Home / Rumah Tangga / Skandal dengan Mertua / Bab 7 Hasrat yang Menggebu

Share

Bab 7 Hasrat yang Menggebu

Author: RaySya
last update Last Updated: 2024-06-21 08:26:20

Bab 7

"Ibu?" Buru-buru Ika mengelap air matanya.

"Masuk, Bu."

Wajah marah ditunjukkan oleh Ibu mertuanya.

"Kamu kenapa, Ka? Menangis kencang begitu kayak anak kecil saja. Paling juga masalah uang. Iya, kan?" sinis ibunya bertanya tentang keadaan menantunya. Ika menunduk. Sebaiknya ia meneruskan menggoreng kue donat saja.

"Ditanya kok diem aja sih, Ka. Ibu ke sini mau bicara, Ka. Tadi suamimu ke rumah ibu."

Ika memandang ibu mertuanya. 'Jadi suaminya pergi ke sana tadi.'

"Kamu pinjam uang sama bapak?"

Matanya melotot penuh amarah. Ika kaget, suaminya mengadu ke ibunya. Aduh, dalam hati, ibunya pasti marah-marah ini.

"I...iya, Bu. Ika butuh sekali uang buat bayar hutang." Ika gugup tak berani memandang mata ibunya.

"Karyo tadi bilang kamu pinjem uang sama bapak tadi malam. Ibu bukannya nggak mau bantu kamu, tapi kamu kalau pinjam terus nanti bapak jadi nggak punya uang. Bapak kan lagi nggak kerja. Proyek baru mulai minggu depan."

"I..iyaa, Bu. Nanti Ika gak pinjem bapak lagi."

Sigap Ika menjawab, sebenarnya Ika tak mau berurusan dengan ibu mertuanya. Tidak cuma menyindir, dia juga sering menghina Ika karena Ika tidak kaya seperti menantunya yang lain.

"Ibu tahu Karyo tidak kerja. Ibu juga tahu sekarang kamu berjuang sendiri. Tapi Ibu juga punya kebutuhan. Sekarang bapak sangat susah dimintain uang. Ibu tahu tabungan bapak masih banyak. Ibu kaget tadi pagi Karyo bilang bapak ngasih kamu uang. Bukannya ngasih uang ke istrinya malah ngasih ke orang lain."

Aduuh, ingin sekali Ika menutup kedua telinganya, atau pergi dari hadapan mertuanya ini, tapi sayang gorengan Ika belum selesai semuanya.

"Bikin gorengan kayak begini kamu untungnya berapa sih? anak kamu kan sudah besar. Tinggal saja sana sama Karyo, kamu merantau cari uang yang banyak biar tidak nyusahin orang."

Ibu Kesih tak berhenti marah-marah. Seperti ada toren amarah dalam dirinya. Tidak habis-habis . Semua tertumpah ke Ika.

Ika hanya mendengarkan saja. Ia berpikir tega sekali ibunya mengatakan kalau Ika nyusahin orang. Dipikir-pikir lagi ternyata bapak mertuanya benar-benar ngasih Ika banyak perhatian dan uang. Istrinya aja nggak ia kasih.

Ika memutuskan menghentikan gorengannya, masih ada beberapa adonan yang harus ia goreng, tapi hatinya sudah tidak kuat. Ia memilih kabur.

"Bu, Ika mau antar gorengan dulu ya." Ika bangkit membungkus gorengan yang sudah sedia.

"Lho, emang sudah selesai nggorengnya? Yaudah bungkusin ya buat ibu, bapak belum sarapan tadi."

Huft. Dalam hati Ika mengeluh. Tadi aja gorengannya dihina-hina hasilnya tidak seberapa. Sekarang malah minta dibungkusin.

Ia tinggalkan bungkusan kresek hitam di samping ibunya. Tanpa berpamitan lagi, ia melangkah keluar dari rumahnya. Sebelum menyalakan motornya, sebuah pesan singkat masuk ke dalam handphonenya.

[Ka, Karyo sudah pergi lagi belum? Kalau sudah, nanti malam bapak mau ke rumah. Ada yang belum selesai kemarin malam]

Membaca wa dari mertuanya Ika langsung merinding. Jantungnya berdebar-debar. Senyumnya mengembang. Ia menoleh kepada ibu mertuanya sebentar yang masih di dapurnya. Ternyata ibunya sedang memperhatikannya sedari tadi.

