Malam semakin larut, tapi Vero dan Laura masih berada di sebuah club yang mereka datangi setelah keluar dari mini bar. Laura dan Vero memesan minuman alkohol dengan dosis tinggi, yang jarang sekali mereka konsumsi selama ini.Vero pernah beberapa kali meminumnya karena menemani Ramon bertemu dengan kolega bisnisnya. Hal itu tentu saja karena memang harga perbotol minuman keras itu sangatlah tidak wajar untuk seorang Veronica dan juga Laura. Mereka berdua hanya gadis dari kalangan biasa dan tidak mungkin bisa menikmati makanan atau minuman dari kelas atas.“Ada apa, Tuan Muda? Dari tadi matamu tidak pernah berhenti menatap dua gadis yang sedang mabuk di sana.” Seorang pria bertanya pada Rayhan yang duduk dengan kaki bersilang dan segelas anggur di tangan kirinya.“Aku mengenal salah satunya,” jawab Rayhan pada pria bernama Markus yang tak lain adalah teman dekatnya.“Yang mana? Kalau begitu bolehkah aku memiliki yang satunya? Aku menyukai yang memakai kemeja cream dan rok pendek warna
Rayhan yang belum menikmati tubuh gadis semenjak kedatangannya ke negara ini, seperti mendapatkan makanan setelah menahan lapar berhari-hari. Dia dengan gerakan yang lihai dan lincah menjelajah setiap inci tubuh Vero. Seperti tak rela melewatkan sedikit pun dari sentuhan dan kecupannya.“Aaahh ... kau lama sekali. Aku sudah tidak tahan lagi, Tuan.” Vero meracau saat Rayhan masih saja bermain-main dengan tubuhnya.“Aku butuh pemanasan yang benar-benar panas, Sayang. Atau nanti kita tidak bisa berolahraga dengan baik,” sahut Rayhan dan tersenyum penuh arti.“Cepatlah. Tiduri aku sekarang!” titah Vero seperti menjadi lampu hijau bagi Rayhan untuk segera masuk ke dalam bagian tubuh Vero yang akan menjadi kenikmatan bagi mereka berdua.“Baiklah kalau kau memang sudah tidak sabar lagi. Aku datang,” ucap Rayhan dan segera mengarahkan benda pusakanya pada tempat di mana tangan Vero berada sekarang.Wanita itu dengan tidak sabar sudah menyentuh dan memainkan daging kecil di dekat lembah surgan
Vero masih berdiri di tempatnya itu dengan jantung berdetak sangat kencang. Bagaimana bisa Rayhan berkata seperti itu kepadanya? Vero masih mencerna semua itu saat sebuah senggolan terasa di pundaknya dan membuat tubuhnya hampir saja jatuh karena tidak bisa menahan keseimbangan.“Vero, hati-hati.” Laura berkata dengan suara bisikan yang terdengar tertahan.“Terima kasih, Lau. Sepertinya kita butuh bicara, Laura.” Vero membalas dengan ucapan yang membuat Laura bahkan tidak bergeming.“Ada apa?” tanya Vero tak mengerti dengan sikap Laura yang biasanya ceria.Laura memberikan kode dengan menaikkan alisnya ke arah belakang tubuh Vero, dan saat itu juga Vero merasa ada yang tidak beres akan terjadi. Vero langsung mengubah pose dan juga mimik wajahnya dengan serius, seperti biasa saat dia bekerja untuk Ramon di depan semua orang. Serius, fokus, dan tanpa tawa.Vero bisa melihat wajah Laura yang ketakutan dan tiba-tiba saja wanita itu setengah membungkuk sebelum akhirnya pergi. Wanita itu be
Ramon tidak lagi bersemangat untuk menyentuh Vero karena terlanjur kesal mendengar ucapan wanita itu. Tadinya, Ramon membawa Vero ke gudang dokumen ini karena sudah tidak tahan lagi menanggung rindu. Semalaman mereka tidak bertemu dan Vero bahkan pergi minum-minum entah dengan siapa yang Ramon tidak ketahui.“Kau menghabiskan uang untuk minum-minum semalam bukan?” tanya Ramon kasar dengan mencengkram rahang Vero.“Apa itu tidak boleh? Aku lupa membawa kartu kreditku, dan aku akan mengganti uang yang terpakai di kartu kreditmu tadi malam,” jawab Vero dengan susah payah dan menahan sakit.“Ganti? Kau pikir aku meminta ganti untuk uang yang bahkan tidak seberapa bagiku itu?” tanya Ramon lagi dengan nada setengah berteriak.“Lalu apa, Tuan? Kau memberikannya padaku dan selama ini aku tidak pernah menggunakannya. Semalam aku menggunakannya dan sekarang kau membahasnya. Sebaiknya, kau tidak pernah memberikan itu padaku!” ungkap Vero lagi dengan nada bergetar dan mata berkaca-kaca.“Aku memb
