Home / Rumah Tangga / Skandal dengan Mertua / Bab 6 Suamiku Pulang

Share

Bab 6 Suamiku Pulang

Author: RaySya
last update Last Updated: 2024-06-21 08:24:52

"Kamu wangi banget, Ka."

Pak Tio memuji menantunya.

Wajah Ika memanas. Ika mulai memperhatikan penampilan mertuanya. Usianya sudah kepala 5, tapi penampilannya memang selalu rapi. Justru Karyo yang lebih muda tidak pernah memperhatikan penampilannya.

Penampilan mertuanya selalu perlente. Kali ini ia mengenakan kemeja panjang bahan jeans biru muda dipadukan dengan celana jeans hitam. Rambutnya yang agak panjang disisir ke belakang, khas sekali dengan gaya mandor proyek. Wangi parfum selalu menguar dari tubuhnya.

Sebenarnya Ika tahu kalau mertuanya ini memang suka menggoda daun-daun muda. Bahkan gosip mengatakan kalau ia menikahi ibu mertua karena ibu mertua sudah hamil duluan. Tetapi entah kenapa mereka belum berpisah sampai sekarang. Entah karena Ibu yang gak bekerja memang butuh uang bapak, atau karena bapak pintar merayu. Ika rasa dua-duanya berperan penting.

Ika tadinya juga tidak menyangka kalau Karyo yang pendiam mempunyai bapak yang seperti itu. Awalnya kelakuan Pak Tio memang terlihat menjijikan. Tapi entah kenapa sekarang dia ingin mengaku kalau mertuanya memiliki pesona tersendiri.

Pak Tio yang duduk di kursi di depan Ika, perlahan berpindah ke samping Ika. Jantung Ika seperti dipompa dengan cepat.

Harum rambut Ika membuat jiwa kelelakiannya terbangun. Ia mencium rambut dan leher menantunya. Ika tak bisa berkutik, ia memejamkan mata. Hasratnya yang selama ini ditahan hanya untuk suaminya malah dengan cepat menjalar ke tubuhnya karena sentuhan lelaki lain.

Tangan Pak Tio meremas tangan Ika. Melihat Ika menikmati umpannya, ia mencoba mencium bibir ranum miliknya. Tidak ada perlawanan. Ika menyambut bibir mertuanya.

Tiba-tiba deru suara motor terdengar mendekat. Mereka berdua terlonjak bersama. Saling berpandangan.

"Ika."

Mereka langsung mematung.

"Itu Karyo, Pak."

"Iya, Ka. Kamu benerin dulu baju kamu."

Ika memperbaiki posisi baju dan roknya.

Suaminya di luar mencoba menggedor pintu yang ternyata terkunci.

Rasa takut hinggap pada keduanya. Ika bergegas membuka pintu untuk suaminya. Tubuhnya sedikit bergetar, bagaimana kalau dia memergokinya dengan lelaki lain? Dengan ayahnya. Ia mencium bajunya sendiri, ia takut parfum mertuanya menempel padanya.

Pak Tio pun takut bukan kepalang. Di saat permainan baru dimulai, anaknya malah pulang. Ia segera memikirkan berbagai alasan untuk menghadapi Karyo. Semoga Karyo tidak curiga.

Gerendel pintu Ika buka, Ia melihat Karyo nampak lelah. Karyo memandang Ika sejenak. Tidak biasanya Ika seperti merias diri, meskipun tidak tebal. Wajahnya masih ayu seperti biasanya, namun ada kesan gelisah di sana. Karyo melangkah masuk.

"Pak?" Karyo kaget, ada bapaknya sedang duduk di ruang tamunya.

"Bapak? sedang apa di sini malam-malam, Pak?"

Pandangan menyelidik ia tampilkan jelas. Kedua orang ini sedang apa malam-malam di rumahnya dengan pintu terkunci dari dalam.

"Eh, ehm, anu tadi Ika menelpon bapak mau pinjam uang sama bapak. Katanya mendesak buat besok pagi. Jadi bapak ke sini cepat-cepat." tergagap Pak Tio menjawab pertanyaan anaknya.

