahmu masih punya banyak hotel seperti ini, di tempat lain," tambah Tyler, membuat Luca semakin bersemangat.Sambil menggendong Luca, Tyler didampingi Dona, berjalan menghampiri Julian dan Carol, yang menyambut mereka dengan hangat. Dona memeluk Julian dan Carol bergantian, menunjukkan kasih sayan
"Ahh... Chiara, kamu terasa begitu sempurna," desahnya pelan, suara yang membuat Chiara merasa seperti meleleh.Chiara mengatur napasnya, menatap wajah Damien, mata mereka bertemu dalam kilasan nafsu dan keintiman. Dia lalu memberikan anggukan pelan, memberi tanda jika ia sudah siap dengan aksi Damien selanjutnya.Damien tersenyum, senyum yang penuh dengan janji kenikmatan. Ia mulai bergerak, pinggulnya mengayun pelan namun pasti, setiap gerakan membuat Chiara merasa seperti terdorong ke puncak kenikmatan."Oooh... Dami," erang Chiara, suaranya naik turun seiring dengan gerakan Damien. Keringat mulai membasahi kulit mereka, menciptakan kilau yang memantulkan cahaya lembut dari lampu kamar."Dami, lebih cepat... sedikit lagi," rintih Chiara, tangannya meremas tangan Damien lebih kuat, seolah meminta lebih.Damien tersenyum, giginya menggigit bibir bawahnya, tanda bahwa dia juga sudah di ambang. Ia mempercepat gerakannya, setiap hentakan membuat Chiara merasa seperti melayang."Ahh, Chi