“Kenapa aku harus menunggu di sini, Kak?” gerutu Rayhan ketika ia sudah berpapasan dengan Ramon. “Karena jika kau terlalu lama di atas, maka semua pekerjaku akan kau tiduri!” jawab Ramon dan menepuk pundak Rayhan. Lalu Ramon tertawa ringan yang juga diikuti oleh Rayhan. Keduanya saling berpelukan dan melepas kerinduan. Meski sudah lama tidak bertemu, sebenarnya Ramon dan Rayhan selalu aktif berkomunikasi. Mereka tidak terlihat seperti kakak beradik tiri sama sekali karena memang sedekat dan sesayang itu Ramon pada Rayhan. Begitu pula sebaliknya dan mereka bahkan membuat orang-orang berdecak kagum karena jarang sekali yang akur seperti mereka bahkan jika mereka adalah saudara kandung. Tentu saja, semua itu tidak jauh-jauh dari lingkaran warisan dan harta serta tahta. Namun, bagi Rayhan sendiri memang Ramon lah yang lebih berhak atas warisan dan menjadi ahli waris sang ayah. Dirinya sadar bahwa ia hanya anak yang menumpang hidup dari keluarga dan belas kasih ayah Ramon selama ini.
“Ada apa ini, Sayang?” tanya Leny yang tiba-tiba saja muncul karena mendengar adanya keributan di ruangan itu.“Mami … tolong jelaskan padaku siapa yang merekrut wanita ini!” tunjuk Miana kepada Jasmine yang masih tertunduk dan tampak menggigil ketakutan.“Dia adalah orang suruhan papimu, Sayang!” jawab Leny yang juga memasang wajah ketus pada Jasmine.“Hah! Papi yang bawa wanita ini masuk Kenapa? Untuk siapa?” cecar Miana setengah tak percaya pada Leny.“Mami juga tidak tahu. Tapi, dia mengatakan bahwa wanita ini akan membantu banyak hal untuk acara pernikahanmu nanti!” sahut Leny dan memutar bola matanya dengan malas.“Apa Mami yakin? Dia bukannya rekan ranjang papi ‘kan?” tanya Miana yang tidak semudah itu percaya pada sang ayah.Miana tahu bahwa hubungan Leny dan William sudah lama tidak akur dan sepertinya mereka memang sudah sama-sama setuju untuk melakukan perceraian setelah pernikahan Miana dan Ramon. Seperti yang Miana dengar ketika ia berada satu mobil dengan kedua orang tua
“Kenapa kau pelit sekali, Kak? Dan lagi pula, apa salahnya kalau sekarang aku memanggilmu dengan sebutan Kakak? Apa aku harus memanggilmu adik?” tanya Rayhan yang menjawab pertanyaan Ramon dengan pertanyaan pula.“Kau ini!” ucap Ramon sembari mengarahkan kepalan tangannya pada Rayhan dengan wajah yang kesal, lalu berubah menjadi tawa renyah.Rayhan pun membalas tawa itu hingga keduanya tertawa bersama. Kakak beradik itu memang sudah lama tidak bertemu dan pada akhirnya sekarang saling bertemu dengan santai. Tidak dalam urusan pekerjaan, setidaknya untuk saat ini.Ramon dan Rayhan menyantap makan siang di restoran yang sudah dipesan oleh Ramon sebelumnya. Lalu, mereka melanjutkan untuk nongkrong di sebuah bar milik rekan bisnis Ramon. Banyak hal yang mereka bicarakan di room VVIP yang tidak semua orang bisa menggunakannya. Tentu saja, kekuasaan dan jabatan menjadi tolak ukur dalam hal ini.“Jadi, apa misimu pulang kali ini, Ray?” tanya Ramon di sela perbincangannya dengan Rayhan.“Aku
Malam itu Ramon tidak ingin mengganggu Vero lagi. Dia sendirian di apartemen itu karena juga merasa was-was jika saja Miana datang tanpa diduga olehnya. Dari informasi yang didapatkan oleh Ramon, bahwa wanita itu sudah tahu jika Ramon punya apartemen rahasia. Dia tidak ingin jika Miana mengetahui Miana sering datang ke apartemennya juga.“Bagaimana tentang apartemen baru yang aku pesan kemarin?” tanya Ramon pada sambungan teleponnya saat ini.“Masih dalam tahap pengerjaan karena Anda meminta ganti konsep ruangan, Tuan,” jawab seseorang di seberang sana.“Baiklah. Aku tidak suka menunggu terlalu lama. Jadi, siapkan dalam tiga hari ke depan atau aku akan membatalkan pembelian itu,” ancam Ramon yang terdengar tidak main-main saat ini.“Baiklah, Tuan Muda. Kami pasti akan segera menyelesaikannya sesuai keinginan Anda.”“Bagus. Jangan lupa buat satu kamar rahasia di balik lemari pakaian yang bisa berpindah posisi ke belakang. Kau paham maksudku bukan?”“Tentu saja, Tuan Muda. Aku akan mend
