“Apakah ini cinta? Atau hanya perasaan sesaat?” gumam Damien kala itu. Pria cassanova yang selama ini hanya menghabiskan malam panas dengan semua karyawan hotel miliknya. Aku akan menikahinya! Pikir Damien, namun kehadiran sosok mantan membuat semuanya hancur, Chiara pergi. Tujuh tahun kemudian, mempertemukan dirinya dengan seorang anak laki-laki di Roma, negara yang begitu ia tidak ingin menginjakkan kakinya. “Damien, anak laki-laki itu sangat mirip denganmu!”
view more“Hah... katanya cuma sebentar, ini sudah hampir sepuluh menit, di mana lagi si Tyler itu,” keluh Damien. Ia menghela napas panjang, sedikit kesal karena harus menunggu Tyler yang tak kunjung muncul. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi VVIP di Purple Swan Bar, milik sahabatnya itu. Sudah hampir sepuluh menit berlalu sejak Tyler berjanji akan segera menemuinya, tapi pria itu masih belum menampakkan batang hidungnya.
Merasa jengah, Damien pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Iris matanya menjelajahi seluruh penjuru ruangan, mencari-cari keberadaan salah seorang karyawan bar. Tak lama kemudian, pandangannya tertuju pada seorang pria yang mengenakan seragam karyawan bar itu. Dengan cepat, Damien melambaikan tangan memanggil pria itu.
Pria itu pun segera menghampiri Damien, senyum ramah terkembang di wajahnya. "Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyanya dengan sopan.
"Aku mencari Tyler," ujar Damien to the point.
Pelayan itu mengangguk paham. "Pak Tyler biasanya berada di ruang kerjanya di lantai dua. Mari aku antar Tuan," tawarnya, lalu berbalik dan berjalan menuju tangga.
Damien mengikuti pelayan itu, menaiki anak tangga satu per satu. Sesampainya di lantai dua, pria itu langsung menunjuk pintu ruangan Tyler yang terletak di bagian ujung.
“Itu ruangan Pak Tyler,” ucap pria itu sopan.
"Terima kasih atas bantuannya," balas Damien yang lalu berjalan menghampiri ruangan yang pria tadi tunjuk.
Tok! Tok! “Tyler!”
Damien mengetuk pintu beberapa kali sambil memanggil nama Tyler, namun tak mendapat jawaban.
Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Damien langsung saja membuka pintu ruang kerja Tyler, matanya sontak membelalak terkejut mendapati Tyler sedang mengukung Miranda diatas meja, yang merupakan salah satu karyawan wanita yang bekerja di bar itu.
Pakaian mereka berdua berserakan di lantai, Tyler dan Miranda bercinta tanpa mengenakan sehelai benang pun. Kaki Miranda yang putih dan jenjang melingkar di tubuh Tyler, suara Miranda membaur dengan lantunan musik Jazz yang memenuhi ruang kerja Tyler.
Damien diam membatu, sangat terkejut dengan apa yang dia saksikan saat ini, Tyler menyeringai sambil terus menghujam tubuh Miranda, “Maaf Damien, sepertinya kamu datang terlalu awal," katanya santai, jelas menikmati keterkejutan di wajah Damien.
Miranda yang sudah menyadari kehadiran Damien langsung memalingkan wajahnya karena malu, pipinya memerah. Milik Tyler yang masih terkubur jauh di dalam dirinya menyebabkan dia terkesiap dan menggeliat di bawah hentakan tanpa henti.
“Jadi ada perlu apa kamu mencariku, Bro?” Tanya Tyler santai tanpa menghentikan aktifitasnya.
Damien terdiam tak menjawab pertanyaan Tyler, matanya tertuju pada tubuh indah Miranda yang terekspos. Reaksi Damien yang diam membatu membuat Tyler tertawa dan mengulang pertanyaannya.
“Hey Bro, Jadi ada perlu apa kamu mencariku?”
Wajah Damien memerah, dia menunduk dan memalingkan wajahnya, “Po… ponselku,” jawab Damien yang memang sebelumnya meminta Tyler untuk mengisi daya ponselnya yang lowbat, namun sahabatnya itu tidak kunjung kembali.
Tyler yang masih menghujam tubuh Miranda tersenyum nakal melihat reaksi Damien, dia menunjuk ponsel Damien yang sedang di charging di bagian sudut ruang kerjanya.