"Kamu pinjam uang, Ka? Buat apa? Kamu kok nggak ngomong sama aku." Ada nada kesal dalam suara Karyo. Kecurigaanya tertutup oleh rasa kesal karena Ika meminjam uang ke bapaknya tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

"Ehm, itu pak, aku mau bayar hutang. Tadi ibu-ibu arisan datang ke lapak dagangan ku. Mereka menagih uang mereka yang aku pakai. Aku nggak tahu mau minta tolong sama siapa lagi." jelas Ika. Nada bergetar dalam suaranya terdengar jelas. Tapi Karyo terlalu tuli dan buta untuk melihat keadaan di depan matanya.

"Jangan bilang aku nggak ngomong sama kamu yah, Mas. Sudah berkali kali aku nelpon kamu. Coba lihat berapa panggilan telepon di hp mu hari ini? Pernah nggak kamu angkat?" tambah Ika.

Emosi Ika tiba-tiba tersulut. Setiap ia bertemu suaminya, hanya ada amarah yang ingin luapkan. Bahkan untuk keadaan saat ini yang sedang ia lalui, ia tak mau disalahkan karena meminjam uang ke bapaknya. Suaminya punya andil atas urusan uang dalam rumah tangganya.

Karyo mengambil hp di kantongnya. Ika sudah menelponnya 13 kali. Ia langsung merasa bersalah. Penjelasan Ika membuatnya malu di depan bapaknya. Selama ini ia tak pernah menceritakan keadaannya pada keluarganya, ia pikir Ika tak masalah dengan keadaanya. Tapi ternyata memang Ika sangat tertekan. Tak ada kata yang mampu ia ucapkan.

"Yasudah, Karyo. Bapak pulang dulu ya. Itu uangnya sudah bapak kasih ke istri kamu."

Pak Tio beranjak meninggalkan rumah itu. Jantungnya masih berdetak kencang tidak karuan. Tapi ada senyum yang menyungging. Umpan yang ia berikan sudah disamber oleh menantunya. Tinggal menunggu untuk ditangkap dan dinikmati saja. Meskipun terselip sedikit rasa iba pada anak lelakinya.

***

Keesokan harinya Ika membuat kue-kue seperti biasa. Semalam Karyo tidur di kursi ruang tamu. Karyo mendekati Ika, ingin membantunya. Tapi keadaan sudah berbeda dari dulu. Suasana sangat kikuk, saking lamanya mereka tak pernah bertemu, Karyo sampai bingung harus memulai percakapan dari mana.

"Ika, aku minta maaf, ya."

Ika menoleh sebentar, tapi ia tetap fokus menguleni adonan untuk membuat donat.

"Aku sangat malu sama kamu karena nggak bisa nafkahin kamu. Aku bingung harus bagaimana. Sakit di kepalaku sering datang dan pergi. Sakit ini agak menghilang kalau aku lagi di luar. Maafkan aku Ika. Kamu boleh menceraikan aku kalau kamu ingin. Aku sudah tidak bisa menafkahi kamu."

Tangan Ika terhenti. Ia menoleh ke arah suaminya. Menatapnya sebentar. Ia ingin mencari rasa cinta yang dulu pernah mereka bangun bersama. Air matanya tiba-tiba luruh. Ia merasa iba dengan suaminya, tapi rasa itu sudah lama hilang, semenjak suaminya sudah tidak pernah menganggap Ika dan anak-anaknya ada.

Ingin sekali Ika meminta cerai pada suaminya. Tapi ia juga tidak tega dengan rasa sakit yang suaminya derita. Tak hanya itu, air mata itu menganak sungai untuk rasa malunya, dan rasa bersalahnya, karena telah memberikan hati dan tubuhnya kepada lelaki lain.

"Maaf sayang." Karyo memeluk Ika dari belakang.

Ika kaget dan melepas pelukan suaminya. Kenapa suaminya sudah terasa seperti orang lain.

