Wajah Axel mengeras menahan amarah, pria itu bersedekap menatap Naomi dengan penuh permusuhan, teriakan kencang Naomi berhasil membuat Axel mendapatkan tatapan penuh penghakiman dari orang-orang di sekitarnya.
“Apa sebenarnya maumu?” tanya Axel dengan geraman.
“Kau tidak lihat tangan dan kakiku?” Naomi menunjuk kakinya yang di gips dan tangannya yang terbungkus terlihat bengkak. “Aku baru datang ke kota ini seorang diri membawa ransel besar dan koper besar tanpa tujuan dan tanpa sanak keluarga. Setelah menabrakku, kau akan meninggalkanku begitu saja? Aku tidak bisa mengurus diriku sendiri, bahkan berjalanpun aku kesulitan. Setidaknya bertanggung jawablah” desak Naomi.
“Hey bocah kecil, aku sudah bertanggung jawab membawamu ke klinik dan memberikanmu uang konpensasi, jika kau membutuhkan lebih dari ini kau tidak ada bedanya dengan memerasku,” ucap Axel dengan sengit.
“Tapi itu tidak cukup! Aku mengalami kerugian besar.”
Axel menyeringai jahat, pria itu tampak jengkel mendengar celotehan Naomi yang mengganggunya, dengan kesal Axel kembali mengambil dompetnya, tanpa ragu pria itu menarik sebuah kartu dan meletakannya di hadapan Naomi. “Pinnya hari kemerdekaan Neydish, kau bisa mendapatkan apartement yang kau inginkan dengan uang di dalamnya, ini kan maumu? Sekarang urusan kita sudah selesai.”
Naomi tercengang kaget melihat kartu yang di berikan pria asing itu kepadanya.
Namun, jika kondisi Naomi sekarang seperti ini? Bagaimana cara dia mengurus dirinya sendiri dan menjalani hari-harinya meski tidur di tempat yang enak?
Naomi tertunduk sedih, jari mungilnya meremas-remas permukaan selimut, “Tapi aku tidak bisa mengurus diriku sendiri. Tangan dan kakiku benar-benar sakit,” bisik Naomi memberitahu.
Axel mendengus kasar, Axel tidak menyangka, setelah memberikan apa yang gadis itu inginkan, bagaimana bisa dia dengan tidak tahu malunya masih meminta lebih?
“Kau tidak malu masih mau memerasku?” desis Axel penuh peringatan.
Naomi kian tertunduk takut, dia tahu ini hal yang memalukan, meski menyebalkan namun pria yang berdiri di hadapannya ini adalah satu-satunya orang yang bisa Naomi mintai tolong. Tubuh Naomi sangat sakit, kini dia tidak lagi membutuhkan tempat tinggal saja, Naomi juga memutuhkan seseorang yang bisa merawatnya karena kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan.
Tidak mungkin juga Naomi pulang, ini hanya akan menambah beban ayahnya.
“Aku mohon, bantu aku sampai aku sembuh,” bisik Naomi penuh permohonan.
“Hubungi sekretarisku,” jawab Axel.
“Bantu sekarang!” tuntut Naomi keras kepala, Naomi tidak ingin melepaskan Axel karena siapa tahu jika sekretarisnya akan menolak panggilannya ketika di hubungi. Naomi tidak boleh tertipu untuk kedua kalinya.
“Tidak,” tegas Axel tidak dapat di ganggu gugat.
“Kau harus setuju membantuku atau aku akan mengambil bukti cctv di jalan dan melaporkanmu ke polisi!”
Axel membuang napasnya dengan gusar, pria itu tetap menggeleng enggan membantu Naomi. Axel tidak ingin terlibat apapun dengan wanita karena posisinya sendiri sedang mendapatkan banyak perhatian.
“Terserah kau saja, aku akan menyiapkan pengacara untuk menanggapi tuntutanmu,” jawab Axel tidak terpengaruh dengan apapun ancaman Naomi. Tanpa berkata apapun lagi, Axel segera beranjak dan berbalik pergi meninggalkan Naomi seorang diri.