Damien mengangguk paham, dia berjalan melewati Tyler.
Suara rintihan Miranda semakin kuat terdengar, membangkitkan gairah Damien yang juga lelaki normal.
"Berengsek Tyler, kamu masih belum berubah," gumam Damien yang bergegas meraih ponselnya. Dia ingin segera meninggalkan ruangan yang telah menciptakan situasi aneh seperti ini.
Tyler tertawa pelan, "Hei Damien, bukan hanya aku yang tidak berubah setelah 5 tahun tak bertemu, sepertinya kamu juga masih belum berubah, masih seperti bocah polos yang tidak mampu melihat adegan seperti ini," ucap Tyler menyindir sekaligus menantang Damien.
Provokasi yang Tyler lemparkan terbukti efektif, Damien yang tadinya hendak langsung pergi setelah mengambil ponselnya, memutuskan duduk di sofa, dia berusaha bersikap biasa saja, untuk membuktikan ke Tyler jika dia tidak masalah dengan hal seperti ini.
“Nah… i… ini baru Damien Versi tangguh,” ucap Tyler yang mempercepat gerakan pinggulnya.
Damien duduk di sofa, jantungnya berdebar kencang sambil menatap layar ponselnya dengan tangan gemetar. Di depannya, Tyler terus menikmati tubuh Miranda, menyebabkan wanita cantik itu terus menggeliat. Suara erangan mereka memenuhi ruangan, bercampur dengan gairah Damien yang semakin besar.
“Ayolah Bro, lihat kesini, bukankah Miranda terlihat semakin cantik dengan tubuh yang berkeringat seperti ini?” Tantang Tyler yang tak henti-hentinya menggoda Damien.
Damien menjawab tantangan Tyler, dia kini menatap Tyler dan Miranda yang sedang bercinta.
“Akh! Bukankah Miranda sangat cantik?” tanya Tyler di selingi desahan kuat yang keluar dari mulutnya.
Gluk!
Damien mengangguk pelan, tubuh indah Miranda yang berguncang hebat seakan menghipnotis matanya.
Damien D’Arcy, adalah seorang pria tampan berusia 28 tahun, terlahir dari keluarga kaya raya di Kanada. Ayahnya, Julian D’Arcy, merupakan pengusaha sukses di dunia perminyakan, sedangkan ibunya, Carol D’Arcy, dikenal sebagai pengusaha property terkemuka di Kanada. Pilihan besar menghadang Damien ketika ia lulus kuliah pada usia 21 tahun. Ayahnya menawarkan dua jalur kepadanya: bergabung dalam kerajaan bisnis keluarga atau membangun jalannya sendiri. Tertarik dengan dunia perhotelan, Damien memutuskan untuk membangun bisnisnya sendiri.
Dengan modal besar dan koneksi dari sang ayah, Damien merintis perjalanannya di dunia perhotelan. Diamond Rose Hotel, adalah nama hotel bintang lima pertamanya di Kanada, lahir berkat visi dan dedikasi tinggi Damien. Bakat bisnisnya, yang diwarisi dari ayah dan ibunya, membawa keberhasilan pesat. Dalam waktu tujuh tahun, Diamond Rose Hotel telah berkembang dan membuka cabang di beberapa negara.
Tyler semakin liar menikmati tubuh indah wanita cantik itu, Miranda sendiri pasrah dengan apa yang Bosnya itu lakukan, menikmati setiap permainan nikmat dari Bos tampannya itu.
Pikiran Miranda menjerit minta dilepaskan, tapi kenikmatan dari setiap gerakan Tyler membuatnya ingin lebih.
Dia menggigit bibirnya untuk menahan rintihannya, wajah cantiknya yang sedang merasakan nikmat di setiap nadinya menjadi tontonan Damien yang perlahan melonggarkan dasi miliknya.
Tyler tersenyum puas, menikmati lenguhan panjang Miranda yang menandakan mencapai puncak kenikmatan.
Damien menarik nafas panjang, ini pertama kalinya dia melihat wanita mencapai klimaks, gairahnya meningkat drastis, menikmati wajah cantik Miranda, dan juga tubuh indah Miranda yang terlihat basah karena pertempuran panas yang terjadi.