Mundur, Karyo kaget Ika menepis sentuhannya. Tapi ia tak menyalahkan Ika. Sudah sejak lama ia tak pernah memberikan hak lahir batin istrinya.

Karyo melangkah keluar tanpa pamit. Penolakan Ika adalah sebuah ultimatum, agar ia tidak lagi ada di sekitarnya.

Ika menangis menggerung-gerung. Pernikahan yang ia harapkan akan dipenuhi kebahagiaan ternyata tak lagi bersisa.

"Assalamualaikum."

Ika menoleh mengelap air matanya. Ibu mertuanya berdiri di depan pintu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal dengan Mertua   Skandal dengan Mertua 38

    Pak Tio menghela nafas dalam-dalam. Ia tak mau gegabah lagi soal anaknya. Meskipun berdekatan dengan Ika membangkitkan gairahnya, tapi masalah Karyo belum menemukan jalan keluarnya. Jadi, sepanjang perjalanan, ia hanya bisa menahan keinginannya. Sesampainya di rumah, Ika langsung menemui kedua anaknya. Mereka berpelukan dan melepas rindu. Anehnya, tidak ada Karyo di rumah, Iwan dan Azka bersama ibunya. "Apa Mas Karyo ke pemancingan lagi, Bu?" tanya Ika sambil membereskan barang bawaannya. Tidak banyak yang ia bawa, hanya sedikit oleh-oleh untuk ibu dan kedua anaknya. Sebagian uang yang ia peroleh sudah digunakan untuk membayar hutang dan membayar sekolah anak-anaknya, sebagain lagi akan ia gunakan sebagai modal berdagang. "Ngga tahu ibu, Ka, nggak pernah nanya-nanya sama si Karyo. Nanti kalau ibu nuntut dia buat kerja tapi sakit lagi malah ibu yang disalahin. Jadi terserah aja mau ngapain." Ika menelan ludahnya, hubungannya dengan Karyo juga t

  • Skandal dengan Mertua   Hidup yang Berantakan

    Ayu tak menyangka kalau bapaknya ternyata menyimpan dendam pada ayah kandungnya. Mungkin karena begitu banyak kesusahan yang sudah ia alami gara-gara lelaki itu. Namun, sampai saat ini, ia masih belum tertarik tentang keberadaan ayah kandungnya itu. Entah masih hidup atau sudah mati, entah sedang bahagia dengan keluarga barunya, atau menderita akibat dosanya di masa lalu. Sayangnya takdir masih belum mau berdamai dengannya. Pagi itu, Ayu berteriak kencang saat membuka pintu kamar ibu dan bapaknya. Kedua orang itu sedang dalam keadaan terlentang dengan busa di mulutnya. Saat Ayu panik dan mengguncang-guncang tubuh keduanya, ternyata sudah kaku dan dingin. Ia berteriak memanggil nama Lasirah dan Karta. Orang-orang mulai berdatangan, prosesi penguburan jenazah segera dilakukan. Ayu termenung tak tahu harus bagaimana. Baru tadi malam ia bercakap-cakap dengan bapaknya, tiba-tiba pagi ini ia harus kehilangan dua orang terdekatnya. Kasak kusuk mulai terde

  • Skandal dengan Mertua   Ditolak Calon Mertua

    Persis seperti dugaannya, malam itu Ayu tak disambut baik oleh keluarga Firman, tak seperti biasanya. Padahal, biasanya ibu Firman selalu bersikap baik padanya. Ia pernah bilang kalau ia beruntung mempunyai calon menantu yang baik dan cantik, tapi sepertinya semua itu hancur gara-gara masa lalu Ayu yang buruk. Tak hanya ibunya Firman, ayahnya Firman bahkan tak mau menemuinya. Ia hanya tersenyum tipis kemudian masuk ke dalam rumah. Tak ada salaman, atau basa-basi seperti yang biasa dilakukan. Bahkan Firman langsung berubah 180 derajat. Lelaki yang perhatian, yang menunjukkan kasih sayangnya di manapun, tiba-tiba langsung menjadi orang asing yang bahkan tak peduli keadaanya. Ia duduk di samping ibunya, membentuk kubu yang melawan Ayu. Merasa sendirian, Ayu tak berani banyak bicara. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Kepalanya menunduk, tangannya meremas jari-jemarinya. "Maaf ya, Yu. Bukannya kami pilih-pilih menantu,

