"Terimakasih banyak telah menolong kami dari lelaki brengs*k itu!"Gemetar suara Dewi terdengar, dia cukup gerogi berbicara dengan Alex kali ini."Cuma lelaki pengecut yang beraninya sama perempuan. Sudah sepantasnya saya menghajar lelaki biad*b seperti dia." balas Alex. Ucapanya terasa seperti menampar dirinya sendiri, dia ingat betul apa yang telah di lakukannya pada tiga mantan istri di masalalunya. Memukul dan menyakiti istri-istrinya hampir tiap hari ia lakukan."Anda keren sekali, tadi. Sebagai ucapan terimakasih, kami akan mengundang anda makan malam di kafe milik kami malam ini. Gimana, apa anda tidak keberatan?" tanya Alena pada Alex. Dia sengaja mengundang Alex karena ingin mendekatkan lelaki itu dengan Dewi."Tentu saja saya sama sekali tidak merasa keberatan." senyum Alex mengembang. Dia sangat bahagia mendapat kesempatan seperti ini."Kami tunggu di kafe kami, jam tujuh malam." Alena kemudian memberikan kartu nama kafe miliknya."Saya akan datang tepat waktu." Alex terus
"Kamu pucet banget, Mbak? Sakitkah?" Bunga memegang kening Alena dengan punggung tangannya. Dewi tak jadi menyendok nasi karena ikut khawatir dengan keadaan Alena."Aku enggak sakit, cuma kurang tidur saja semalam" jawab Alena sembari menguap."Ini pasti ulahmu kan Harry sampai Alena terlihat cape begini?" ceplos Dewi sembari melirik sinis ke arah Harry.Harry tertawa kecil sambil mengangguk."Jangan boros-boros tenaga, Har. Usiamu masih sangat muda. Takutnya saat umurmu 50+ kamu sudah enggak bisa ngapa-ngapain." ceplos Bunga sambil mengunyah makanan di mulutnya."Iya-iya, lain kali aku akan lebih hemat tenaga lagi." jawab santai Harry.Dewi terheran-heran dengan jawaban bijak Harry, "Kamu lapang dada sekali menanggapi nasehat Bunga. Nggak lagi kesambet kan?""Nggaklah, Wi. Aku enggak mau saja buat hancur nafsu makan kalian hari ini." jawab Harry santai."Dia kalau kenyang memang gitu, Mbak. Nyengir terus dan enggak marah-marah." sindir Bunga. Alena hanya menyimak obrolan mereka denga
"Aku harus pergi ke rumah sakit. Rani kecelakaan." ucap Harry setelah mematikan panggilan telepon."Tapi di luar masih hujan Har, tunggu reda dulu." Alena mencoba mengingatkan."Aku harus tetap ke sana Len, dia kritis."Alena tak berani mencegah Harry lagi, dia tak tega melihat kehawatiran di wajah suaminya."Ya sudah, pergilah. Nanti biar aku naik taksi saja pulangnya.""Aku anterin kamu dulu baru aku akan pergi ke sana." Harry tak membiarkan istrinya pulang sendirian apalagi hujan masih cukup lebat."Pergilah Har, Alena biar aku yang anterin." sahut Sinta. Harry terlihat tak setuju dengan tawaran Sinta, dia belum percaya seratus persen kalau Sinta sudah berubah."Aku enggak mau merepotkanmu, Sin. Lagian aku lebih tenang jika mengantar Alena sendiri ke rumah. Keselamatannya lebih utama di banding apapaun.""Jangan lebay Har, aku bukan anak kecil, jadi bersikaplah sewajarnya. Enggak usah terlalu menghawatirkanku, aku enggak apa-apa pulang di antar Sinta. Rani sangat membutuhkanmu seka
Selepas kepergian Alena, Bunga mendengar suara barang-barang berjatuhan di dapur. Chika pergi kuliah, pembantu dan satpam di rumah itu belum juga kembali bercuti karena sedang pulang kampung. Dengan langkah gemetar Bunga pelan-pelan menuju ke dapur untuk memastikan siapa yang menjatuhkan semua barang di sana.Bunga terkejut melihat keadaan dapur yang sangat berantakan, jendela di rumah itupun sudah di rusak seseorang."Ferry?"Bunga melangkah mundur saat di depannya tiba-tiba muncul sosok pacarnya."Enggak ada yang bisa nolongin kamu lagi, Bunga. Berikan aku uang sekarang atau kamu akan menyesal."Wajah Bunga pucat, dia terus melangkah mundur, sedangkan mantan pacarnya terus berjalan ke arahnya dengan seringai yang sangat mengerikan."Pergi atau aku akan berteriak!" ancam Bunga, tapi itu tidak mempan untuk membuat takut Ferry.Bunga berbalik badan kemudian berlari ke ruang tamu, dia ingin melarikan diri. Sayangnya gerakan Ferry sangat cepat, ia berhasil menangkap Bunga dan menghempask
Pov AuthorTiga bulan setelah kejadian buruk yang menimpa Bunga, Alena mendapat kabar dari Dewi dan Bunga bahwa mereka ingin mengakhiri kerjasama. Dewi mengusulkan untuk menjual kafe yang mereka bangun bersama-sama."Aku heran, kenapa bisa Dewi dan Bunga tiba-tiba sebenci ini padaku." curhat Alena pada suaminya."Mereka itu songong, mentang-mentang lagi deket sama lelaki tampan jadi seenaknya sama kamu. Sudah enggak usah di pikirin, kalau mereka butuh, kapan-kapan juga mereka akan datang lagi meminta bantuanmu.""Rasanya berat sekali melepaskan kafe, banyak sekali kenanganku bersama Dewi dan Bunga di sana."Harry menatap istrinya yang berbaring di sebelahnya, "Kamu ingin mempertahankan kafe itu?"Alena mengangguk, "Iya, tapi itu mustahil. Aku tidak punya uang sebanyak itu untuk mengganti uang Dewi dan Bunga.""Lalu pakailah uangku. Uangku juga uangmu bukan?""Tapi Harry, aku enggak mau merepotkanmu karena masalah ini. Uang bulanan darimu sudah lebih dari cukup buatku.""Merepotkanku?"