Vero tidak bisa berkata apa-apa dan memilih untuk mengalihkan pandangannya dari Ramon yang masih berdiri di depan pintu ruangannya. Ramon yang kesal juga langsung meninggalkan tempat itu karena Miana sudah lebih dulu pergi. Dia tidak ingin membuat gadis itu marah lagi dan mengacaukan semua pekerjaannya dengan mengadu.“Vero, apa yang kau liat di luar sana? Apakah ada sesuatu di sana?” tanya Laura dan memutar kepalanya.Laura memandang ke arah di mana Ramon dan Miana sempat berdiri tadi. Namun, tidak ada siapapun atau apapun di sana. Sehingga Laura langsung menatap Vero dengan heran. “Tidak ada apa-apa di sana, tapi kau terus menatap ke sana sejak tadi,” lanjut Laura dengan heran.“Aku hanya sedang berpikir, Laura. Kenapa aku harus mendapatkan kesialan seperti ini dalam hidupku,” ucap Vero pula dengan nada sedih.“Maafkan aku, Vero. Aku sudah menjebakmu untuk ikut bergabung bersamaku dan kau ditiduri oleh pria bayaran. Tapi, kau tahu bukan kalau dia wanita yang kejam dan aku tidak bera
“Kalian sedang membahas apa?” tanya Ramon yang benar-benar masuk ke dalam ruangan Rayhan.“Biasa, Kak. Aku kan lagi belajar jadi CEO yang baik dari Markus,” jawab Rayhan dengan entengnya.“Memangnya Markus ini CEO?” tanya Ramon lagi dan mendadak membuat Rayhan tak bisa berkata-kata. Begitu pula dengan Markus yang langsung mati kutu.“Kamu! Ke ruangan aku sekarang juga!” titah Ramon kepada Rayhan dengan tegas seraya mengarahkan telunjuknya pada Rayhan.“Siap, Tuan Muda!” sahut Rayhan dengan sedikit formal tapi juga bercanda.Markus tidak berani menjawab atau berbicara lagi pada Ramon. Sampai pria itu keluar lagi dari ruangan Rayhan, barulah Markus bisa bernapas lega dan mengelus dadanya. Melihat tingkah Markus itu, tentu saja Rayhan langsung tertawa geli karena memang Markus terlihat sangat lucu sekali dengan gayanya itu.“Heh, Markus! Apa kau CEO?” tanya Rayhan sengaja menggoda Markus dengan mengulangi ucapan Ramon tadi.“Sialan! Kau mengejekku? Liat saja nanti kalau kau butuh bantuan
Hari ini begitu banyak hal dan kejadian yang membuat Vero lemas serta tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Mulai dari bangunnya dia di sebuah kamar hotel dan mendapati bahwa dia pasti sudah bercinta dengan seorang pria dalam keadaan mabuk. Lalu, Ramon yang mungkin mendengar pembahasannya itu dengan Laura. Belum lagi, Rayhan yang bersikap aneh dan membuat Vero menduga kalau dia adalah pria yang menidurinya semalam.“Vero! Kau ingin pulang bersamaku?” tanya Laura menghampiri Vero dan suaranya sedikit berteriak.“Hmm ... sepertinya tidak. Aku harus pergi ke suatu tempat,” jawab Vero menolak dengan sangat halus. Sejujurnya, Vero masih belum tahu kenapa dia berbohong seperti itu kepada Laura.“Kau ingin pergi ke mana? Apa kau tidak ingin mengajakku bersamamu?” tanya Laura lagi.“Maaf, Lau. Tapi, aku ada keperluan mendadak dan ini sangat pribadi. Kau bisa ikut lain kali saat aku memang pergi bermain atau kita bisa minum lagi kapan-kapan.”“Benarkah? Kau tidak trauma dengan kejadian semala
Ramon menghentakkan tangannya dengan keras dan kasar karena merasa geram mendengar ucapan Vero. Dia tak mengira jika Vero sangat berani mengatakan hal itu kepadanya, dan terlihat tidak merasa bersalah sama sekali.“Apakah kau merasa tidak perlu menjaga perasaanku, Vero?” tanya Ramon dan menaikkan sebelah alisnya.“Untuk apa, Ramon? Kita tidak terikat apapun dan tidak ada kontrak di antara kita. Kita bahkan sudah setuju untuk tidak pernah melibatkan perasaan dalam hubungan ini,” jawab Vero dengan santai dan mengulas senyum pada Ramon. Jari jemarinya menjalar dari kening Ramon hingga sampai ke bagian bibir, menyentuh bibir Ramon dengan gerakan yang mampu memancing gairah.Ramon dengan cepat menahan jari itu dengan menggigitnya pelan. Vero sempat meringis tertahan, tapi cepat dia ubah dengan senyuman lagi. Hingga Ramon akhirnya mengulum jari itu keluar masuk dari dalam mulutnya. Vero mengikuti permainan yang dilakukan oleh lelaki perkasa milik wanita lain itu.“Kau sudah tidur dengan pri