  • Skandal dengan Mertua   Masa Lalu yang Terus Menghantui

    Amarah Karta membuat Lasirah mencicit ketakutan. Ia keluar dari kamar dan duduk dengan memeluk kakinya sendiri di pojok rumah. Perkataan Karta menyeretnya jauh ke hari di mana Tio bisa begitu menyakitinya tanpa menyentuhnya. Ia berteriak kencang, sekencang mungkin agar sakit dalam dadanya cepat pergi. Suaranya bersahut-sahutan dengan suara tangis bayinya yang belum berhenti sejak tadi. Namun, malam itu ternyata menjadi titik balik di mana dirinya mulai kembali pada Lasirah yang mulai sadar. Teriakan Karta benar-benar ia serapi dengan hati-hati. Meski berat, ia mulai mau memegang bayinya sendiri. ..."Saat itulah Ibumu mulai bisa menerima keadaan kami. Dia mulai menyayangimu meski bayang-bayang orang itu masih menghantuinya di mimpi. Bapak tahu soal itu karena Ibumu sering merintih kesakitan saat tidur, kadang masih merapalkan namanya." Pak Karta mengakhiri ceritanya yang getir. Matanya mengembun, giginya mengatup, sekuat tenaga ia tah

  • Skandal dengan Mertua   Bab 34 Ayu, Bayi yang Tidak Diinginkan

    Bayi kecil itu diberikan pada Lasirah setelah Bu bidan yang lain membersihkan plasenta dan sisa-sisa darah.Akan tetapi wanita itu menolaknya. Ia tak ingin melihat anaknya sendiri. "Nggak mau, Bu. Bawa pergi jauh-jauh bayi itu! Aku nggak mau lihat," teriak Lasirah lantang. Orang-orang di ruangan itu saling berpandangan. Ada apa ini? Bu Minah, ibunya Lasirah segera membujuknya. "Ayo, Rah. Anaknya digendong dulu. Dipangku, terus coba ditempel di dadamu, biar belajar nyusu anaknya." "Nggak mau, Bu. Bawa pergi jauh-jauh bayi itu dari sini. Cepat, Bu!" bentak Lasirah. Dua bidan itu tak memaksa karena Lasirah semakin histeris. Melihat anaknya sendiri seperti melihat kotoran. Pak Karta memandang iba pada istrinya. Ia menghampiri bidan yang tadi membawa anaknya. "Gimana ini ya Bu? istri saya nggak mau nyusuin," tanya Pak karta pada Bu Fenti sambil melihat wajah tak berdosa, bayi mungil di gendongannya.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 33 Bu Lasirah dan Pak Karta

    "Bapak itu bukan Bapak kandung aku?" tanya Ayu takut-takut. Ia khawatir jawabannya akan terasa getir. Pak Karta dan Bu Fatun lagi-lagi saling berpandangan. "Sudah ceritakan saja semuanya, Bu. Anakmu juga berhak tahu yang sebenarnya," ucap Pak Karta. Ayu menelan air liurnya. Ada apa sebenernya? Kata "anakmu" terasa sangat menyakitkan. Meskipun Ayu juga pernah berpikiran kalau Pak Karta memang bukan bapaknya, tapi mendengar pengakuan keduanya ternyata memang menyakitkan. Selama ini Pak Karta memang tak terlalu dekat dengan Ayu, seperti ada satu dua hal yang menghalangi lelaki itu mempunyai hubungan dekat dengan Ayu. Lantas, mengalir sebuah cerita pilu tentang masa lalu ibunya. Karta, yang sudah lama menyukai Lasirah diam-diam, entah harus senang atau sedih, harus menikahi Lasirah, yang sudah dihamili Tio. Saat itu Karta marah, darahnya menggelegak. Ia hendak mencari kemana Tio kabur lantas membuat lelaki itu menyesali p