Bibir Naomi gemetar dengan mata berkaca-kaca melihat Axel yang pergi meninggalkannya seorang diri di ranjang klinik dengan keadaan yang menyedihkan. Jangankan untuk bepergian, menggerakan kakinya saja rasanya sakit.
Pandangan Naomi mengedar melihat penjuru ruangan kecil klinik, gadis itu tersadar jika kini tidak ada satupun yang dia kenal, tidak tempat tujuan lain untuk dia bisa pergi, jika Naomi keluar dari klinik dia harus menggendong ransel dan menarik koper besarnya lagi dengan keadaan tubuhnya yang tidak memungkinkan.
Sungguh sial dan menyedihkan untuk Naomi, lebih menyedihkannya orang yang telah menabraknya tetap pergi dengan meninggalkan beberapa lembar uang, kartu dengan kartu nama.
Bagaimana Naomi menggunakannya jika untuk bergerak saja dia kesulitan?
“Hikss” Naomi mulai terisak menangis tidak dapat lagi menyembunyikan kesedihan dan rasa takutnya lagi.
***
Seorang pria muda berpakaian formal keluar dari sebuah gedung perusahaan, pemuda tampan itu melangkah dengan cepat pergi ke sebuah café yang terletak di sebrang kantornya tempatnya bekerja.
Jaden adalah nama pemuda itu, dia adalah seorang manajer di perusahaan teknologi.
Begitu Jaden masuk ke dalam café, pandangannya langsung tertuju pada Magnus yang sejak tadi duduk diam tengah menunggunya. Dengan sopannya Jaden membungkuk memberi hormat dan meminta maaf atas keterlambatannya hingga membuat Magnus menunggu lama.
Magnus tersenyum simpul, meminta Jaden duduk di hadapannya karena ada sesuatu yang ingin dia katakan. Pada akhirnya, Magnus membuka percakapan dengan menceritakan masalah kepergian Naomi dari rumah.
Magnus sengaja datang menemui Jaden karena pria itu selalu menjadi tempat pertama Naomi untuk di temui setiap kali mendapatkan masalah. Jaden adalah anak dari tukang kebun di rumah Magnus. Dulu, ketika Magnus dan Cassandra baru bercerai, Jaden menjadi teman Naomi di kala Naomi merasa sedih dan kesepian.
Ketika Naomi dan Jaden mulai tumbuh dewasa, Jaden memilih pergi keluar dari rumah Magnus karena Naomi mulai mencintai Jaden dan tidak lagi menganggapnya sebagai teman masa kecil.
Sampai saat ini Naomi dan Jaden masih berhubungan, namun kini hubungan dekat dan indah mereka sudah mulai berubah sejak Jaden memberitahu Naomi bahwa dia akan bertunangan dengan wanita lain.
Naomi menjaga jarak untuk meredakan kekecewaan dan patah hatinya karena di tinggal Jaden.
Sejak saat kabar itu, Naomi jarang menemui Jaden dan menghubunginya, beberapa kali Naomi menghindar setiap kali Jaden berkunjung ke rumah untuk menemui orang tuanya yang masih bekerja di bawah Magnus.
To Be Continued..
