Beranda / Romansa / Status WhatsApp Ipar / Elo jual, gue beli!

Share

Elo jual, gue beli!

Penulis: Lian Nai
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-15 20:45:58

"Bulek lupa siapa aku?" tanya Nita sengit. "Aku istri Mas Adam, aku juga punya hak atas rumah ini!"

"Kamu ikut andil apa memangnya?" sahut Bulek sinis. "Sudahlah, lagipula Wati cuma ambil ...."

"Cuma?" seru Nita semakin kesal. "Semua yang Bulek lihat di lantai itu hanyalah cuma buat Bulek?"

Bulek Murni menelan ludahnya kasar sementara Wati melengos melihat Nita yang semakin menjadi.

"Jangan diambil ribut lah, Nit!"

"Keluar!" teriak Nita, "Keluar sekarang juga!"

"Nit, kamu sudah keterlaluan ...."

"Aku nggak peduli!" sela Nita cepat. "Keluar atau aku seret tubuh kalian berdua!"

Bulek Murni menyikut lengan Wati. Keduanya saling pandang dan mengangguk samar.

"Nasib buruk apa yang menimpa kita, Wat. Bisa-bisanya Adam punya istri seperti dia," gerutu Bulek Marni. "Seharusnya dulu Bulek kekeuh saja jodohkan dia sama Melani, dia berpendidikan, bisa menghormati yang lebih tua."

Wati mengangguk takut. Wanita berusia tiga puluh tahun itu menunduk hendak memungut beberapa bahan dapur yang berceceran di lantai dapur Nita.

"Jangan ambil apapun dari rumahku!" Nita menyentak kasar tangan Wati. "Berani ambil satu barang saja, aku injak tangan kamu, Mbak!"

"Nita!" bentak Bulek Marni. "Dia istri kakak ipar kamu, jaga sikapmu!"

"Aku hanya akan menjaga sikap pada orang-orang yang juga bisa menjaga sikapnya di depanku, Bulek. Bulek pikir selama ini aku tidak menghargai Mbak Wati sebagai ipar?" Nita menarik napas panjang. "Apa kurang kebaikan yang sudah aku berikan selama ini? Tapi lihat, apa balasan Mbak Wati ... dia semakin menjadi-jadi bahkan ingin menyetarakan putranya dengan posisiku!"

"Oh, jadi kamu marah gara-gara ...."

"Aku tidak butuh sanggahan apapun, Mbak!" sela Nita lagi. "Cepat keluar dari rumahku!"

Wati mendengus kesal. Dia menarik tangan Bulek Marni dan meninggalkan rumah Nita yang terlihat berantakan karena bahan-bahan dapur yang berceceran.

"Tidak tau diri! Dia pikir harta Adam akan jatuh ke tangan siapa nanti? Dasar mandul!" gerutu Wati dengan suara yang sengaja dikeraskan. "Pantas saja gak bisa punya anak. Pelit!"

"Lihat saja, aku adukan sama Mas Hadi nanti!"

Bulek Marni mengangguk setuju. "Ipar serakah begitu memang seharusnya dikasih pelajaran, Wat. Kalau Hadi yang turun tangan, pasti Adam tidak akan bisa berkutik!"

Blam ...!!!

Nita menutup pintu dengan keras ketika tubuh dua wanita pengacau itu keluar dari dalam rumahnya. Bu Marni terlonjak, begitupun Mbak Wati, mereka mengumpati tingkah Nita yang dianggap kurang ajar.

Di dalam rumah, Nita terduduk di ruang tamu sembari sibuk mengusap air matanya yang meluncur bebas di pipi. Kata mandul selalu saja terngiang-ngiang di telinganya seakan-akan itu adalah aib yang begitu menyakitkan baginya. 

    

Wanita cantik dengan rambut sebahu yang ia kuncir asal itu meremas baju yang melekat di dada. Sakit. 

Bukankah selama ini dia sudah berusaha menjadi ipar yang baik?

Ternyata benar apa kata orang, tidak selalu kebaikan dibalas dengan kebaikan yang sama karena banyak manusia yang ingin dinomor satukan tapi selalu menyakiti manusia yang lain.

Nita menarik napas panjang dan menghelanya perlahan. Berharap sesak di dalam dadanya berangsur berkurang. 

Jam di dinding masih anteng di angka 15.00 WIB, itu artinya kurang satu jam lagi Adam pulang dari kantor. Nita bangkit, untuk yang kesekian kalinya dia menghela napas kasar dan mencoba membesarkan hati atas cibiran yang Wati lontarkan padanya.

