"Ra, kapan lu bangun? Apa nggak capek tidur mulu? Kalau emang hobi rebahan, ya nggak gini juga caranya," ucap Dev.Ia meraih telapak tangan istrinya dan menyatukan dengan telapak tangannya. Kemudian, ia menciumnya dengan sayang."Nggak tahu kenapa, gue bisa setakut ini kehilangan lu. Padahal awalnya gue pikir ... lu adalah mimpi buruk bagi gue. Ternyata, lu adalah belahan jiwa gue," lanjutnya.Ia meneteskan air mata. Untuk pertama kalinya ia menangisi seorang perempuan. Entah mengapa, gadis ini benar-benar unik. Karena ia mampu membuat Dev jatuh cinta hanya dalam hitungan hari.'Ternyata belum siap aku kehilangan dirimu. Belum sanggup untuk jauh darimu ... yang masih selalu ada dalam hatiku ....'Dering ponsel dengan lagu 'Belum Siap Kehilangan' itu membuat perhatian Dev teralihkan. Ia mengambil benda pipih berwarna monokrom itu dari sakunya.Fida is calling ...."Kenapa dia nelpon gue?" tanyanya dalam hati.Tanpa berpikir panjang, ia langsung menggeser tombol hijau di layar ponselnya
Clara berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Tidak biasanya ia pulang lewat jalan pintas seperti ini. Karena ingin sampai lebih cepat, akhirnya ia mencoba untuk memberanikan diri. Banyak orang berpendapat jika jalanan ini dihuni oleh makhluk-makhluk astral yang tak kasat mata. Tidak sedikit pula yang berpendapat jika banyak laki-laki misterius yang menjadi penunggu jalanan ini.Ia pun menatap jam tangan yang ia kenakan."Wajar saja jalanannya sepi. Ternyata udah hampir tengah malam. Mana masih lumayan jauh lagi," gerutunya.Ia masih menempuh setengah perjalanan. Karena meskipun lewat jalan pintas, tetap saja ... jaraknya lumayan jauh. "Kalau aja mobil aku nggak mogok tadi, pasti aku udah rebahan di kasur," omelnya.Ia berdecak kesal. Karena jam-jam segini enaknya rebahan sambil maraton drama Korea."Itu ada apa di sana? Kenapa banyak orang," batinnya.Karena merasa butuh bantuan seseorang, ia pun berjalan menghampiri segerombolan anak muda yang sedang asik bermain kartu. Memang bena
Megan dan Ardi kini telah tiba di Malang. Mereka segera menuju ke penginapan putrinya. Tak lupa mereka membawakan makanan khas Bandung kesukaan putri mereka. "Pa, kira-kira Clara baik-baik aja nggak ya? Kenapa firasat Mama tidak enak sejak mimpi semalam," cemas Megan.Ardi yang sedang fokus menyetir pun mengalihkan pandangannya ke arah istr tercinta. Kemudian ia meraih tangannya dan menyatukan tangan mereka sebagai simbol kekuatan."Jangan cemas berlebihan seperti itu. Kamu harus yakin jika mimpi buruk kemarin hanya sebuah angin halu," sahutnya."Bagaimana Mama nggak cemas? Clara anak kita satu-satunya, bagaimana mungkin aku bisa tenang?" desisnya."Clara gadis yang kuat dan mandiri. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri. Sekarang kita harus berdoa untuk putri kita. Hilangkan pikiran negatif, dan berpikir positif," saran Ardi.Mereka saling melempar senyum. Meskipun rumah tangga mereka sudah berjalan dua puluh tahun lebih, tidak mengurangi keharmonisan dalam hubungan."Aaaaaaaaa ...