“Naomi tidak ada, kami terakhir kali berkomunikasi satu minggu lalu,” kata Jaden setelah mendengarkan semua cerita Magnus.“Kupikir dia datang padamu,” ungkap Magnus terlihat kecewa dan sedih.“Saya sungguh tidak tahu,” jawab Jaden terlihat bingung dan ikut dibuat khawatir.“Jaden, apa kau bisa membantuku mencari Naomi?” tanya Magnus terdengar putus asa. “Tidak perlu membawanya pulang, hanya perlu memastikan bahwa Naomi baik-baik saja.”Jaden terdiam dalam kebingungan, sulit untuk Jaden menolak permintaan Magnus apalagi Naomi juga sangat berarti untuknya. “Paman, saya sedang di promosikan menjadi direktur, untuk waktu dekat saya tidak bisa meminta cuti,” jawab Jaden dengan berat hati.Magnus menghela napasnya dengan kesulitan. “Baiklah, tidak apa-apa,” ujar Magnus dengan senyuman memaksakan.“Paman” Jaden mendorong segelas air agar Magnus bisa sedikit lebih tenang. Usai Magnus kembali terlihat tenang, Jadenpun kembali melanjutkan ucapannya. “Mengapa Naomi pergi dari rumah?”Magnus t
Butuh waktu lebih dari sepuluh menit Axel berkendara sampai akhirnya kini dia berada di depan klinik. Dengan terburu-buru Axel berlari keluar dari mobilnya dan segera memasuki klinik.Kedatangan Axel hanya di sambut seorang perawat, ranjang tempat dimana gadis itu terbaring kini sudah kosong, sang perawat memberitahukan jika gadis itu sudah pergi beberapa menit yang lalu.Terburu-buru Axel berlari keluar klinik, pandangan pria itu mengendar dan menatap tajam ke setiap penjuru arah sampai akhirnya kini pandangannya terpaku pada sosok gadis itu yang kini duduk di di bangku kayu tengah sibuk menangis seperti anak kucing yang tersesat dan tidak tahu kemana arah pulang.Gadis itu terlihat bersedih dan kebingungan dengan keadaannya sekarang, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Axel menarik napasnya dalam-dalam, pria itu terasadar, dia akan menjadi pria yang begitu jahat jika tidak kembali lagi untuk menemuinya di sini dan meninggal
Setengah jam mengemudi ke sana-kemari, pada akhirnya Axel membawa Naomi ke rumah pribadinya.Axel tidak memiliki banyak pilihan selain membawa Naomi ke rumahnya, ini adalah tempat teraman untuk Axel terhindar dari banyak masalah. Lagi pula, Axel tidak akan menampungnya lama-lama, setelah Sharen kembali, sekretarisnya akan mengurus Naomi.Di rumah ini, Axel memiliki keamana yang ketat, Naomi tidak bisa bertindak apapun, akan lebih bagus jika Naomi bertindak hal yang buruk dengan begitu Axel bisa balik melaporkan Naomi dan mengusir gadis itu langsung ke sel penjara.Kedatangan Naomi dan Axel di sambut oleh David, kepala pelayan. Pria paruh baya itu menyapa Axel namun tatapannya tertuju kepada Naomi yang menyusul keluar, sorot mata David terlihat tajam di balik kacamata yang dia kenakan, dengan cepat David melihat Axel kembali dan tersenyum formal. “Nyonya Teresia datang dan ingin berbicara dengan Anda,” kata David.“Antar gadis ini ke kamar tamu,” titah Axel menunjuk Naomi. Tanpa berka
David berlari tergesa keluar dari rumah begitu tidak menemukan keberadaan Teresia di dalam. Usai berkenalakan dengan Naomi dan memastikan wajahnya adalah orang yang sama dengan apa yang David pikirkan, kini David harus sesegera mungkin memberitahukan hal ini kepada Teresia.Kaki David melangkah lebar, dengan terkopoh-kopoh dia menuruni tangga, bibirnya yang terangkat hendak berteriak memanggil Teresia yang kini langsung terkatup rapat karena Teresia di antara oleh Axel.Axel tidak boleh mengetahui apa yang ingin David katakan kepadanya.Perlahan langkah David terhenti, pria paruh baya itu mengurungkan niatnya untuk memberitahukan apa yang terjadi. “Sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Aku harus menemui nyonya nanti malam,” pikir David dengan serius.Di kejauhan Axel melambaikan tangannya melihat kepergian mobil Teresia, pria itu segera membalikan badan dan melihat David yang masih berdiri di tempatnya, sibuk dengan pikirannya sendiri.“Kenapa diam saja di situ? Kau sudah melakukan t