  • Skandal dengan Mertua   Bab 32 Masa Lalu Ayu

    "Maksud kamu apa, Yo? Ika selingkuh sama Bapak?" tanya Yono tercengang. "Iya, Mas. Rumah tangga kami sudah hancur!" jawab Karyo kecewa. "Jadi Pak Tio juga godain Ika?" tanya Jannah dengan wajah tak percaya. "Emang kamu juga digodain?"Dulu Yono memberitahunya kalau istrinya juga digoda oleh Bapak, tapi ia belum percaya karena belum mendapatkan cerita yang utuh. "Eh, mm ...," Jannah memandang suaminya, ia ragu-ragu mau menjawab. "Iya, Yo. Jannah pernah digoda juga sama Bapak. Aku sudah muak banget sama kelakuan Bapak yang doyan banget sama perempuan! Aku pikir, masalah masa lalu yang kamu alami saat ini, pasti ada hubungannya sama Bapak. Orang itu pasti bermasalah dulunya dan masalahnya jatuh ke kita. Jadi ibaratnya kita tuh kena karma," papar Mas Yono sambil menyeruput kopi yang sudah hampir dingin. "Jadi menurut Mas Yono, masalahku ini karena kelakuan Bapak? Yang dimaksud oleh Kyai Hasyim itu masa lalu Bapak?" tanya Karyo m

  • Skandal dengan Mertua   Bab 31 Ibu Berubah Sikap Setelah Berkunjung ke Kyai Hasyim

    Kala itu pagi sangat berkabut. Musim kemarau membawa hawa dingin yang sangat menusuk. Lasirah enggan untuk bangkit dari kasurnya. Ia memilih bergelung kembali di bawah selimut. Namun suara kasak kusuk orang yang sedang mengobrol terdengar sedikit menggangunya. Itu suara Ibu dan Bapak Lasirah, dan seseorang yang belum diketahui siapa. "Eh, ada tamu pagi-pagi. Siapa, yah? Jangan-jangan berita lelayu," gumam Lasirah seraya beranjak dari kasurnya. Di desa waktu itu berita lelayu tentang orang yang meninggal biasanya memang disebarkan pagi hari. Tiba-tiba ia berdebar-debar. Ia menempelkan telinganya di daun pintu kamarnya. Tak terdengar! Lalu ia mengendap-endap pergi ke dekat dapur dan mengintip. Ia membekap mulutnya karena ia melihat ibunya sedang menangis. Di samping Ibunya, bapaknya mengelus punggung Ibu tapi wajahnya tak bisa ditebak, entah marah, entah pilu. Sedangkan seseorang di sampingnya adalah Paman Karim yang juga tertunduk. "Paman Karim?" La

  • Skandal dengan Mertua   Bab 30 Mas Lalu Pak Tio

    Pak Tio akhirnya bangkit dari duduknya karena beberapa pekerja mulai mendatanginya dan bertanya tentang keadaanya. "Pak Tio kenapa?" tanya Jajang seraya memegang pundak bosnya itu. Ia kebingungan karena tadi Pak Tio sedikit menjauh darinya untuk menerima telpon tapi setelah bercakap-cakap, lelaki itu tiba-tiba jatuh terduduk. Wajahnya berubah menjadi pucat dan pandangan matanya kosong. Ia berpikir, mungkin bosnya mendapatkan kabar yang kurang baik di telpon tadi. "Sudah-sudah kalian teruskan pekerjaan. Saya cuma sedikit pusing tadi," kata Pak Tio melambaikan tangannya, mengusir para bawahannya. Namun Jajang tak mengikuti perintah bosnya, ia tetap berdiri di sana. Ia masih khawatir dengan keadaan bosnya karena ia melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri. "Mari saya antar ke warung, Pak. Bisa minum teh hangat dulu," ajak Jajang. "Nggak, Jang. Ayo temenin saya ke bedeng saja. Tolong kamu pesankan teh hangat dan kamu bawa ke bedeng. Haru

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status