Tyler semakin bergairah hingga ia pun mencapai puncak kenikmatan. Pria tampan itu menarik nafas panjang, tersenyum puas menatap wajah nakal Miranda yang mendongak menatap balik dirinya.
Damien yang melihat hal itu membuat dirinya bertanya-tanya, “Kenapa wanita itu malah terlihat bahagia? Bukankah Tyler baru saja memaksanya berhubungan badan?” batin Damien.
“Pak Tyler, sebentar lagi anda harus bertemu dengan Tuan Smith, bukankah hari ini anda sudah janji bertemu dengannya?” Tiba-tiba seorang wanita cantik mengenakan blouse putih dan rok pendek berwarna biru masuk ke dalam ruangan. Memberitahu jadwal Tyler hari ini.
“Terima kasih Anna,” jawab Tyler sembari menyerahkan beberapa lembar tisu kepada Miranda.
Tyler melompat turun dari meja, dia lalu menghampiri Anna yang terlihat biasa saja dengan pemandangan itu.
Tyler melingkarkan lengannya di pinggul Anna, dia lalu mencium bibir Anna dengan ganas.
Hal itu membuat Damien kembali tercengang, bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi pikirnya.
Hal yang membuat Damien semakin heran, karena Anna bukannya marah, malah membalas ciuman Tyler. Sementara diatas meja, Miranda terlihat santai membersihkan bibirnya dengan tisu yang di berikan Tyler tadi.
“Astaga… bagaimana bisa ini terjadi?” batin Damien dengan gairah yang kembali meningkat.
Bersambung...
“What? Ja… jadi ayah Livia?”Damien sangat terkejut mendengar permintaan putranya, untuk menjadi ayah Livia. Wajah Damien memancarkan ekspresi tak percaya, dan matanya membesar seiring bibirnya yang sedikit terbuka. Ia berusaha mencerna kata-kata putranya yang tak terduga itu.Ia menatap wajah kecil Luca yang tampak penuh permohonan. Anak itu mengangguk mantap, matanya menatap Damien dengan penuh harap.“Iya, ayah… kata Livia ayahnya sudah tidak ada, ayah juga bisa jadi ayah Livia, kan?” jawab Luca, suaranya lembut namun tegas. Tangan kecilnya meraih tangan ayahnya, menandakan jika ia sangat serius dengan permintaannya.Damien terdiam sejenak, berusaha mencari jawaban yang tepat. “Luca… ini tidak semudah itu, aku—” suara Damien hampir tersangkut di tenggorokan. Namun, ia terdiam begitu matanya bertemu dengan sepasang mata biru lain yang menatapnya—Livia.Gadis kecil itu menatap Damien dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dan harapan yang tak terucap. Mata biru yang mirip dengan Luca i
Begitu Luca berjalan menjauh, Damien mengubah sikapnya, menatap serius ke arah Dokter Morretti. "Jadi, Dokter, sebenarnya apa penyakit Livia?”Dokter Morretti menarik napas dalam, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. Ia kemudian menghembuskan napasnya perlahan, ekspresinya berubah sedikit muram.“Livia… dia di diagnosa dengan neuroblastoma, sebuah jenis kanker yang biasanya menyerang anak-anak. Ini bukan penyakit yang mudah, Tuan Damien. Penyembuhannya membutuhkan waktu yang panjang dan perawatan yang intensif.” Ia berhenti sejenak, suaranya terdengar lebih berat saat menambahkan, “Dan ayahnya juga meninggal karena penyakit yang sama.”Dokter Morretti menarik napas dalam sebelum mulai menjelaskan penyakit yang diderita Livia. Suaranya terdengar penuh empati saat ia mulai bercerita,“Livia mengalami neuroblastoma. Untungnya, penyakit ini terdeteksi sejak dini, jadi kemungkinan untuk sembuh cukup besar. Tapi setelah ayahnya meninggal, ibu Livia harus bekerja serabutan. Dia tidak bi