Kaki yang semula terasa lemas kini kembali berpijak kuat di lantai rumahnya. Nita berjalan menuju dapur dan membereskan semua kekacauan yang Wati sebabkan. Benar-benar ipar yang menguras emosi.

Mencoba mengenyahkan sakit hatinya pada Wati, Nita memilih untuk menyiapkan makan sore untuk Sang Suami yang sebentar lagi akan pulang.

"Tante."

Nita hampir saja terlonjak. Sosok Farhan berdiri di depan pintu dapur yang sengaja Nita buka agar dapurnya tidak pengap ketika ia memasak.

"Kamu ngagetin Tante aja sih, Han!" gerutu Nita lembut. "Kenapa masuk lewat belakang?"

"Pintu depan ditutup sama Tante," jawab Farhan jujur.

Nita menepuk jidatnya perlahan. Dia hampir lupa karena setelah Mbak Wati dan Bulek Murni keluar, dia segera mengunci pintu agar gangguan tidak datang lagi.

"Tante lagi masak, aku mau dong!" 

Farhan nyelonong masuk dan duduk di kursi makan. Nita menggeleng samar melihat tingkah keponakan suaminya yang acap kali datang untuk meminta makan.

"Mama nggak masak?" tanya Nita sambil meneruskan acara memasaknya.

Farhan menggeleng. Bocah kelas dua SD itu berpangku tangan sembari menyaksikan Nita yang mulai memasukkan ayam potong ke dalam panci.

"Aku dari siang belum makan, Tante," akunya lirih. "Mama kasih nasi hangat sama kecap terus, Farhan bosan," sambungnya.

Nita menghentikan gerakan tangannya. Dia menoleh ke arah dimana Farhan berada. Bocah yang tidak tau menahu urusan orang tua itu terlihat sedih. Ini bukan yang pertama kalinya, setiap sore Farhan akan datang ke rumah Nita dan mengeluh kalau dirinya lapar karena menolak makanan yang Wati suguhkan.

"Mama tau kalau kamu kesini?"

Farhan mengangguk. "Mama yang suruh Farhan ke rumah Tante. Mama bilang Tante masak enak, oh ya, Mama juga bilang kalau Farhan disuruh ambil lauk di meja makan Tante, nanti Mama tunggu di pintu dapur."

"Mama bilang begitu?" selidik Nita ramah. Bagaimanapun otaknya masih waras untuk tidak menghakimi Farhan. Bocah itu tidak bersalah. Didikan orang tuanya lah yang tidak benar. "Tapi itu namanya mencuri, Nak. Mengambil sesuatu tanpa ijin yang punya itu namanya mencuri dan mencuri itu tindakan yang dilarang sama Allah. Dosa!" 

"Jadi Farhan gak boleh ambil makanan di rumah Tante ya?"

"Nggak boleh," sahut Nita cepat. "Kecuali Farhan ijin sama Tante dan minta baik-baik. Insyaallah Tante pasti kasih buat Farhan. Asal jangan ambil sesuatu tanpa ijin. Farhan paham?"

"Paham, Tante," serunya lantang. "Sudah matang belum? Aku lapar," rengeknya kemudian.

Nita mengusap pucuk kepala Farhan dan menyuruh Farhan untuk menyendok nasi sesuai dengan ukurannya. 

"Tunggu sebentar, sekalian tunggu nasinya agak dingin ya," ucapnya.

Farhan mengangguk. Matanya berbinar ketika melihat Nita menuang kare ayam di dalam wadah beling khusus berukuran sedang. 

"Kenapa Farhan gak jadi anak Tante aja ya? Mama gak pernah masak enak kayak Tante. Kecap terus, kecap terus," gerutunya lucu namun mampu membuat hati Nita kembali nyeri.

"Ayo makan dulu, nanti aja ngomongnya!" Nita mengalihkan pertanyaan Farhan. Dia duduk di depan keponakan suaminya dan menatap betapa lahap bocah itu menikmati masakan yang ada di hadapannya. 

"Tante siapkan sayur buat Mama ya, nanti kalau mau pulang kamu bawa, atau tunggu Mama datang jemput kamu di pintu dapur. Oke?"

"Oke, Tante!"

Nita tersenyum licik. Dia mengambil mangkuk plastik dan menuang sisa kuah yang masih banyak di panci. 

