Share

Soul the Assistant
Soul the Assistant
Penulis: Affad DaffaMage

1. The Lab

Siang itu, matahari terik menembus kulit sawo matang serta rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai milik perempuan dengan tinggi 150 cm itu. Rencananya untuk tidur siang hari itu harus dia tunda karena adanya pertemuan teknis terkait lab program. Sebagaimana yang pernah dia dengar dari teman-teman satu fakultasnya, lab ini termasuk lab paling susah karena silabusnya seperti membuka jurang kehancuran. Jangan terkejut jika lab ini akan dihadapi sampai tiga kali selama kuliah, karena standar kelulusannya yang seperti langit dibandingkan lab yang lain di fakultasnya, fakultas elektro dan informatika.

Tentu saja, itu membuatnya ragu untuk menjalani lab ini. Sebagai seorang mahasiswa salah jurusan, dia tentu ingin segera mengambil SBMPTN dan hengkang dari jurusan yang membuat pengalaman kuliahnya seperti neraka. Seluruh pendidikannya selama SMA tidak berarti apa-apa saat dia melangkahkan kaki ke tempat ini. Bahkan, otaknya yang tergolong encer dibandingkan teman-temannya saat SMA terasa kosong setelah menginjakkan kaki ke tempat ini.

Nuriya!” Perempuan itu menolehkan kepalanya ke sumber suara. Seorang perempuan dengan jilbab putih dengan tinggi 10 cm lebih tinggi daripada perempuan yang dipanggil Nuriya tampak menyusulnya.

Alisa!” sapa Nuriya. Perempuan yang dipanggil Alisa mensejajarkan posisinya dengan Nuriya.

Kamu siap buat praktikum?” tanya Alisa. Nuriya menggelengkan kepalanya. Alisa menghela nafas berat.

Aku juga,” komentar Alisa melihat respons dari Nuriya. Rumor tentang lab program sudah terlalu cepat menyebar di kalangan mahasiswa baru, dan yang paling membuat mereka tidak yakin akan kuat menjalaninya adalah rumor tentang salah satu asisten labnya. Asisten lab paling keras, tidak mengenal salah ketik atau salah tulis, dan nggak akan ragu-ragu memberikan tugas yang diluar ekspektasi seorang mahasiswa baru. Masalahnya, mereka tidak tahu orangnya yang mana dan asisten lab hampir tidak pernah memperkenalkan diri dengan nama asli mereka.

Mereka berjalan hingga akhirnya mereka berada di depan ruangan besar semacam aula. Dua sekawan itu segera memasuki ruangan itu dan di sana sudah ada lumayan banyak mahasiswa baru, dan juga beberapa mahasiswa lama, yang berada di ruangan itu. Dua belas orang laki-laki dan empat perempuan juga tampak sibuk di depan panggung mempersiapkan perlengkapan untuk pertemuan teknis ini. Pakaian lab mereka yang berwarna biru dongker dengan tulisan X106 – Programming Lab menunjukkan identitas mereka.

Nuriya menatap ke jam tangannya. Jam 01:24 terpampang jelas di jam tangannya. Masih ada 6 menit sebelum pertemuan teknis dimulai. Satu-satunya kebaikan lab ini adalah kita bisa telat dan masih bisa absen saat pertemuan teknis. Namun, kita tidak bisa melakukannya saat praktikum. Telat semenit dan katakan saja ‘selamat bertemu semester depan’.

Nuriya mengambil posisi duduk di baris terdepan di ruangan itu dan mempersiapkan alat tulis serta catatannya. Dia tidak ingin melewatkan informasi-informasi penting yang mungkin saja menyelamatkannya dari mengulang lab yang konon katanya terkutuk ini. Disampingnya, Alisa meletakkan badannya dan seperti Nuriya, dia mempersiapkan alat tulis dan catatannya.

6 menit berlalu dan ruangan itu ditutup oleh salah satu asisten yang keluar untuk menghindari suara melemparkan diri keluar ruangan. Seorang laki-laki naik ke atas panggung dan dia membuka pertemuan siang itu.

