Dua Minggu kemudian ....Karena pihak Arya meminta waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti, maka pengadilan untuk kasus Clara harus ditunda satu minggu.Meski harus ditunda, Dev sangat yakin jika Clara akan mendapatkan keadilan. Karena dari hasil Minggu kemarin, ia dan Alice sudah memberikan satu bukti yang kuat untuk menyatakan jika pelecehan yang dialami Clara memang murni disengaja.Namun, pengacara Arya terus menyangkal. Hingga akhirnya hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga minggu depan.Kini, tibalah di mana kasus Clara akan dibuka kembali. Tepat di hari Senin, 25 Juni 2022.Clara dan Caca duduk berdampingan. Meski Dev sudah memperingatkan istrinya untuk menjauh dari Caca, namun gadis itu tetap keras kepala.Ia bahkan tidak percaya jika sahabatnya, Caca, juga terlibat dalam tindak kriminal ini."Kamu yang tenang ya, Ra. Aku yakin jika Pak Arya akan mendapatkan hukuman yang berat," ucap Caca menenangkan sahabatnya. Ia mengelus punggung Clara dengan lembut. Tak lupa senyum
"Terima kasih," ucap Clara dengan senyum lebar di bibirnya. Ia sangat terharu dengan usaha Dev mendapatkan keadilan untuknya."Terima kasih, untuk apa?" tanya Devaro."Untuk semuanya. Kamu sudah berhasil menjebloskan pelaku itu ke penjara. Kamu juga sudah mau menerima aku apa adanya. Kamu selalu berusaha membahagiakan aku dan Tania. Aku nggak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terima kasih yang banyak. Aku mencintaimu."Cup!Clara mencium sekilas bibir Dev. Hal itu membuat Dev terkejut bukan main."Untuk apa ini?" tanyanya sambil memegang bibirnya."Anggap saja ini bentuk kasih sayang aku ke kamu, Tuan Devaro Mahardika Sanjaya!" seru Clara menekankan nama lengkap suaminya.Dev tersenyum bahagia. Mereka saling berpelukan dan merasakan getaran yang menjalar. Meski mereka sering melakukan ini, namun rasanya tetap sama. Jantung Clara selalu berdegup kencang setiap berdekatan dengan suaminya. 'Aku nggak akan pernah menyia-nyiakan kamu, Dev. Aku sangat mencintai kamu. Baik kemarin, hari i
Clara menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya. Jujur saja ia sedikit ragu untuk menemui dosennya. Tapi, ia takut jika ini memang menyangkut nilai IPK-nya. Bagaimanapun juga, ia harus membuang jauh pikiran-pikiran negatifnya. Masa depannya jauh lebih penting."Ayo Clara, jangan takut. Pak Arya juga manusia seperti kamu. Nggak ada yang perlu ditakutin," lirihnya.Ia mencoba bersikap tenang. Karena ia gadis pemberani, tidak perlu takut dengan dosen muda seperti Pak Arya. Lagipula, gadis bar-bar sepertinya pasti bisa menguasai keadaan apapun yang terjadi. Tak mau berlama-lama, ia pun berjalan pelan menuju gudang. Tak lupa ia membenarkan rambutnya yang berantakan karena tertiup angin saat di perjalanan tadi....."Akhirnya kamu datang juga Clara Marshita Anjelika!" seru Pak Arya. Ia menyerigai ke arahnya. Hal itu membuatnya bergidik ngeri. Baru kali ini ia melihat sisi lain dari dosen paling famous di kampus. Ternyata ... tidak sebaik yang ia kira.Hal itu nampak pada caranya
Brak! Brak! Brak!Ia menggebrak pintu gudang yang terbuat dari besi itu. Berharap ada yang membukakan pintu untuknya. Ia sangat takut dengan kemurkaan Pak Arya yang ingin menelannya hidup-hidup."Tolong! Tolong! Tolong!" Teriakan Clara menggema di dalam gudang. Namun tiada guna ia berteriak sekencang apa pun. Pasalnya ... suara dari dalam tidak bisa terdengar dari luar. Namun, suara dari luar bisa terdengar dari dalam."Teriaklah sekencang-kencangnya, Sayang! Karena tidak akan ada yang mendengar suara kamu. Karena ruangan ini kedap suara. Jadi suaranya hanya terdengar dari dalam saja," ucap Arya menyerigai.Ia berjalan ke arah gadis itu dengan langkah mematikan. Setiap langkahnya membuat Clara semakin ketakutan. Matanya sudah berkaca-kaca dan ingin mengeluarkan cairan bening dari sana."Pergi! Jauhi saya!" teriak Clara. Ia berlari menjauh dari laki-laki psyco itu. Rasanya ingin meminta tolong sahabatnya, Caca. Namun ia tadi menolak untuk ditemani olehnya. Alhasil ia tidak tahu harus