Sengaja, Nita meletakkan mangkuk di atas meja makan dan mengamankan lauk miliknya ke dalam lemari kaca yang sudah ia kunci. 

"Nanti kalau Mama datang, suruh bawa kuah ini ya." Farhan mengangguk patuh. Bocah kecil itu kembali fokus pada makanan di depan mata tanpa peduli kemana Nita akan pergi.

Nita berjalan menjauh dari dapur. Benar saja, tidak lama Mbak Wati datang dan masuk begitu saja sembari mengambil mangkuk di atas meja makan dengan senyuman licik.

"Mana lauk buat Mama?" tanya Mbak Wati sambil berbisik.

Farhan menunjuk mangkuk di depannya, "Itu, Ma. Sudah disiapkan sama Tante Nita. Bawa saja, Farhan masih mau disini, nih nasi Farhan belum habis," ucapnya bahagia karena dua ayam potong sengaja Nita berikan di piring Farhan.

Mbak Wati melenggang pergi tanpa peduli ucapan putranya. Setelah memastikan Mbak Wati keluar dari dapur rumahnya. Nita segera mengunci pintu dapur sambil menahan tawa ketika mendengar suara Mbak Wati mengumpati kelicikannya. 

"Kurang ajar! Ini kuah doang, ayamnya mana? Benar-benar ya kamu, Nita!"

Bersambung 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Status WhatsApp Ipar   Extra Part

    "Mas ...."Nita merintih ketika perutnya dirasa semakin mulas. Keningnya mengkerut. Bibirnya meringis sambil sesekali kedua tangannya meremas seprai dengan cukup kuat."Mas Adam!" teriak Nita. Entah kemana Adam, malam ini Nita tidak mendapati suaminya tidur di ranjangnya. "Mas!" teriaknya lagi.Nita menangis. Dia menggigit bibirnya kuat-kuat agar rasa sakit sedikit berkurang. "Mas Adam ...."Nita mencoba berdiri. Sejak sore dia memilih tidur karena perutnya terasa tidak nyaman. Berulang kali kandung kemihnya terasa penuh. Bahkan Nita merasa jika intensitas buang air kecilnya semakin sering. Nita terlalu awam. Dia berpikir jika mendekati hari persalinan maka semua hal yang ia rasakan adalah wajar. Malam ini, tepat pukul dua belas malam, dia meraba bagian belakang tubuhnya dan ...."Basah?" gumam Nita sambil sesekali meringis. "Apa iya aku ngompol?" imbuhnya. Nita meremas ujung dasternya. Sakit yang ia rasakan semakin terasa sering. Dia memindai kamar, namun sosok Adam tidak ia temu

  • Status WhatsApp Ipar   Tamat

    Nita terpingkal-pingkal menceritakan kejadian pagi tadi pada Adam. Pun dengan Wati, ipar beradik itu sangat bersemangat membahas betapa kerennya Bulek mengusir Mesaroh beserta kedua orang tuanya jug Hafsah dan suaminya."Masa Bulek bilang begitu?" tanya Adam sambil tersenyum. "Bulek bilang mau mengirim tai-tai Paklik ke rumah Mesaroh, begitu? Serius?"Nita berulang kali mengangguk membenarkan. Tidak lupa pula tawa renyah menghiasi bibirnya yang ranum. "Badas emang Bulek," ucap Adam kemudian. "Baik-baik kalian, Bulek sudah gak punya siapapun selain kita."Tawa Nita berhenti. Dia mengangguk sendu dan berkata. "Tentu, Mas. Sejak awal kita menikah bukankah ini yang aku harapkan? Aku ingin kita semua akur selayaknya keluarga."Adam mengusap pucuk kepala Nita lembut. Harapan yang istrinya miliki ternyata dapat terwujud. Jika dulu hari-hari Nita dipenuhi dengan isak tangis dan rasa kesal karena selalu mendapat perlakuan buruk, lain dengan sekarang ... dia sudah mendapatkan kasih sayang dari