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh!”

Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh!” jawaban massal dari ruangan itu menggema keras.

Selamat siang!”

Siang!” dan Nuriya merasa telinganya akan terluka dengan jawaban keras itu.

Baiklah. Siang ini saya akan memberikan peraturan teknis tentang Praktikum Pemrograman Dasar. Mas Shadow, tolong PPT nya,” ucap laki-laki yang memimpin pertemuan itu. Seorang laki-laki dengan kulit yang agak gelap mulai menekan PPT nya dan selama 30 menit, mereka mendengarkan semua peraturan terkait praktikum yang akan mereka ambil mulai minggu selanjutnya. Semuanya standar seperti bagaimana sebuah praktikum seharusnya. Hanya toleransi telat ditiadakan. Laporan pre-lab lumayan banyak dibanding lab-lab semester atas. Asistensi kontak maksimal H+3. Asistensi maksimal H-1 praktikum selanjutnya. Tim bisa dilihat di mading X-106. Ada beberapa pertanyaan kecil terkait laporan, tetapi tidak ada yang bertanya terkait nama. Konon, menanyakan nama mereka adalah hal sia-sia. Kita harus kenal mereka di luar dari interaksi lab, sepertinya.

Apakah ada pertanyaan lagi?” tanya laki-laki itu. Namanya saja tidak tahu dari awal hingga akhir. Tempat itu hening selama sekitar 5 menit sebelum laki-laki itu memutuskan tidak ada pertanyaan dan mencukupkan pertemuan siang itu.

Nuriya, Alisa dan ratusan mahasiswa lainnya keluar dari ruangan itu. Tempat yang mereka tuju pertama kali adalah tempat dimana daftar nama mahasiswa dan timnya ditempelkan, mading X-106.

Setibanya di tempat itu, mereka berdempetan dengan mahasiswa lain untuk dapat melihat tim mereka. Ada yang mengambil foto daftar itu untuk dimasukkan ke grup angkatan, tapi mereka tetap saja penasaran. Setelah sekitar 15 menit berdempetan, kerumunan itu akhirnya bubar dan mereka dapat mendekati daftar itu dan mencari nama mereka.

Soul_M_Vermillion

Nuriya Alyadiva (1)

Alisa Amelia (1)

Ryanho Aristo (1)

Phaelus Harst (1)

Muhammad Aybe (1)

Ilham Muhammad (3)

Nirmala Putri (3)

Lesmana Tri Ayu (5)

Reza Kabir (5)

Itu yang mereka temukan. Tidak seperti lab lain, lab ini menuliskan nama setiap anggota dan semesternya. Tidak diketahui alasannya mengapa. Oh, dan nama paling atas itu adalah nama asistennya. Sepertinya mereka sedikit beruntung dengan keberadaan Aybe dan Phaelus, duo jenius angkatan mereka.

Sial, dapat Mas itu. Bisa ngulang lagi,” keluhan seorang laki-laki menembus telinga mereka. Mereka menoleh ke belakang mereka, yang merupakan arah sumber suara, dan menemukan seorang laki-laki dengan tinggi sekitar 180 cm, yang memiliki penampilan garang dan juga pakaian jaket BEM yang dia kenakan.

Ah, Mas Reza,” ucap Alisa saat dia menyadari kehadiran seniornya, lalu Nuriya dan Alisa membungkuk sopan. Laki-laki yang memiliki nama Reza itu tidak terlalu mengacuhkan mereka dan segera mengambil foto di papan. Tanpa mempedulikan keberadaan dua juniornya, laki-laki itu segera hengkang dari tempat itu. Keduanya tidak berani bersuara, karena laki-laki itu cukup galak saat mereka ospek diawal semester dulu. Sebelum mereka beranjak menjauh setelah kakak tingkat mereka hengkang, seorang perempuan berpakaian syar’i dengan tinggi sepantaran dengan Alisa mendekati papan itu.