"Lihat apa kamu, Ka? Senyum-senyum sendiri."

"Eh, eng..enggak, Bu. Ini ada Yuni kirim gambar lucu, Bu. Yasudah, Ika berangkat dulu, Bu."

Ika lega. Tidak ada tanda-tanda kalau ibunya dan suaminya curiga dengan hubungan gelap antara dirinya dan bapak mertua.

***

Malamnya Ika berdandan rapi. Kaos ketat yang ia kenakan memperlihatkan bentuk tubuhnya. Rambutnya digerai panjang menjuntai. Ada seseorang yang ia tunggu. Sesaat suaminya terlintas di pikirannya, ada adrenalin yang meningkat. Rasa bersalah kalah dengan rasa takut akan ketahuan. Hal itu malah membuatnya semakin bersemangat. Malam ini setan sudah menguasai. Logikanya berjalan tidak sesuai dengan norma. 'Buat apa aku menunggu suamiku yang tidak mau bertanggung jawab atas aku dan anak-anakku. Sedangkan ada lelaki yang mau menafkahinya di depan matanya'

Tok..Tok...Tok...

Ketukan pintu membuatnya kegirangan. Cepat-cepat ia menemui mertuanya. Sekilas menengok ke arah pintu kamar anak-anaknya, semuanya sudah terlelap.

"Masuk, Pak." Malu-malu ia di depan mertuanya.

"Karyo nggak pulang kan, Ka?" Pak Tio berbisik-bisik, memastikan semuanya sudah aman.

Ika menggelengkan kepalanya.

"Anak-anak sudah tidur?"

Ika mengangguk sambil tersenyum.

"Ayo, Pak. Langsung aja masuk ke kamar Ika" ajak Ika malu-malu.

"Wah, kamu sudah nggak sabar yah."

Mereka melangkah bersama masuk kamar. Tangan Pak Tio melingkar sempurna di pinggul Ika.

***

Tring.. ..

Sebuah pesan wa masuk.

[Sudah aku transfer sayang]

Ika tersenyum. Ia mengetik.

[Makasih sayang]

Setelah malam itu, setiap malam Pak Tio mengunjungi rumah menantunya. Karyo tak pernah kelihatan batang hidungnya.

Sayangnya, seminggu kemudian dia harus mengerjakan proyek di lain kota. Tetapi transferan uang tidak pernah berhenti.

[Aku rindu sayang. Kamu kesini mau?]

Setelah seminggu di bedeng proyek baru, Pak Tio merasa rindu. Berbagai alasan akan ia cari agar bisa bersama menantu kesayangannya.

[Anak-anak gimana sayang? Aku kesitu alasannya apa?]

[Titipin anak kamu sama suamimu. Nanti aku urus, semuanya akan beres]

Tak selang lama dari masuknya pesan mertuanya, suaminya yang sudah lama tidak pulang muncul di depan rumahnya.

Enggan rasanya menyambut suaminya, Kia lebih memilih untuk mencuci piring di belakang. Pesan-pesan dari selingkuhannya segera ia hapus.

"Ika."

Ika menoleh.

Karyo menaruh badannya di kursi.

"Tolong ambilkan aku minum, aku mau ngomong sebentar."

Ika mengambil gelas di rak dan membuatkan teh hangat. Ia hidangkan teh itu di meja samping suaminya duduk.

"Bapak bilang tadi. Di bedeng proyek ada warung baru butuh pegawai. Katanya gajinya lumayan besar. Apa kamu mau bekerja di sana?".

Mata Ika membulat. Ada pekik bahagia yang tertahan. Buru-buru ia menutup mulutnya. Karyo sedang sibuk mengaduk teh di sampingnya.

"Ehm, anak-anak bagaimana?"

"Anak-anak biar aku yang jaga. Ibu nanti bisa bantu. Aku nggak bisa kasih kamu nafkah. Hanya ini yang bisa aku kasih, ijin buat bekerja. Semoga bisa menutup hutang-hutang kita".

Hati Ika terasa teriris seketika.

Wajah sendu tak bisa ia sembunyikan.

Suaminya mengijinkannya bekerja di sana. Padahal ia mau berselingkuh dengan lelaki lain.

"Kapan berangkatnya, Pak?"

"Besok."

"Iya, nanti Ika siap-siap dulu. Nitip anak-anak, Pak."