  • Status WhatsApp Ipar   Menjelang Tamat

    "Wanita serakah! Kembalikan hak anakku! Licik, culas!" teriak Mesaroh.Berta dan Seila saling sikut. Tiba-tiba dua wanita itu tertawa lebar dan Berta berteriak. "Lagi ngaca ya, Mbak? Kok pas banget ucapan sama kelakuan. Pasti ada kaca transparan ya?"Mesaroh menoleh. Lagi-lagi dia mencak-mencak dan kembali masuk ke dalam rumah Bulek membawa sisa-sisa dongkol akibat sikap Hafsah. "Jadi bagaimana ini, Bu Murni?" tanya Mesaroh gusar. "Seharusnya anakku dapat bagian ....""Kalau begitu kita urus saja masalah ini ke ranah hukum. Bagaimana?"Bu Murni dan suaminya saling pandang. "hu-- hukum? Untuk apa?""Ya, kalau Mesaroh masih belum yakin kalau semua yang aku miliki ini murni milikku, kita bisa usut ini ke ....""Eng-- enggak perlu," sela Bu Minah. "Kami ... percaya kalau tidak ada harta yang Kusni miliki di rumah ini. Kalau begitu ... kami permisi!"Bu Murni dan suaminya menarik tangan Mesaroh cukup kuat. Putrinya itu meronta-ronta dan menolak pergi karena calon bayinya belum mendapatkan

  • Status WhatsApp Ipar   Hafsah dan Mesaroh

    "Permisi," kata Mesaroh ketus. "Aku boleh masuk ke rumah suamiku kan?"Mesaroh bersedekap dada sementara Emak dan Bapaknya berdiri di belakang dengan wajah yang tak kalah ketus."Suamimu?" Ulang Hafsah bingung. "Ini rumah Mbak Murni sama Mas Kusni, kamu salah alamat?""Dia memang istri Masmu," sahut Bulek. Hafsah terkejut. Dia menganga melihat wanita yang berusia lebih muda darinya rela menjadi istri Paklik. "Dia juga sedang hamil keponakan kamu, Haf.""Apa?!" pekik Hafsah. "Ha-- hamil?"Bulek mengangguk. Dia mempersilahkan Mesaroh dan kedua orang tuanya untuk masuk dan duduk bersama dengan Hafsah dan suaminya."Kalau boleh tau, untuk apa datang ke rumahku, sudah tau kan kalau suamimu itu ada penjara?" tanya Bulek sarkas. "Oh ya, ingat baik-baik, Mesaroh, ini rumahku bukan rumah suamimu. Paham?"Mesaroh melengos namun tidak dengan Bu Minah. Wanita yang usianya sepadan dengan Bulek itu menatap sengit ke arah Nita dan Wati bergantian. "Astaga ... sejak kapan Mas Kusni punya istri, Mbak

  • Status WhatsApp Ipar   Kedatangan Keluarga Paklik

    Dua hari setelah Bulek dirawat di Rumah Sakit, hari ini keadaannya sudah semakin membaik dan diperbolehkan pulang oleh dokter yang bertugas. Nita dan Wati membantu mengemas barang-barang sementara Adam menyelesaikan biaya administrasi dan Hadi membantu Bulek berjalan menuju parkiran mobil. "Bulek bisa jalan sendiri," kata Bulek pada Hadi. "Bulek sudah sembuh, Hadi.""Jangan banyak bicara, Bulek!" hardik Hadi dingin. "Kalau ada keponakan mau bermanja-manja begini, Bulek diam saja!"Bulek tersenyum tipis. Hadi memang berbeda dengan Adam. Suami Wati ini sedikit kesulitan beramah tamah. Namun hatinya sangat baik dan semua orang paham karakter Hadi."Maafkan Bulek ya ....""Sekali lagi Bulek minta maaf, aku yakin pasti dapat hadiah piring," cibir Hadi. Bulek terkekeh. Hatinya menghangat mendapat perlakuan istimewa dari keponakannya yang selama ini terkesan menjaga jarak."Bulek buruk sekali dulu ....""Ya, memang," sahut Hadi gamblang. "Kalau sampai setelah ini Bulek belum juga berubah m

  • Status WhatsApp Ipar   Ngerjain Mesaroh

    "Boleh ya, Mas Adam, aku harus menuntut hak buat calon bayiku."Adam hendak bangkit, namun Hadi mencekal pergelangan tangan adiknya dan menggeleng samar. "Duduk!"Dengan terpaksa suami Nita itu kembali duduk setelah menyentak napas kasar. "Ngelunjak!" desis Adam geram.Hadi bangkit. Dia berjalan dan mendekati Mesaroh yang terlihat sudah bersiap dengan tas selempang di pundaknya. "Ayo, Mas! Aku ini Bulek muda kalian, tolong lah kerja samanya!""Kita balik sekarang ya, Wat?" tanya Hadi pada istrinya. Wati mengangguk, Bu Asih dan Pak Panijo memahami keadaan anak menantunya. Senyum lega terbit di bibir Mesaroh, dia merapikan rambut dan bajunya saat Adam dan Hadi berjalan mendekati mobil mereka. Wati mendapat giliran terakhir mencium punggung tangan Emak dan Bapak sambil sejenak memeluk pasangan tua yang sudah membesarkannya selama ini. "Kalau Farhan sudah libur, kami kesini lagi, Mak.""Jangan pikirkan Emak dan Bapak, urus suami dan anakmu dengan baik. Hati-hati di jalan."Wati menganggu