Waktu makan malam telah tiba, Naomi dan Axel kembali bertemu, mereka duduk saling berjauhan terhalang oleh meja panjang yang di isi oleh beberapa jenis makanan.Ada senyuman lebar yang terlukis di bibir mungil gadis itu saat melihat makanan yang dihangkan, sangat kebetulan sekali karena kini perutnya melilit kelaparan. Karena kecelakaan yang terjadi, Naomi sempat mengalami keram, beruntung kini keadaannya berangsur membaik.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Axel berbasa-basi.Naomi langsung mengangkat satu tangannya yang masih bengkak dan terluka, gadis itu tersenyum lebar dengan mata berbinar. “Sakit, tapi tidak terlalu parah.”“Jika sudah sembuh, segeralah pergi keluar dari rumah ini,” ucap Axel dengan dingin.“Kau sangat menyebalkan,” rutuk Naomi mencebikan bibirnya, belum satu hari saja, bahkan baru beberapa jam dia berada di rumah Axel, dengan dinginnya pria itu mengusir Naomi.Axel bersedekap dengan angkuh. “Aku meminta identitasmu.”Naomi mengangguk setuju, dia tidak keberatan untuk
“Tidak seperti biasanya kau datang ke sini,” komentar Teresia yang kini duduk di hadapan David.David datang mendesak, usai jam kerjanya selesai dia langsung memutuskan pergi menemui Teresia meski kini sudah jam sepuluh malam. David tidak bisa membuang waktu.David menyeruput tehnya sambil memikirkan harus dari mana memulai cerita yang akan di sampaikan. David merongoh handponenya dan menulis pesan teks, lalu menunjukannya kepada Teresia.“Nyonya, ada hal penting yang harus saya beritahukan kepada Anda.” Teresia sudah bisa menebaknya, sangat jarang David menemuinya, sekali menemuinya, itu pasti penting. “Katakan saja,” jawab Teresia.David kembali mengetik cukup lama, lalu menunjukannya lagi di hadapan Teresia.“Tadi sore, tuan Axel membawa seorang gadis yang sangat mirip dengan gadis yang akan di jodohkan dengannya. Setelah saya memastikannya, ternyata gadis itu memang puteri Magnus. Namun sepertinya, mereka belum saling menyadari dan baru mengenal hari ini karena tuan Axel membawa
Naomi bergerak ke sana-kemari dalam kegelisahan, rasa sakit di kaki dan tangannya mulai terasa dan membuatnya tidak bisa tidur sama sekali. Rasa pegal dan ngilu membuat Naomi kembali terduduk dan memilih melepaskan perban yang membelit tangannya.“Sakit sekali,” ringis Naomi melihat tangannya yang masih bengkak dan di hiasi banyak lebam biru.Jika di lihat dari kondisi tangan dan kakinya seperti ini, Naomi benar-benar tidak tahu kapan akan bisa segera sembuh.Naomi harus berpikir keras selagi keadaan tangan dan kakinya masih sakit, Naomi tidak tahu akan berapa lama tinggal menumpang di rumah Axel. Bila menilik sifat Axel, pria itu terlihat sombong dan berhati dingin, Naomi takut Axel akan langsung mengusirnya bila melihat kedaan Naomi membaik.Naomi harus menyusun rencana dan bersiap diri melakukan apa yang harus dia lakukan bila nanti sudah keluar dari rumah ini.Suara ketukan di pintu terdengar membuat Naomi mengusap wajahnya beberapa kali karena sempat menangis. “Masuk!” titah Naom
“Kemarilah” suara Axel sedikit melembut. “Tidak perlu,” tolak Naomi sambil memukul permukaan ranjangnya lagi. “Aku tidak akan bicara kasar,” bujuk Axel melembut. Masih dengan memunggungi Axel, Naomi bergeser dan hanya memberikan tangannya yang bengkak itu untuk di obati. “Itu caramu berterima kasih pada orang yang akan menolongmu, Naomi?” Axel menyindir sikap Naomi. Akhirnya Naomi memutar tubuhnya dan kembali menghadap Axel yang kini membuka salep. Axel menangkap tangan Naomi yang kini menjulur, pria itu sempat diam terpaku dan menelan salivanya dengan kesulitan begitu merasakan sentuhan tangannya pada kulit Naomi untuk pertama kalinya. Tangan Naomi sangat kecil, begitu lembut dan terlihat rapuh. Axel merasa seperti tengah mengganggam kaki anak kucing. Ada sebuah getaran hebat yang membangunkan sesuatu di dalam perut Axel, butuh waktu beberapa detik untuk pria itu bisa kembali bersikap normal. Dengan hati-hati Axel mengusapkan salep pada punggung tangan Naomi. “Arght” ringis Nao