Jauh dari suaminya mungkin sudah biasa, tapi jauh dari anak-anak ternyata seberat ini. Bagaimana nanti anak-anak? Bagaimana kalau mereka sakit? Bagaimana kalau ia rindu?

Tapi hasratnya sudah tak bisa ia tahan lagi. Ia cuma berharap proyek ini tidak akan lama.

***

[Sudah mau berangkat?]

Pesan singkat masuk ke hp Ika.

[Ini sedang siap-siap]

Tak banyak yang Ika bawa, cuma beberapa baju saja.

[Jangan lupa bawa baju seksi yang banyak]

Ika tersenyum.

"Senyum-senyum sendiri, Ka?"

Ika gelagapan kaget suaminya mendekat. Hp langsung ia masukkan ke dalam kantong.

"Kenapa, Ka?"

"Eh, anu, nggak papa, Pak."

"Kok kamu kaya gugup gitu. Sedang wa siapa tadi?"

"Eng..enggak, Pak. Beneran."

Berdebar-debar rasanya seperti maling yang kepergok.

"Boleh pinjam hpnya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal dengan Mertua   Kabur- End

    "Bener apa yang dikatakan Ibu, Pak. Bapak dan Ika yang harus segera dihukum. Kenapa malah bawa-bawa aku sama ibu? Aneh banget! Sudahlah, lebih Pak Lurah segera lakukan saja hukuman buat kalian berdua!" Karyo menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sejujurnya tangannya mengepal sejak tadi, ingin memberi bogem mentah pada bapaknya yang kurang ajar. Tak peduli menjadi anak durhaka, kali ini bapaknya memang pantas diberi pelajaran. Mendengar itu emosi Pak Tio terbakar. Apa? Dihukum? "Tunggu dulu, Pak Lurah. Tolong bapak-bapak tenang dulu, kamu juga tenang dulu, Yo. Kami memang berdosa, tapi tolong jangan sampai ada arak-arakan. Biar kami selesaikan dengan kekeluargaan saja." "Nggak bisa lah, Pak Tio. Masalah ini bukan cuma soal keluarga. Tindakan kalian sangat meresahkan dan menjadi contoh buruh untuk masyarakat. Kalau Pak Tio dan Mbak Ika nggak diarak, nanti bisa saja diulangi lagi," bapak-bapak mulai tidak sabar karena waktu sudah beranjak larut.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 45 Mau diarak?

    Saat itu Ika duduk menunduk di sebuah kursi di kamar itu. Tidak ada yang menemani, tidak ada yang mengajaknya bicara. Bagaimana mau bicara, sebagai pesakitan yang sudah pasti akan dihukum, bahkan menatap wajah ibu mertuanya saja dia tidak berani. Tak hanya ibu mertuanya, tatapan mata orang lain seperti menelanjanginya. Ibu Ika berjalan gontai mendekati anaknya. Ia terkejut tadi Karyo berteriak padanya, tapi ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut anaknya. Perasaanya bercampur baur, tidak percaya, benci, berharap semua tuduhan itu hanya salah sangka, marah, dan kasihan melihat anaknya hendak dihakimi masa. "Jadi bener kamu sama bapakku!?" bentak Karyo di depan wajah Ika yang masih menunduk. Namun bukannya menjawab, Ika kembali tersedu-sedu melihat suami dan ibunya ada di depan matanya. Kepalanya tetap menunduk seakan ada beban berat di lehernya. Tapi beban yang sesungguhnya adalah ketakutannya. Ia takut menghadapi suami dan ibunya sendiri. "Jawab, Ka!!"

  • Skandal dengan Mertua   Bab 44 Proses menuju sidang

    Nur memandang bapaknya dengan kebencian. Matanya mulai berkaca-kaca. Tak terlukiskan bagaimana kekecewaannya begitu besar pada bapak yang selama ini jadi panutan. Ia merasa jijik dan muak. Apalagi saat melihat Ika, rasanya isi perutnya mau keluar. "Apa bener semua ini, Pak?" tanya Nur hampir meledak amarahnya. Namun, suaminya dengan lembut mengusap punggungnya. Pak Tio benar-benar bungkam, tak tahu harus menjawab apa. Ia menyugar rambutnya ke belakang, terlihat sangat frustasi. "Kamu panggil Karyo ke sini, Nur. Biar Karyo tahu kelakukan istrinya seperti apa!" seru Bu Hasna dengan geram. "Iya, Bu." Nur dan suaminya bergegas ke luar rumah. Sialnya di luar ternyata sudah ramai bapak-bapak ronda yang berkumpul karena teriakan-teriakan ibu. Mereka pikir ada seseorang yang sakit atau meninggal. Jadi ketika Nur dan suaminya keluar, mereka langsung beringsut mendekat. "Ada apa, Nur?" tanya Pak Dafa, ketua RT di lingkungannya. Yang lain juga langsung ikut bertanya. "Iya, ada a