"Sayang, kamu ada di dalam sama siapa?"Alex dan Bunga terkejut, itu suara Dewi. Mereka berduapun sangat panik. Alex mencoba menyembunyikan Bunga dalam lemari besarnya.Kamu ngumpet di sini dulu." ucap Alex, setelah itu dia mengunci lemari bajunya dan melatakan kunci dalam saku celananya."Lex, buka pintunya. Kamu enggak lagi nyembunyiin sesuatu dariku kan?" Dewi menggedor pintu dengan keras karena marah. Cepat-cepat Alex membuka pintu sebelum Dewi merusak pintu kamarnya."Dateng kok enggak bilang-bilang sih, sayang." ucap Alex setelah membuka pintu."Kenapa harus bilang dulu, suka-suka akulah mau datang kapan saja. Aneh!""Maksudku--""Maksudmu apa? takut ketahuan kalau kamu bawa cewek lain ke rumah ini?" potong Dewi."Cewek apa? jangan asal tuduh!" sangkal Alex."Tadi aku denger ada suara cewek di kamar ini. Kamu pasti ngumpetin dia sekarang kan?"Alex mencoba kembali menyangkal, "Tadi aku lagi teleponan sama adikku, jangan salah paham!""Sejak kapan kamu punya adik? kamu pernah bil
Pov Author"Apa Alex sudah menyadari kalau aku sudah mengetahui identitas aslinya sekarang?" lirih Dewi sembari fokus menyetir, di liriknya spion mobilnya. Dia melihat orang-orang itu ternyata mengikuti. Dia panik dan terus melajukan mobil."Semoga aku bisa lari dari kejaran orang-orang Alex!" ucap Dewi sambil menambah laju mobilnya.Mobil Dewi terus melaju cepat, bagitupun mobil orang-orang suruhan Alex."Aku harus berhenti di suatu tempat yang aman sebelum tertangkap. Tapi dimana?" Dewi terus mencoba berpikir, dia tak mau tertangkap orang-orang jahat itu."Kantor polisi? Bagus!" Tak jauh dari tempat Dewi, terlihat kantor polisi. Saat Dewi hampir sampai, tiba-tiba sebuah truck dari arah berlawanan tiba-tiba menabrak mobilnya. Benturan dua kendaraan tersebut cukup keras membuat mobil Dewi terbalik. Beberapa warga yang melihat kecelakaan itu, berbondong-bondong mengeluarkan Dewi dari dalam mobil sebelum mobil yang di tumpanginya terbakar.Dengan susah payah warga berhasil mengeluarkan
"Bisa kamu jelasin tentang foto ini sebelum kami meninggalkan rumah ini?" tanya Alena dengan ketus.Harry membuka sebuah amplop berisi fotonya yang sedang di peluk oleh Alea. Dia bingung harus menjelaskan apa. Kalau sampai dia tahu Yudi berulah lagi, dia takut Alena makin panik. Tapi jika dia tak jujur, rumahtangganya bersama Alena akan berakhir karena kesalahpahaman ini."Darimana kamu dapatkan foto-foto ini?" ucap Harry sembari memijit pilipisnya. Dia lelah dan sedang banyak pikiran, lalu kepulangannya disambut dengan sebuah masalah lagi."Kau tak perlu tahu darimana foto-foto ini. Sekarang aku beri waktu sebentar untukmu menjelaskan semua ini."Harry menghela nafasnya, "Hubungan kita sudah berjalan cukup lama dan kau masih belum cukup mengenalku. Kau bertanya penjelasanku karena kau tak mempercayaiku, kan?" Alena membuang muka, "Semua orang bisa berubah, termasuk kamu. Tidak selamanya orang mampu bertahan pada kesetiaannya.""Aku kecewa dengan ucapanmu, Len. Sangat kecewa!""Jadi