Praktikum ke-4 akan dimulai minggu depan. Aku mencatat hal itu di buku catatanku. Tidak terasa aku mencapai minggu ke-10 kuliah.
“Nuriya, waktunya tidur,” ucap ibuku dengan lembut dari depan pintu.
“Siap bu.”
Aku menutup buku catatan itu, lalu pergi tidur.
Pagi hari itu, angkatanku dipanggil oleh senior-senior kami. Biasanya, aku tidak pernah peduli dengan kegiatan-kegiatan konyol dari para senior seperti ini, namun kali ini mereka mendesak dengan berbagai ancaman omong kosong yang membuat teman-temanku yang rajin panik luar biasa. Dengan b
“Soul masuk rumah sakit?” tanya Abraham kepadaku. Aku hanya menganggukkan kepala. Malam di Enschede memang berbeda dengan malam di Indonesia. Salju berhamburan di seluruh kota ini. Kota yang berada dekat perbatasan dengan Jerman ini.“Kamu sudah mengerjakan tugas?” tanyanya lagi. Aku menganggukkan kepala.“Boleh pinjam? Aku mau cek aja,” tanyanya lagi. Aku serahkan satu kertas hasil pekerjaanku.“Terima kasih. Oh ya, mending kamu tidur aja. Ini dingin banget cuacanya,” komentar Abraham. Aku tetap memandang salju yang berjatuhan.“Tidak apa,&rdquo
Desa tempat kami berada dapat dibilang lumayan besar. 412 Kepala Keluarga. Penduduknya 2.029 orang seluruhnya. Anak-anaknya 1.035, itu dari usia 6-18 tahun. Tugas kelompokku, dan beberapa lainnya, adalah mengedukasi 5 anak setiap kelompok. Untuk yang diajarkan, kami diharapkan bisa mengajarkan keilmuan yang mereka ingin pelajari serta memberikan motivasi kepada anak-anak tersebut.Pagi itu, setelah makan pagi, kami pergi ke balai desa untuk mengajar anak-anak. Ada juga yang mengajar ibu-ibu, ada yang membantu bapak-bapak membersihkan desa dan seterusnya.Aku dan kelompokku bertemu dengan lima anak yang akan kami berikan ilmu. Tiga orang laki-laki, dan dua orang perempuan. Dari penampilannya, mereka sepertinya sekitar 11 hingga 13 tahun. Mereka tampak senang
Kami semua kembali kala minggu pagi tiba. Upacara penutupan tidak memiliki banyak kesan. Semua sudah berlalu.Hanya saja. Rasa ini terus membuncah, dan aku memutuskan untuk tidak mempedulikannya. Biarkan saja dia tenggelam dari hatiku, tidak pernah ada di sana.Dan tepat saat baru saja kami tiba di kampus, untuk pertama kalinya, aku melihat Mas Arrow yang langsung berlari seperti kesetanan. Dia segera mengambil motornya, dan aku lihat dia seg
Siang itu, matahari terik menembus kulit sawo matang serta rambut hitam panjang yang dibiarkan tergerai milik perempuan dengan tinggi 150 cm itu. Rencananya untuk tidur siang hari itu harus dia tunda karena adanya pertemuan teknis terkait lab program. Sebagaimana yang pernah dia dengar dari teman-teman satu fakultasnya, lab ini termasuk lab paling susah karena silabusnya seperti membuka jurang kehancuran. Jangan terkejut jika lab ini akan dihadapi sampai tiga kali selama kuliah, karena standar kelulusannya yang seperti langit dibandingkan lab yang lain di fakultasnya, fakultas elektro dan informatika.Tentu saja, itu membuatnya ragu untuk menjalani lab ini. Sebagai seorang mahasiswa salah jurusan, dia tentu ingin segera mengambil SBMPTN dan hengkang dari jurusan yang membuat pengalaman kuliahn
(Putri menambahkan Alisa, Nuriya, Ryanho, Phaelus, Aybe, Lesmana, Reza, dan Ilham ke obrolan)(Hari ini 19:24)Putri : Assalamu’alaikum.Alisa : Wa’alaikumussalam Mba.Nuriya : Wa’alaikumussalam Mba.Ryanho : Wa’alaikumussalam Mba.Lesmana : Wa&
Jika kamu pernah membayangkan bagaimana rasanya mengerjakan berlembar-lembar kertas menulis tanpa ada satu tulisan salah, maka sebaiknya buang jauh-jauh bayangan itu. Dia adalah mimpi, dan mimpi dapat melingkup ke dunia nyata. Inilah yang sekarang dirasakan oleh Nuriya.Dia teringat perbincangan singkatnya dengan kakak sepupunya yang baru lulus beberapa bulan silam. Saat itu, dia bingung memilih jurusan dan kakaknya mengusulkan informatika kepadanya. Dan entah apa yang membuatnya berminat mengambil jurusan IT ini. Oh dia sangat menyesal sekarang.Masalahnya, kalau penyesalan di depan namanya pendaftaran.“
“Jangan telat praktikum, sepupu,” ucapan itu adalah satu-satunya hal yang mereka dengar dari laki-laki berdarah dingin itu. Tidak ada nada perasaan, tidak ada emosi. Namun, kalimat akhir dari laki-laki itu mengejutkan mereka.“Sepupu?” ucap Aybe dengan nada sedikit terkejut. Laki-laki itu meninggalkan mereka tanpa memberikan komentar yang lain, sementara Putri tampak membeku. Phaelus menatap bingung ke arah Putri dengan tatapan tidak percaya.“Kakak... sepupu dengan masnya?” tanya Phaelus setelah laki-laki itu sudah menghilang dalam keramaian kantin mereka berada. Putri hanya mengangguk lemah. Ilham tampak tidak senang dengan perlakuan oleh laki-laki ta
“Ryan, kamu di mana? Sudah dekat waktunya lho!” teriak Alisa lewat teleponnya. Nuriya hanya tersenyum kecil melihat sikap Alisa yang emosi. Phaelus geleng-geleng kepala. Sudah 10 menit mereka menunggu dua asisten yang menggantikan Hamid.“Ryan sudah biasa telat,” komentar Aybe datar saat dia membuka laptop.“Tetap saja, nggak baik kalau telat,” tanggap Ilham. Terdengar kaki berlari ke tempat itu dan ternyata itu Ryan.“Akhirnya. Kamu kemana saja?” tanya Alisa ketus.“