  • Skandal dengan Mertua   Bab 43 Terkuak

    Malam itu, seperti biasa, Pak Tio memastikan seluruh keluarganya sudah tertidur. Gerimis rintik-rintik dengan udara yang lumayan dingin pasti membuat tidur lebih pulas. Kesempatan bagi Pak Tio untuk menikmati tubuh menantunya tanpa was-was. Semua orang sedang bergelung di bawah selimut. Malam ini dan malam besok harus dimanfaatkan dengan baik karena lusa ia harus pergi ke area proyek lagi. Maunya sih tetap di rumah, berleha-leha dan tetap bisa bermesraan dengan menantunya. Tapi, beberapa hari ini Bu Hasna sudah bertanya tentang pekerjaan dan uang yang mulai menipis. Jadi, mau tak mau Pak Tio harus segera kembali ke proyek.Sekarang sudah jam 10 malam, Pak Tio berjalan mengendap seperti biasanya ke kamar Ika. Ternyata, Ika belum tertidur. Wanita itu sedang duduk di tubir kasur dengan memakai pakaian yang seksi, sengaja betul menunggu Pak Tio datang. "Wah! Ini yang bikin aku ketagihan sama kamu, Ka! Kamu selalu siap membuat bapak tegang. Beda sama istriku,

  • Skandal dengan Mertua   Bab 42 Hubungan yang Panas

    Jam 3 pagi alaram di hp Ika berbunyi. Ia membuka matanya yang terasa berat. Baru 3 jam lalu ia memejamkan mata, sekarang ia mau tak mau harus segera membuka matanya dan bangun.Akhirnya ia bangkit dari kasurnya dan berjalan keluar. Suasana sangat sepi. Ia berjalan ke kamar sebelah, kamarnya Miranda dan Diana kemudian mengetuk pintunya. Beberapa saat kemudian terdengar sahutan dari dalam kamar dan nyala lampu mulai terlihat dari sela-sela pintu. Setelah itu, baru ia pergi ke dapur dan mulai menyalakan kompor. "Bikin apa dulu, Mbak?" tanya Diana saat masuk ke dapur. "Bikin adonan roti dulu, Na. Itu terigu sama telurnya." Ika menunjuk ke wadah dan terigu yang terletak di atas meja. Tak lama kemudian, datang Miranda sambil mengucek matanya. Mereka bertiga akhirnya membuat kue-kue yang akan dijual pagi itu. Bu Hasna terbangun ketika suara adzan subuh dari masjid terdengar. Sementara Pak Tio keluar dari kamarnya ketika Ika sudah mulai berdagang.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 41 Hubungan Berlanjut

    "Ya Allah, Pak!" Ika terlonjak sampai hampir terlempar ke belakang. Untung Pak Tio yang tepat di depannya bergerak dengan cepat. Tangannya terayun dengan cepat menangkap tubuh Ika. "Sssst!" satu tangan Pak Tio membungkam mulut Ika, namun satu tangan yang lain memegang tubuh Ika. "Jangan berisik, nanti pada bangun!" Jantung Ika berdebar sangat kencang. Tubuh mereka menempel dengan mata saling beradu. Beberapa saat waktu seakan terhenti. Namun, Pak Tio segera menyadari kalau mereka sedang berada di rumahnya. Bu Hasan bisa saja tiba-tiba muncul. Karena itu, ia segera melepas tubuh Ika. Keduanya berdiri berdekatan dengan canggung. Ika membenarkan bajunya yang berantakan. Tiba-tiba seseorang muncul dan berdiri di ambang pintu dapur. "Bapak! Bapak sama Mbak Ika lagi ngapain?" tanya Miranda memberikan tatapan menyelidik. Pak Tio lantas reflek menjauhkan tubuhnya dari tubuh Ika. Ia berbalik dan gelagapan menjawab, "Bapak lagi ngopi, ngg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status