Gadis kecil itu tampak terkejut sejenak, sebelum akhirnya tersenyum kecil dan menyambut tangan Luca. “Namaku Livia.”Dengan semangat yang terpancar dari raut wajahnya, Luca berlari cepat menghampiri Damien dan Dokter Morretti. Dona dan Tessa, yang sedang duduk di bangku taman, terliaht bingung saat Luca melintas begitu saja di depan mereka, tanpa sempat menyapa. Penasaran dengan apa yang terjadi, mereka pun bangkit, melangkah menyusul Luca.Sesampainya di dekat Dokter Morretti, Luca langsung meraih tangan dokter itu. Sentuhan tangan kecil Luca yang tiba-tiba membuat Dokter Morretti sedikit terkejut, tetapi ia segera menunduk, melihat wajah serius Luca yang penuh harapan."Luca, ada apa?" tanyanya lembut, sambil mencoba menebak apa yang ingin disampaikan oleh anak laki-laki itu.Dengan mata yang berbinar penuh tekad, Luca menjawab dengan suara kecilnya yang bergetar, “Dokter... tolong Livia. Sembuhkan dia seperti Dokter menyembuhkan aku.”Dokter Morretti tampak terkejut dan sedikit bin
Di taman rumah sakit yang sejuk dan dipenuhi cahaya matahari, terdengar suara tawa riang Luca yang berlari-lari kecil di antara pepohonan. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya saat ia mengejar kupu-kupu yang terbang rendah.Dona dan Tessa berjalan tak jauh di belakang, mengikuti setiap langkah Luca sambil terus mengawasi. Mereka berdua saling berbicara dengan akrab, sesekali tertawa kecil, mengenang insiden lucu yang melibatkan Chiara beberapa waktu lalu.Di bangku taman yang agak terpisah, Damien duduk bersama Dokter Morretti, wajahnya yang biasanya serius kini tampak penuh rasa lega.“Kondisi Luca sudah sangat baik,” ucap Dokter Morretti dengan nada puas. "Dan menurutku, ia bisa pulang besok."Kabar itu disambut dengan senyum lebar di wajah Damien. Matanya berkaca-kaca penuh kebahagiaan saat menatap Luca yang sedang berlarian tak jauh dari sana. Seolah tidak ada lagi rasa khawatir yang membayangi hatinya, mendengar putra semata wayangnya telah pulih.Saat sedang asyik berlari, per
Chiara tersenyum tipis, lalu berkata dengan sopan, “Boleh aku pamit sebentar untuk memasukkan koperku ke dalam flat, Bibi?”Carol mengangguk penuh pengertian, senyum lembutnya tak luntur. “Tentu saja, Nak. Bibi tunggu di sini.”Dengan langkah cepat, Chiara kembali ke flatnya, memasukkan koper yang ia bawa ke dalam kamar dan memastikan pintu terkunci. Kemudian, ia bergegas kembali, menghampiri Carol yang berdiri sabar di depan pintu.“Sudah beres?” tanya Carol saat Chiara kembali menghampirinya.“Iya, Bibi,” jawab Chiara singkat.Carol lalu mempersilakan Chiara masuk ke dalam flatnya. Begitu melangkahkan kaki ke dalam, Chiara terkejut melihat flat yang ternyata memiliki ukuran yang sama dengan flat miliknya, namun sangat berbeda dari segi suasana. Flat Carol dipenuhi perabotan dari brand furniture ternama yang tertata rapi dan indah, menciptakan suasana hangat sekaligus elegan.“Wow, indah sekali ruangan Bibi,” gumam Chiara kagum, matanya tak lepas memandangi interior ruangan yang begi
Di flatnya yang sederhana, Chiara berdiri di depan lemari, menarik napas dalam-dalam sebelum mulai membuka pintu lemari dan menarik beberapa potong pakaian. Tangannya bergerak cekatan, namun pikirannya mengembara ke momen di rumah sakit tadi —momen memalukan yang membuatnya terus-menerus tersipu.Dengan pipi yang sesekali memanas, ia melipat pakaian satu per satu dan meletakkannya dengan rapi ke dalam koper. Di sebelahnya, tumpukan pakaian milik Luca juga sudah siap untuk disusun.Ruangan flatnya tidak terlalu besar, hanya terdiri dari kamar tidur mungil yang berbatasan langsung dengan ruang tamu kecil. Flat itu terletak tak jauh dari kafe kecil yang dibukanya, tempat yang begitu ia sayangi."Argg! Bagaimana aku harus bersikap saat bertemu mereka lagi!” pekiknya, setengah frustrasi, sembari melempar tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia membenamkan wajahnya ke bantal, berharap bisa menghapus bayangan-bayangan canggung yang terus muncul di pikirannya. Udara di kamarnya terasa lebih hangat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments