New York City • 12:00 PM
“Cheersss!!!”
Terdengar suara bariton dan bass bersahutan di bagian meja VIP sebuah kelab malam ternama pusat kota New York. Tempat itu bernama Chill Out— di mana semua orang dapat merilekskan diri untuk membebaskan diri setelah berjibaku dengan realita kehidupan yang memuakkan.
Termasuk para pria berpostur tegap yang saling bersulang. Dengan botol minuman yang mereka tinggikan ke atas, semuanya bersorak atas keberhasilan tugas yang telah mereka emban sebagai Marinir Angkatan Laut Amerika alias U.S Navy.
Walaupun perayaan itu sangat terlambat untuk mereka lakukan di awal, setidaknya semuanya dapat berkumpul kembali sekaligus merayakan malam terakhir mereka bersama - sama sebelum kebebasan itu hilang dan kesempatan bersenang-senang lenyap.
Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri sebenarnya bagi mereka dapat mempertahankan kehormatan bangsa, dengan cara terjun langsung ke arena perang. Bukan sekedar rasa cinta kepada negara, tetapi juga bentuk rasa nasionalisme dan patriotisme.
Namun, tak terasa sudah beberapa bulan mereka vakum sebagai anggota militer. Membuat mereka sedikit merindukan lautan tempat di mana mereka selama ini berjuang. Malam ini adalah yang terakhir kalinya para pria itu menikmati kebebasan di kota metropolitan. Sebelum esok pagi datang dan menerbangkan mereka kembali ke pangkalan militer angkatan laut di Hawaii.
Sedikit berpesta rasanya wajib untuk dilakukan, karena disaat seperti inilah mereka bisa bersenang-senang. Waktu mereka cukup terbatas untuk menikmati hidup yang sebenarnya.
“Banyak wanita cantik di sini., dan kau hanya diam? C'mon Daxie The Dalmore! Buktikan kau sama mematikannya seperti minuman yang kau tenggak.” Sikut seorang pria dengan botol whiskey di tangannya kepada pria tampan yang sedang menikmati sebotol Dalmore.
Pria yang dipanggil Daxie tadi menghentikan acara minumnya, sambil mendecakkan lidah. “Hey, Whiskey,” sebutnya, “jangan khawatirkan aku. Urus saja dirimu. Apa kau sudah menemukan gadis yang akan menghangatkan ranjangmu?” ejeknya sambil menenggak kembali minuman beralkohol itu dengan cara yang tidak elit.
Seketika rasa pahit dan panas menjalar melewati indera pengecap dan mengalir di tenggorokan yang kering.
“Di sana,” tunjuk si pria Whiskey — mengarah pada sekumpulan wanita yang tak jauh dari tempat mereka berada.
Di sudut ruangan yang remang seketika begitu bercahaya dengan adanya para gadis berkumpul dan bersorak merayakan sesuatu. Suara menggelitik dari tawa dan canda sekumpulan wanita cantik, dengan potongan dress yang sangat minim. Di sana seakan menjadi hiburan tersendiri bagi para pria yang haus belaian dan si Whiskey menunjuk wanita berpayudara besar.
“Shit!” umpat pria lainnya menyahut, yang adalah teman keduanya. Disambung dengan beberapa pasang mata dan mulut menganga para pemangsa wanita yang ikut menangkap objek bagus yang baru saja ditunjuk.
Para pria itu seketika kembali riuh. Dalam kasus wanita, mereka yang paling bersemangat. Apalagi sudah lama para kaum adam itu tidak bergaul dengan kaum hawa. Tentu tak sedetikpun momen berharga mereka lewatkan. Termasuk memandangi para wanita cantik sampai mata mereka lelah.
“Aku tak yakin kita ada di bumi. Jelas kita ada di surga sekarang.”
“Thank God. Kukira orientasiku akan berubah karena selalu melihat para pria mandi. Ternyata ketika melihat para malaikat itu kembali ... 'adikku' masih bisa terbangun dengan cepat. Really!”
“Oh, that's my girl! Aku suka yang berbodi cocktail. She's hot!”
Daxon menghiraukan komentar dari teman sejawatnya, si pria Dalmore itu hampir membatu di tempatnya. Bahkan botol minuman favorit yang ia pegang terlepas begitu saja di lantai. Untungnya tidak menimbulkan pecah. Lagipula isinya tentu sudah habis.
Namun, efek keterpanaan akan sosok wanita yang baru saja dilihatnya sangat luar biasa. Wanita itu terlihat paling menonjol diantara yang lain. Dengan wajah bulat selaras dengan mata indah bermanik biru laut dan senyum dari bibir seksi berwarna merah serta mini dress hitam yang dikenakannya sangat kontras dengan kulitnya yang putih.
Dari sekian banyak wanita di tempat itu, bisa ia nobatkan; jika wanita dengan bentuk tubuh sempurna itu adalah pemilik bibir terseksi di dunia, bahkan akhirat mungkin. Ditambah dengan yang jernih dan tenang, tetapi begitu memikat hingga mampu menghanyutkan bahkan menenggelamkannya. Very dangerous!
Sungguh sangat mengguncang hati, jiwa dan pikirannya. Bagaimana bisa? Bahkan matanya selalu mencuri pandang pada sosok yang tampak menggoda itu. Layaknya seekor singa betina yang menjadi primadona di kumpulannya. Wanita itu menyadari kehadiran si singa jantan yang terlihat paling dominan tengah memerhatikan dirinya juga. Lantas membuat si primadona itu membalas sinyal padanya, melalui kerlingan mata yang memiliki bulu lentik di kelopaknya seolah melambai lembut.
Shit!
“Really, Dax. Air liurmu menetes jika kau sadar, bung! Kau tampak ingin menerkam si bibir seksi itu,” goda temannya bernama Diego yang sepertinya sedari tadi mengamati tingkah laku Daxon.
Tentu kelima pria di dekat Daxon bersorak padanya. Mengejeknya bahkan menggodanya untuk segera membawa salah satu malaikat di seberang sana dan menghabiskan malam bersama.
“Come on, Dax. Faster! Sebelum ada serigala lain yang menerkamnya.”
Daxon awalnya tidak yakin untuk maju terlebih dahulu. Biasanya para wanita yang menghampirinya, akan tetapi apakah ia mampu menolak feromon dari si bibir seksi itu? Dan memberi kesempatan pada serigala lainnya?
Jawabannya adalah TIDAK!
Daxon tak akan menyia-nyiakan kesempatannya kali ini. Terlebih untuk si blue ocean yang sudah memberinya kesan love at first sight. Terdengar tak masuk akal, tetapi si gila cupid bukan hanya menembaknya dengan panah cinta, melainkan racun mematikan bernama …, hasrat.
“Don't flirt with me, sweety …, you may fall in love if i flirt back,” guman Daxon menyeringai. Sambil menatap lekat si wanita incarannya yang sedang tertawa dan juga curi-curi pandang padanya.
Sampai akhirnya Daxon memutuskan untuk segera bergerak. Rupanya ia sudah tak sabar untuk mengenal si primadona itu. Jujur saja, Daxon juga menginginkan wanita itu untuk menemaninya malam ini.
Apakah ia akan berhasil?
“So, let's get to know each other, Baby,” tekad Daxon, beranjak dari tempatnya ke kumpulan para malaikat.
**
Extra part Kehebohan di kediaman D'Ryan di Hawaii membuat suasana tengah malam sangat berisik. Suara gaduh langkah kaki Daxon terdengar seolah sedang terjadi perang dunia kedua. Bagaimana tidak? Daxon seketika terkena serangan panik saat dikabari mertuanya -Elizabeth- untuk segera pulang dari pangkalan agar membawa istrinya ke rumah sakit. Kehamilan Lexy yang sudah genap akan usia kandungan untuknya melahirkan, membuat si ibu mengalami kontraksi cukup kuat saat ini. Tentunya Dereck juga mengalami serangan panik yang sama dengan Daxon. Memaksa untuk ikut dalam perjalanan menuju rumah sakit membuat Daxon menyetir seperti orang gila di tengah gelapnya jalan yang sepi. "Dalmore cepat sedikit! Aku tak mau melahirkan di dalam mobil!" erang Lexy di tengah rintihan rasa mulas di perutnya sambil memegangi perut itu
Setelah mendapat pujian dari Dereck di depan seluruh timnya. Daxon juga mendapatkan sebuah peringatan mengerikan dari si penguasa lautan Hawaii tersebut. Masih terbayang dalam benaknya saat ini. Dereck yang secara tiba-tiba memberikan pelukan dan tepukan kuat di punggungnya itu, membisikkan sebuah peringatan keras. Bukan sebuah nada perintah. Melainkan ancaman dari seorang ayah yang memintanya untuk melakukan tanggung jawab serius pada putri kecilnya yang ternoda, akibat kelancangan Daxon yang berani menghamili sang putri. “Kuakui kau telah sukses dalam karir marinir, tetapi restuku ... masih belum kau dapatkan!” Seiring dengan pelukan Dereck yang terlepas, seketika itu juga Daxon membeku di tempatnya. Sementara Dereck kembali memasang wajah biasa, terlebih saat seorang bawahan mereka memint
_The end_Setelah kepergian Hakuri, Raven kembali mengulang kegiatan melepas borgolnya. Beruntung dirinya sempat menyembunyikan kuncinya tepat sebelum komplotan Hakuri tiba di ruangan tersebut. Kini dengan tergesa Raven mengintai dari celah yang ada di pintu, ia memicingkan matanya untuk melihat dengan jelas keadaan di luar. Keadaan langit kembali menggelap dan tak terlihat ada penjaga di manapun.“Great! Ini kesempatanku, ” ujar Raven.Raven menatap ke sekeliling ruangan yang minim penerangan. Ia mencari benda yang bisa mendongkrak pintu yang terkunci dari luar. Beberapa perkakas ditemukan dalam tumpukan benda tak berguna lainnya. Ia menemukan linggis panjang lalu tersenyum dengan wajah penuh harap.