Dik, kalian dapat siapa asistennya?” tanya perempuan itu. Sepertinya pakaian hitam putih yang mereka kenakan, yang merupakan wajib maba, membuat perempuan itu mudah menyimpulkan mereka sebagai junior. Mereka membungkuk sebelum menjawab.

Soul M Vermillion Mba,” ucap Alisa mewakili Nuriya yang enggan berbicara. Perempuan itu tampak terkejut. Dia lalu menatap sekilas ke daftar pengumuman lalu ke arah mereka.

Wah, kebetulan banget! Nyari angkatan kalian yang dapat Mas itu aku... Oh ya, jangan membungkuk sama aku, kita ga jauh-jauh beda kok. Aku juga sama Mas Soul,” ucap perempuan itu girang, “ah iya, perkenalkan namaku Nirmala Putri. Panggilannya Putri. Aku mahasiswa semester 3,” lanjutnya memperkenalkan diri dengan kegirangan yang mereda.

Saya Alisa Amelia Mba, ini Nuriya Alyadiva,” ucap Alisa memperkenalkan keduanya. Putri tersenyum, lalu dia mengeluarkan smartphone miliknya.

Bisa minta kontak kalian? Sama teman-teman kalian yang ikut Mas Soul juga,” tanya Putri dan Alisa mengangguk. Dia memberikan kontaknya dan kontak Nuriya serta kontak Ryanho, Phaelus dan Aybe yang dia simpan dari grup angkatan kepada Putri.

Nanti kakak buatin grupnya. Ini belum ketemu Mas Reza sama-” ucapan itu terpotong oleh kehadiran seorang perempuan yang tingginya mendekati 180 cm. Dia memakai gamis panjang berwarna hijau dengan jilbab berwarna senada.

Mba Lesmana!” teriak Putri melihat kehadiran perempuan itu. Perempuan yang dipanggil Lesmana berpelukan dengan Putri sebentar sebelum melepaskannya.

Mba, bisa minta kontak Mas Reza buat lab?” tanya Putri langsung ke poin. Lesmana tersenyum lalu menyerahkan kontak laki-laki itu. Setelah bertukar kontak, Lesmana menatap ke dua juniornya yang membungkuk sesopan mungkin.

Nggak perlu segitunya kok Dik,” ucap Lesmana lembut kepada mereka. Dua juniornya mengangguk sesopan mungkin.

Mereka sudah diundang?” tanya Lesmana kepada Putri. Putri menganggukkan kepalanya.

Sudah Mba. Tapi apa ya, kalau sama Mas ini lagi rasanya pengen drop praktikumnya aja,” keluh Putri. Nuriya mengangkat sebelah alisnya, kenapa semua seniornya seperti enggan berurusan dengan asisten satu ini. Setidaknya dia tahu asisten-asisten yang ada di ruangan tadi, meski tidak menyebut nama mereka, sangatlah baik dan enak diajak bertanya dan tidak terlalu keras.

Berprasangka baiklah kepada Allah SWT Dik. Kekuatan-Nya lah tempat kita bergantung,” jawab Lesmana. Alisa dan Nuriya menyimpulkan kalau Lesmana, atau mereka menyebutnya Mba Lesmana, adalah anak rohis.

Masnya sudah balik dari luar negeri Mba? Kata Mas Akbar terakhir masih keluar negeri,” tanya Putri lagi. Lesmana menggelengkan kepalanya.

Masnya belum balik yang ku tahu Dik. Sepengetahuanku dia justru sedang studi di sana. Makanya aku juga sedikit bingung karena namanya ada di sini,” jawab Lesmana. Putri menghembuskan nafas.

Semoga ganti yang lain, kalau bisa Mas Pika Pika aja,” ucap Putri lagi, “enak kalau Mas Pika soalnya,” lanjutnya. Lesmana hanya tersenyum.

Kami permisi dulu kak,” ucap Alisa mewakili Nuriya dan dirinya sendiri. Putri dan Lesmana mengangguk.

Hati-hati Dik, Assalamu’alaikum,” balas mereka.

Wa’alaikumussalam kak,” jawab Alisa dan Nuriya, kompak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status