Miana pergi dengan hati senang dan puas karena dia begitu yakin jika Vero akan terluka dengan pertunjukan panasnya bersama Ramon tadi. Dia bahkan tidak bicara sepatah kata pun pada Vero, jauh berbeda dengan dirinya yang kemarin. Hal itu karena dia sudah berjanji pada Ramon untuk tidak lagi mengganggu dan mencampuri semua urusan pekerjaan lelakinya itu.“Apakah sudah selesai? Kenapa sangat lama? Apa yang kau pikirkan?” tanya Ramon beruntun dan mendekati meja kerjanya.“Su-sudah, Tuan. Ini hampir selesai,” jawab Vero tergagap.Hatinya masih terasa hancur saat mengingat hal yang dilakukan Ramon dan Miana di depannya tadi. Dan tentu saja mereka melakukannya tanpa ada rasa bersalah sedikit pun, karena memang perasaan itu tidak seharusnya ada.“Tinggalkan saja itu dan ayo ikut denganku,” ajak Ramon dan menatap Vero yang masih duduk dengan kaku.“Ke-ke mana, Tuan?” tanya Vero gugup.“Kenapa memanggilku Tuan? Tidak ada Miana lagi di sini dan santailah, Vero.” Ramon meraih dagu Vero dan bernia
“Sudah selesai, Tuan. Ini kartunya dan mohon tunggu sebentar karena aku akan mengemas perhiasan ini agar tampak menjadi lebih indah. Aku yakin ini adalah kado untuk seorang yang special dalam hatimu, Tuan,” ucap pelayan itu kembali memuji dan membuat Ramon senang di dalam hatinya. Wanita itu tahu bagaimana membuat pelanggannya merasa puas dengan mengemas perhiasan itu menjadi lebih indah karena tahu bahwa itu adalah sebuah hadiah. Ramon bertekad bahwa ia akan sering berbelanja di sini. Ia akan memberikan hadiah kepada Vero sering-sering mulai sekarang agar wanita itu semakin nyaman dan bahagia bersama dirinya. “Baik. Sudah selesai, Tuan. Ini perhiasannya dan semoga kekasihmu menyukainya. Dia adalah salah satu wanita yang paling beruntung di dunia ini,” ungkap pelayan toko dengan tulus dan tampak sangat jujur. “Terima kasih. Aku akan sering datang ke sini dan harus kau yang melayaniku ketika nanti aku datang berbelanja,” ucap Ramon dan melenggang meninggalkan toko perhiasan itu semb
Vero menatap takjub pada sepasang anting yang kini disodorkan kepadanya itu. Ramon memang sangat pandai memanjakan selera wanitanya. Meski dia tidak begitu pengalaman dalam hal itu, akan tetapi selera Ramon tentu tidaklah buruk. Ramon adalah salah satu orang terpandang dan terhormat di negara ini. Mana mungkin dia mempunyai selera yang sangat buruk apalagi dalam hal perhiasan. “Apa kau suka, hem?” tanya Ramon penasaran karena melihat reaksi bahagia Vero. Namun, wanita itu sama sekali tidak menyentuh sepasang perhiasan yang akan dikenakan di telinganya itu. “A-aku … aku sangat menyukainya, Ramon. Apa ini sungguh untukku?” tanya Vero sekali lagi dan tak bisa menampik rasa bahagianya di depan Ramon. “Kau tahu aku tidak suka mengulangi perkataanku hingga dua kali bukan?” Mendengar hal itu, Vero semakin tak bisa membendung rasa bahagianya. Dia bahkan mengalungkan kedua tangannya di leher Ramon dan memeluk pria itu dengan erat. Sebuah kecupan di pipi juga dia hadiahkan untuk Ramon dan t
“Jangan mengatakan itu padaku!” ketus Ramon dan melirik Vero dengan tajam.“Lalu? Apa yang harus aku katakan? Bukankah sudah benar kalau aku mengucapkan selamat untukmu dan Miana? Bukannya pernikahan kalian akan dipercepat?”Ramon tidak ingin berkata apa-apa lagi kepada Vero karena sudah merasa sangat lelah. Namun, dia juga tidak bisa terlalu memberi harapan kepada Vero. Ramon tidak tahu hal apa yang bisa saja terjadi di kemudian hari. Dia memang bisa melakukan segalanya, tapi orang tuanya lebih berkuasa dalam segala hal. Ramon jelas tidak ingin kalau mereka melakukan sesuatu kepada Vero karena melampiaskan kemarahannya.“Aku harus pergi sekarang! Jadi, kau bisa pulang sendiri.” Ramon berkata karena mood-nya sudah hilang untuk mengantarkan Vero pulang.“Tidak masalah, Tuan Mudaku. Aku sudah biasa pergi dan pulang sendirian. Kau tidak perlu khawatir tentang itu.”“Jangan ke mana-mana tanpa memberitahukan aku, Vero!”“Kenapa? Bukankah kita hanya patner di atas ranjang saja? Tugasku hany