Martha dan Serly mendapati kawan segengnya yang nampak berlutut di bawah pohon. Tentu saja mereka bingung dengan rekannya itu. Mereka pun langsung menghampirinya."An, ngapain lu bertekuk lutut kayak gitu? Kerasukan?!" tanya Martha penasaran."Ternyata Algo yang terkenal dengan sikapnya yang baik hanyalah topeng. Karena ia tidak lebih dari laki-laki yang buruk. Tidak bertanggung jawab!" tegas Anne.Martha dan Serly saling menatap, mereka tidak mengerti dengan arah pembicaraan Anne. Martha seakan memberikan kode jika ia tidak mengerti apa yang terjadi. Sedangkan Serly, ia hanya mengangkat bahunya. Hal itu menandakan jika ia juga tidak tahu."Maksud lu apa, An? Kenapa tiba-tiba lu ngomong kayak gitu? Bukankah kalian udah jadian ya?" tanya Serly tak mengerti.Gadis itu menghapus air matanya dengan cepat. Ia tidak boleh terlihat lemah di depan teman-temannya. Mereka bisa saja menertawakan."Gue sama dia hanya pura-pura. Tapi gue beneran cinta sama Algo. Kalian tahu hal itu, bukan?" jujur
Algo menatap manik mata sosok gadis yang telah lama ia kenal. Tatapan itu mengisyaratkan jika mereka saling merindukan satu sama lain. "Apa kabar, Algo Mahesa Rahendra?" tanya gadis itu dengan tatapan penuh arti.Laki-laki itu sama sekali tidak bergeming. Ia hanya menatap gadis itu lekat-lekat, kemudian ia berjalan ke arahnya. Dan ... cup!Ia mencium bibir kenyal milik gadis cantik itu. Tidak ada penolakan maupun rasa sungkan. Karena sedari dulu, mereka sering melakukannya.Karena sudah merasa kehabisan napas, Starla langsung melepaskan ciuman mereka dan mendorong tubuh Algo agar menjauh."Aku bisa kehabisan napas, Al. Kamu liar banget tahu nggak," kesalnya.Ia mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Bisa-bisa ia mati mendadak karena kekurangan oksigen."Apakah kamu tidak merindukan aku? Kita sudah lama berpisah, namun ... kamu masih tetap sama seperti dulu, cantik dan menggoda," ujar Algo.Ia menyerigai ke arah gadis itu. Dilihat dari penampilannya, ia nampak memesona dengan
Ardi memegangi kepalanya. Ia merasa frustasi dengan kejadian naas yang menimpa putri tercintanya. Anak yang ia besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang harus berakhir kehilangan kehormatannya sebagai perempuan."Udah, Pa. Nggak ada gunanya kita menyesali semuanya. Karena yang terjadi tidak bisa diulang. Nasi sudah menjadi bubur," kata Megan."Apa kamu tahu bagaimana rasanya jadi aku? Anak yang sangat aku banggakan dan menjadi calon masa depan untuk kita, kini dia tidak bisa menjaga kehormatan keluarga kita," sesalnya.Megan mencoba untuk tenang. Karena yang putrinya butuhkan bukan penghakiman, melainkan dorongan dan kekuatan. Agar ia bisa menjalani kehidupan dengan penuh keberanian."Tapi ini juga bukan salah anak kita, Pa. Dia dijebak oleh dosen mesumnya. Kita tidak bisa menyalahkan Clara, Pa," bela Megan tak terima.Ardi pun menatap istrinya. Ia berusaha keras untuk menahan amarahnya. Tapi, rasanya ingin meledak saja."Kamu memang benar. Apa yang terjadi pada anak kita bukan kes
Starla berdandan dengan sangat menor. Ia memakai pakaian ketat dan terbuka. Belum lagi, riasan di wajahnya bikin para buaya ingin segera menerkamnya tanpa ampun."Bagaimana penampilan gue?" tanyanya."Very-very perfect!" tegas Naomi, teman se-clubnya yang memiliki profesi sama dengan dirinya."Gue yakin, mereka nggak akan berpaling dari wajah cantik lu yang menggoda iman. Please, gue iri." Ia terkekeh pelan.Ia menyunggingkan senyum dan menatap ke arah cermin dengan percaya diri. Meskipun ia bekerja sebagai perempuan penghibur, ia merasa bangga. Karena dengan pekerjaan ini, ia bisa menyenangkan diri sendiri dan keluarganya."By the way, bagaimana dengan gadis yang lu temuin kemarin? Apa dia setuju dengan penawaran yang lu kasih?" tanya Naomi penasaran."Gadis yang mana?" tanya Starla sok pikun. Ia menebali lipstiknya agar lebih merah mencolok. Tak lupa, ia mengenakan blush on agar pipinya semakin merona."Please deh, jangan pikun jadi orang!" marah Naomi. Ia sering dibuat kesal ole
Langkahnya terhenti ketika ia menangkap sepasang kekasih sedang menghabiskan waktu berdua di sebuah cafe terkenal di Malang."Kenapa mereka malah semakin dekat?"Algo mengepalkan tangannya. Ia merasa jika hubungan Clara dan Devaro semakin dekat. Padahal sebelumnya mereka tidak saling mengenal satu sama lain."Gue nggak akan biarin Clara jatuh ke pelukan lu, Devaro Mahardika Sanjaya!" tegasnya.Bugh!Ia menonjok dinding yang sama sekali tidak bersalah hingga terdapat keretakan. Bahkan tangannya sampai berdarah. Namun, rasa sakit di tangannya tidak seberapa jika dibandingkan dengan luka di hatinya.Ia pun mendatangi kedua sejoli itu dengan penuh emosi. "Aw, sakit Al," ringis Clara.Ia menarik paksa tangan Clara dan memeganginya dengan sangat erat. Hal itu membuat gadis itu kesakitan."Apa-apaan lu! Lepasin Clara!" teriak Devaro hingga menggema."Kenapa? Lu terkejut? Clara hanya milik gue. Jadi lu nggak berhak buat nyuruh gue buat lepasin dia ke dalam pelukan orang menjijikkan kayak lu!