  • Status WhatsApp Ipar   Keanehan

    "Janggal ya, dua tahun Mesaroh hilang tapi baru dicari beberapa hari belakangan kan? Mana langsung ketemu pula, kan aneh?" kata tetangga Mey. "Apalagi sampai bisa renovasi rumah, padahal suami Bu Minah gak kerja. Dapat uang darimana coba?""Iya, baru dicari sudah langsung ketemu, kenapa gak dicari dari dulu saja?" celetuk yang lain. "Janggal ya, aneh!"Kasak-kusuk tetangga santer terdengar. Mesaroh kesal, dia menghentak-hentakkan kaki dan melangkah masuk ke dalam kamar dengan perasaan dongkol."Tau apa kalian, jangan menuduh sembarangan! Sana pergi!" hardik Bu Minah. "Tetangga gak punya akhlak!"Para tetangga membubarkan diri sementara di rumah Bu Minah, wanita paruh baya itu marah-marah karena rencananya gagal total."Kamu seharusnya bisa gerak cepat, Saroh! Kalau sudah begini, sia-sia dua tahun kamu berpura-pura gila!" Bu Minah marah-marah dengan suara tertahan. Khawatir para tetangganya mendengar apa yang mereka ributkan. "Harusnya rumah Kusni bisa jadi milik kamu! Bodoh!"Mesaroh

  • Status WhatsApp Ipar   Rahasia Mesaroh

    "Kenapa, Mak?" Mesaroh datang dan menatap satu per satu orang yang ada di ruang tamu rumahnya. "Mas Kusni mau menikah ulang hari ini, Mak?" tanya Mesaroh sambil tersenyum malu. "Mana dia, kenapa gak manggil aku?"Bu Minah menunduk dalam. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini karena bagaimanapun kehamilan Mesaroh tanpa suami tentu menjadi aib untuknya."Nak, kasihan Mesaroh ... setidaknya beri sedikit harta gono-gini untuk calon bayinya," ucap Bu Minah memelas. Sangat berbeda dengan sikapnya beberapa menit yang lalu. Sungguh, Ibu Mesaroh ini adalah wanita yang pandai mengubah air muka dengan cepat. "Anu ... itu ... kalian ini kan keponakan istrinya Pak Kusni, setidaknya berikan sedikit bagian untuk Maesaroh. Anak yang dia kandung ini sepupu kalian loh."Hadi terkekeh sinis sementara Adam melengos mendengar suara Bu Minah yang mendadak berubah lembut. "Bu ... astaghfirullah," gumam Hadi sambil geleng-geleng. "Kami ini keponakan Bu Murni istri Pak Kusni. Jadi, semua yang berurusan d

  • Status WhatsApp Ipar   Mati Kutu

    Wati geleng-geleng. Bu Minah yang dia lihat sekarang seperti bukan Bu Minah yang datang ke rumah Bulek tempo hari. Sangat berbeda. "Bagaimanapun pernikahan anakku sama Paklik kalian itu gak sah! Dan besok aku mau Mesaroh dinikahi secara resmi, maharnya sertifikat rumah karena setelah menikah Mesaroh akan tinggal bersama suaminya." Bu Minah berbicara panjang lebar. "Harusnya begini sejak kemarin-kemarin, kenapa kalian sebagai keponakan ini gak peka sama sekali? Paklik kalian seharusnya diarahkan buat menikahi anakku secara resmi, bukan malah dilarang apalagi sampai diancam segala. Hei, sadar diri kalian ini, itu rumah punya Paklik kalian, kenapa kalian berdua justru marah-marah kalau Mesaroh minta mahar yang fantastis?!" Adam dan Hadi berusaha menahan emosinya. Kedua adik beradik itu saling pandang sambil menghela napas panjang. Bibir Wati hendak terbuka, namun Hadi menggenggam jemari istrinya memberikan isyarat agar diam.Wati menelan ludahnya kasar. Hampir saja mulutnya yang tajam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status