Clara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia menunduk malu, tak berani menatap wajah teman-temannya dan para dosen. Apalagi di sana ada Algo, kekasihnya. Sekaligus ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Ia sudah tak punya nyali lagi. Dirinya benar-benar rendah, serendah-rendahnya.Ini merupakan titik terendah dalam dirinya, menjadi mantan gadis. Ia sudah tak suci lagi. Dalam masyarakat gadis seperti itu adalah pembawa sial, sekaligus sampah masyarakat."Ternyata gadis bar-bar kayak Clara, kelakuannya juga bar-bar ya? Lihat tuh, udah digituin duluan. Padahal kan masih belum lulus kuliah," bisik Anne, salah satu teman kampus Clara yang suka menebar gosip."Nah iya, gue aja nggak nyangka ternyata Clara berani juga. Di luar aja kelihatan sok polos, tapi dalemnya uh ... gue aja malu menganggapnya kaum perempuan," balas mahasiswi yang lain."Ih kok Clara nggak malu sih, ngelakuin hal menjijikkan di kampus. Bisa jelek reputasi kampus kita kalau masyarakat tahu.""Udah dapet Algo yang gentengnya
Pak Tirta, selaku dosen biologi di Universitas Manura, menghubungi orang tua Clara dan Devaro. Orang tua mereka harus tahu bagaimana kelakuan anaknya sewaktu di kampus. Melihat hal itu, tangis Clara sekian histeris."Pak saya mohon, jangan hubungi orang tua saya. Mereka akan marah dan malu karena hal ini, Pak!"Namun, dosen biologi itu tidak menghiraukan permintaan Clara, meskipun dirinya sudah berderai air mata."Perbuatan kamu ini sangat memalukan, Clara! Kamu sudah mencoreng nama baik kampus. Seharusnya kamu berpikir dulu sebelum bertindak nekat seperti ini!" Kali ini Arya Mahendra yang bersuara. Biang kerok yang menjadi sumber masalah. Bisa-bisanya ia mengatakan seolah-olah dirinya tidak bersalah. Padahal kenyataannya ... ia bukan dosen yang baik. Jangankan dosen, dirinya tidak pantas disebut binatang.'Kenapa Bapak tega melakukan ini kepada saya. Apa salah saya, hingga Bapak harus merenggut kegadisan saya? Bahkan Anda bertingkah seolah-olah tidak bersalah. Tapi aku tak bisa berk
Pak Tirta sudah kelihatan tidak sabar ingin mengeksekusi mereka berdua. Karena waktu yang ia berikan tidak mereka penuhi tepat waktu. Sudah hampir lima belas menit, namun kedua sejoli itu tak menampakkan batang hidungnya. "Pak Arya, kenapa mereka berdua lama sekali? Apakah mereka akan melakukan hal aneh-aneh lagi?" tanyanya. Ia menggerak-gerakkan jari-jari kakinya. Ia tidak suka menunggu. Apalagi menunggu sesuatu yang menjengkelkan. Karena hanya akan membuang waktu yang sangat berharga. "Apakah perlu saya menyusul mereka, Pak? Takutnya mereka malah kabur lagi," tawarnya. Sikapnya yang sok nggak bersalah itu, membuat siapapun yang mendengarnya muak. Karena ia memang pandai berakting. Lihat saja dirinya, bahkan ia bisa tersenyum menang atas piala yang ia menangkan. Meskipun sangat memalukan jika terpublikasi. "Tidak perlu," sahut laki-laki bertubu tegap penuh penekanan. Ya ... dia adalah Devaro Mahardika Sanjaya. "Saya akan menuruti apa kata Bapak. Saya akan menikahi Clara dan bert
Setelah acara akad nikah yang digelar secara sederhana, Dev dan Clara merasa capek. Apalagi Clara yang tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Ia merasa jika harga dirinya sudah tidak ada lagi. Apalagi Dev yang seharusnya tidak menjadi suaminya, kini malah menjadi pendamping hidupnya. Permainan takdir sungguh kejam. Ia tak bisa menentangnya, karena ini akan membahayakan masa depannya."Ra, kenapa diem aja?" tanya Dev.Ia menatap istrinya penuh teka-teki. Ia merasa bingung dengan gadis yang satu ini. Karena hanya menangis saja sejak tadi."Udah nggak usah nangis. Anggap aja lu punya nasib yang beruntung. Karena bisa nikah sama cowok ganteng kayak gue," ujar Dev dengan bangga."Kamarnya ada di mana?" tanya Clara."Kan ini di kos, Ra. Kamarnya udah jelas di depan lu, soalnya di sini hanya ada satu kamar. Jadi kita tidurnya barengan," kata Dev.Mereka memutuskan untuk tinggal di rumah kos Dev untuk sementara waktu. Karena mereka masih belum memiliki keberanian untuk pulang ke rumah. M