Share

BAB 7: Ditinggalkan

Wajah Axel mengeras menahan amarah, pria itu bersedekap menatap Naomi dengan penuh permusuhan, teriakan kencang Naomi berhasil membuat Axel mendapatkan tatapan penuh penghakiman dari orang-orang di sekitarnya.

“Apa sebenarnya maumu?” tanya Axel dengan geraman.

“Kau tidak lihat tangan dan kakiku?” Naomi menunjuk kakinya yang di gips dan tangannya yang terbungkus terlihat bengkak. “Aku baru datang ke kota ini seorang diri membawa ransel besar dan koper besar tanpa tujuan dan tanpa sanak keluarga. Setelah menabrakku, kau akan meninggalkanku begitu saja? Aku tidak bisa mengurus diriku sendiri, bahkan berjalanpun aku kesulitan. Setidaknya bertanggung jawablah” desak Naomi.

 “Hey bocah kecil, aku sudah bertanggung jawab membawamu ke klinik dan memberikanmu uang konpensasi, jika kau membutuhkan lebih dari ini kau tidak ada bedanya dengan memerasku,” ucap Axel dengan sengit.

“Tapi itu tidak cukup! Aku mengalami kerugian besar.”

Axel menyeringai jahat, pria itu tampak jengkel mendengar celotehan Naomi yang mengganggunya, dengan kesal Axel kembali mengambil dompetnya, tanpa ragu pria itu menarik sebuah kartu dan meletakannya di hadapan Naomi. “Pinnya hari kemerdekaan Neydish, kau bisa mendapatkan apartement yang kau inginkan dengan uang di dalamnya, ini kan maumu? Sekarang urusan kita sudah selesai.”

Naomi tercengang kaget melihat kartu yang di berikan pria asing itu kepadanya.

Namun, jika kondisi Naomi sekarang seperti ini? Bagaimana cara dia mengurus dirinya sendiri dan menjalani hari-harinya meski tidur di tempat yang enak?

Naomi tertunduk sedih, jari mungilnya meremas-remas permukaan selimut, “Tapi aku tidak bisa mengurus diriku sendiri. Tangan dan kakiku benar-benar sakit,” bisik Naomi memberitahu.

Axel mendengus kasar,  Axel tidak menyangka, setelah memberikan apa yang gadis itu inginkan, bagaimana bisa dia dengan tidak tahu malunya masih meminta lebih?

“Kau tidak malu masih mau memerasku?” desis Axel penuh peringatan.

Naomi kian tertunduk takut, dia tahu ini hal yang memalukan, meski menyebalkan namun pria yang berdiri di hadapannya ini adalah satu-satunya orang yang bisa Naomi mintai tolong. Tubuh Naomi sangat sakit, kini dia tidak lagi membutuhkan tempat tinggal saja, Naomi juga memutuhkan seseorang yang bisa merawatnya karena kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan.

Tidak mungkin juga Naomi pulang, ini hanya akan menambah beban ayahnya.

“Aku mohon, bantu aku sampai aku sembuh,” bisik Naomi penuh permohonan.

“Hubungi sekretarisku,” jawab Axel.

“Bantu sekarang!” tuntut Naomi keras kepala, Naomi tidak ingin melepaskan Axel karena siapa tahu jika sekretarisnya akan menolak panggilannya ketika di hubungi. Naomi tidak boleh tertipu untuk kedua kalinya.

“Tidak,” tegas Axel tidak dapat di ganggu gugat.

“Kau harus setuju membantuku atau aku akan mengambil bukti cctv di jalan dan melaporkanmu ke polisi!”

Axel membuang napasnya dengan gusar, pria itu tetap menggeleng enggan membantu Naomi. Axel tidak ingin terlibat apapun dengan wanita karena posisinya sendiri sedang mendapatkan banyak perhatian.

“Terserah kau saja, aku akan menyiapkan pengacara untuk menanggapi tuntutanmu,” jawab Axel tidak terpengaruh dengan apapun ancaman Naomi. Tanpa berkata apapun lagi, Axel segera beranjak dan berbalik pergi meninggalkan Naomi seorang diri.

Bibir Naomi gemetar dengan mata berkaca-kaca melihat Axel yang pergi meninggalkannya seorang diri di ranjang klinik dengan keadaan yang menyedihkan. Jangankan untuk bepergian, menggerakan kakinya saja rasanya sakit.

Pandangan Naomi mengedar melihat penjuru ruangan kecil klinik, gadis itu tersadar jika kini tidak ada satupun yang dia kenal, tidak tempat tujuan lain untuk dia bisa pergi, jika Naomi keluar dari klinik dia harus menggendong ransel dan menarik koper besarnya lagi dengan keadaan tubuhnya yang tidak memungkinkan.

Sungguh sial dan menyedihkan untuk Naomi, lebih menyedihkannya orang yang telah menabraknya tetap pergi dengan meninggalkan beberapa lembar uang, kartu dengan kartu nama.

Bagaimana Naomi menggunakannya jika untuk bergerak saja dia kesulitan?

“Hikss” Naomi mulai terisak menangis tidak dapat lagi menyembunyikan kesedihan dan rasa takutnya lagi.

***

Seorang pria muda berpakaian formal keluar dari sebuah gedung perusahaan, pemuda tampan itu melangkah dengan cepat pergi ke sebuah café yang terletak di sebrang kantornya tempatnya bekerja.

Jaden adalah nama pemuda itu, dia adalah seorang manajer di perusahaan teknologi.

Begitu  Jaden masuk ke dalam café, pandangannya langsung tertuju pada Magnus yang sejak tadi duduk diam tengah menunggunya. Dengan sopannya Jaden membungkuk memberi hormat dan meminta maaf atas keterlambatannya hingga membuat Magnus menunggu lama.

Magnus tersenyum simpul, meminta Jaden duduk di hadapannya karena ada sesuatu yang ingin dia katakan. Pada akhirnya, Magnus membuka percakapan dengan menceritakan masalah kepergian Naomi dari rumah.

Magnus sengaja datang menemui Jaden karena pria itu selalu menjadi tempat pertama Naomi untuk di temui setiap kali mendapatkan masalah.  Jaden adalah anak dari tukang kebun di rumah Magnus. Dulu, ketika Magnus dan Cassandra baru bercerai,  Jaden menjadi teman Naomi di kala Naomi merasa sedih dan kesepian.

Ketika Naomi dan Jaden mulai tumbuh dewasa, Jaden memilih pergi keluar dari rumah Magnus karena Naomi mulai mencintai Jaden dan tidak lagi menganggapnya sebagai teman masa kecil.

Sampai saat ini Naomi dan Jaden  masih berhubungan, namun kini hubungan dekat dan indah mereka sudah mulai berubah sejak Jaden memberitahu Naomi bahwa dia akan bertunangan dengan wanita lain.

Naomi menjaga jarak untuk meredakan kekecewaan dan patah hatinya karena di tinggal Jaden.

Sejak saat kabar itu, Naomi jarang menemui Jaden dan menghubunginya, beberapa kali Naomi menghindar setiap kali Jaden berkunjung ke rumah untuk menemui orang tuanya yang masih bekerja di bawah Magnus.

To Be Continued..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status