Share

3. Emak ... tolong Siska!

"Hah, hih, huh! Hah, hih, huh!"

Suara deru napasku yang ngos ngosan. Persis kayak orang bengek dapat kabar yang kurang menyenangkan, alias kurang membahagiakan. Seperti itulah aku sekarang.

Dengan kebaya putih yang membungkus tubuh bohai ku, aku berlari secepat dan sekuat yang aku bisa. Menengok ke kiri dan ke kanan. Tak lupa juga ke belakang, semoga aja, para pengejar itu tak bisa mengejarku, yang sudah berlari secepat kilat. Mengalahkan cepatnya kereta api yang belum lewat. Namun, namun--

"Nah! Ketemu kamu!"

Hah, aku terkejut! Baru juga mau berenti ini ngos ngosan, udah Dateng aja yang ngejar. Mana kedua tanganku kini di cekal mereka lagi.

Asyem se asyem-asyemnya!

Aku ketangkap! Mana tanganku sakit lagi!

"Ampun Bang Abang. Siska jangan di bawa ke tempat itu lagi, ya?" pintaku memohon dengan segenap jiwa dan raga. Bahkan aku sampai memasang wajah memelas, sememelas mungkin agar mereka mau menuruti keinginanku. Yaitu, melepaskan aku.

"Enak aja! Gak bisa ya? Emang, Neng Siska mampu bayar kami ini berapa, kalau kami mau menuruti keinginannya Neng Siska?" tolak salah satu preman yang mencekal lenganku. Tanpa berbasa basi, ia langsung menego harga.

Idih! Dasar preman matre!

"Udah Din, kita bawa aja Neng Siska ini sama si Bos. Pasti si Bos udah lumutan tuh, nungguin calon pengantin wanitanya yang kabur."

Mereka cekikikan. Sungguh menyebalkan! Bahkan, lama kelamaan jadi menyeramkan.

"Bener juga elu Man. Ayo dah! Untung kita bisa dapetin dan nagkap neng Siska ya... kalau enggak, habis kita sama si Bos Jaka."

"Hih ... ngeri!" sahut si preman bernama Maman. Bahunya bergidik setelah berucap demikian.

"Gak mau, Bang Abang! Lepasin Siska! Siska masih betah jadi janda. Gak mau jadi istri keempatnya Mas Jaka. Gak mau!!"

Aku berteriak sambil mencoba untuk melepaskan kedua lenganku yang dipegang oleh dua preman bernama Udin dan Maman itu. Tapi, sayang beribu sayang tenagaku kalah kuat dari mereka. Hingga di sini lah aku sekarang. Di tempat yang tak pernah aku inginkan.

"Nah, pengantinnya sudah datang Pak penghulu. Ayo, nikahin kami berdua," kata si Mas Jaka buncit dengan senyum merekah dan wajah mesum yang begitu jelas aku lihat.

Aku berkeringat dingin mendengarnya. heran juga, Kenapa kok bisa aku ada di sini sekarang? perasaan aku sudah menolak lamaran dari si Mas Jaka buncit ini deh. Tapi eh, tapi... Kenapa sekarang aku ada di sini?

Emak, Bapak, tolongin Siska! Siska gak mau jadi istri keempatnya si mas Jaka.

Kulihat di belakang si Mas Jaka buncit, terdapat tiga orang wanita dengan paras yang ayu dan cantik. Siapa lagi kalau bukan ketiga istrinya Mas Jaka. Istri pertamanya memandangku dengan sebuah senyuman. Namun, kedua istri yang lainnya memandangku dengan wajah bengis dan sinis. Seperti tidak terima kalau mereka akan mendapatkan adik madu yang super duper cantik dan bohay kayak aku, dari suami mereka.

"Bawa neng Siska ke sini, Din, Man!" perintah si Mas Jaka pada kedua anak buahnya dengan tak sabaran.

"Gak mau! Lepasin! Siska gak mau nikah sama si Mas Jaka!" tolakku bertenaga penuh. Tapi sayang, tenaga aku masih kalah saing dengan kedua preman ini.

"Diem!" Suara si Bang Udin yang sambil memelototi aku, membuat nyaliku langsung menciut kala itu juga.

Hingga tak butuh waktu yang lama untuk mereka berdua menyeretku duduk ke sisi si mas Jaka buncit. Kini, aku sudah duduk berdampingan dengannya di pelaminan.

Menggelikan! Kulihat wajah laki laki paruh baya itu cengengesan setelah aku duduk di sampingnya. Lalu, tiba tiba tangannya pun terulur ke arah si bapak penghulu.

Haduh, gawat! Aku masih gak mau jadi istri keempatnya dia. Lebih baik aku terus terusan jadi janda, daripada harus nikah sama dia.

Emaaakk... tolongin anakmu yang bohay ini, Mak. Siska betah kok jadi janda!

"Saya terima nikah dan kawinnya Neng Siska binti Abdul Qodir dengan mas kawin berupa uang lima ratus ribu, dan satu buah sepeda motor, dicicil dulu."

Loh, loh, loh .... Aku terkejut! Mataku membulat sejadi jadinya. Kok, jadi lima ratus ribu? Bukannya lima ratus juta? Dan, kok! Malah jadi motor sih? Bukannya yang dijanjiin mobil? Mana pakai dicicil segala lagi. Dasar kere! Katanya kaya tujuh turunan. Nyatanya, kere tujuh tanjakan!

Haih, kenapa juga aku malah mikirin maharnya? Harusnya, aku mikirin gimana caranya buat kabur.

Ayo Siska, berpikir!

"Bagaimana saksi? Sah?" Penghulu itu melirik ke arah dua orang saksi yang sama sekali tidak aku kenal siapa mereka. Lalu, bergantian pada beberapa orang yang berada di belakang kami. Hingga--

"Sah!!!" Suara itu begitu menggelegar, membuat aku shok bukan kepalang setelah mendengarnya.

"Tidaaaaak!!!"

"Bruk!"

"Aw!!"

Aku meringis merasakan nyeri di bokong dan badanku yang lainnya.

Suara benda jatuh yang ternyata adalah tubuhku yang jatuh ke atas lantai, membuat aku langsung terbangun dan tersadar. Bahwa yang barusan terjadi adalah sebuah mimpi buruk yang menimpaku.

"Alhamdulillah ... ternyata aku cuma mimpi, toh. Amit amit deh, jangan sampai aku beneran jadi istri keempatnya si Mas Jaka buncit. Mana maharnya ganti lagi. Bukan lima ratus juta. Tapi, malah lima ratus ribu! Mana maharnya juga nyicil lagi!"

Asyem!

Awas kamu mas Jaka! Kublokir nomor kamu!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status