Part 30.2 - Raven is savedMiami, Florida.Raven menggeram kesal untuk kesekian kalinya. Entah sudah berapa lama dirinya di sekap dan selalu disuntikkan obat tidur saat ia memberontak ingin melepaskan diri dari sana.Bangunan gudang yang dikelilingi tumpukan badan truk pengiriman barang itu, tampak asing bagi Raven yang sudah lama berada di perairan Hawaii. Dia tak bisa mendeskripsikan di mana dirinya saat ini, karena hanya itu yang sempat dilihat Raven saat sekali percobaannya melarikan diri berujung kesia-siaan. Kini bukan hanya tangannya yang diborgol dengan rantai, kakinya juga mengalami nasib sama.Namun, para mafia itu tak tahu jika Raven adalah kapten yang begitu akrab dengan rantai kapal. Walau menggunakan benda tersebut, dirinya memiliki banyak cara untuk lepas dari jeratan rantai, a
"Daxon, tolong aku …" Raven merangkak tak berdaya sambil memegang kaki adiknya. Pria gagah itu berlumur darah hingga pada bagian wajahnya. "Aku tertembak." DORRR! __ Daxon terbangun dari tidurnya ia memegangi dadanya dan meraba seluruh tubuh sambil mengecek kondisinya saat ini. Dengan napas terengah dan butiran bening yang mengucur di pelipisnya, Daxon menatap sekitar. Seluruh pasukan tengah bersiap untuk ke luar dari pesawat. Dengan nyawa yang masih setengah sadar, ia memutar memorinya pada bayangan yang baru saja terjadi dan terasa sangat panjang itu. Apa aku hanya bermimpi? “Hei, Kap. sudah bangun dari mimpimu?” sapa Diego. Menepuk punggung kaptennya yang masih terlihat bingung. “Kau terlihat gusar dan tersenyum di dalam tidurmu, apa kau bermimpi buruk lalu berakhir bahagia?” Kali ini Walter menyahut dengan sedikit ejekan, sambil menurunkan peralatannya. Daxon yang masih merasa aneh, tak
Tibalah waktu yang ditunggu. Waktu dimana dua hati akan saling menyatu di hadapan Tuhan. Tepat disaat senja, ketika matahari menenggelamkan dirinya di ufuk barat. Bersamaan dengan bayang bulan sebagai saksi, dan lautan luas ikut melingkupi— sebagai pertanda jika cinta keduanya tak terselam sedalam samudera, serta langit jingga adalah simbol dari kasih tiada tara karena mencakup semesta.Sungguh suatu momen yang akan selalu dikenang keduanya di hari tua kelak. Dimana mereka berharap sampai akhir hayat nanti keduanya akan terus berdampingan, karena mereka percaya; apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan, maka tak boleh dirusak oleh manusia, kecuali maut yang memisahkan dan campur tangan Yang Maha Esa tentunya.Apalagi pernikahan dua insan ini diadakan di sebuah kapal khusus angkatan militer laut. Di dekorasi sedemikian rupa hingga tampak ada perayaan suka cita di atasnya. Terutama di bagian dek paling atas kapal. Sebuah altar di ujung menghadap lautan luas sudah dib