Share

Efek Jera

Author: Lian Nai
last update Huling Na-update: 2022-12-15 20:46:24

"Farhan! Farhan!"

Nita yang sedang membereskan alat memasak dibuat kaget dengan suara Mbak Wati yang berteriak di depan rumahnya.

"Farhan, keluar kamu, Nak!"

"Farhan!"

Nita segera mengelap tangannya yang basah dan berjalan ke tergesa menghampiri Farhan yang sekarang justru tertidur pulas di depan Televisi yang masih menyala.

"Cepat sekali anak ini tidur," gumam Nita lirih.

"Nita! Buka pintunya, jangan kau culik anakku!" teriak Mbak Wati jauh lebih lantang lagi.

Nita mendelik, baru saja emosinya mereda akibat ulah ipar unik satu itu, kini Mbak Wati sudah datang dan menyulut emosinya untuk yang entah ke berapa kali.

"Farhan, keluar kamu, Nak! Ibu ada di depan!"

Ceklek ....

Beberapa tetangga terlihat berkerumun di depan rumah Nita sementara Mbak Wati pura-pura menangis dalam pelukan Bulek Murni.

"Mana anakku?" bentak Mbak Wati marah. "Kenapa kamu sekap anakku, Nita?"

"Sekap?" Ulang Nita, "Untuk apa aku menyekap Farhan, Mbak?"

"Halah, jangan sok pura-pura lugu kamu, Nit! Kamu sengaja kan mengunci rumah agar Farhan tidak pulang, iya kan?"

Kesabaran Nita lagi-lagi sedang diuji. Di depan semua orang, Mbak Wati sedang memainkan peran dengan apik agar nama Nita menjadi buruk di kampung suaminya.

"Kalau kamu belum bisa punya anak, jangan segala pakai mengunci anak orang biar gak pulang dong! Farhan itu anakku, Nita! Jangan kamu rebut dia dariku!"

"Kamu makin hari makin keterlaluan, Nit! Kemarin saja aku persilahkan kamu dan Adam agar menganggap Farhan sebagai anak sendiri tapi sok-sokan menolak, tapi sekarang lihat ... anakku tidak kamu perbolehkan pulang! Kamu sengaja mau bikin Farhan betah di rumah kamu, iya kan?"

"Singkirkan niat buruk kamu, Nita! Aku ... sampai kapanpun aku tidak akan mau berbagi anak pada ipar jahat sepertimu. Kamu pelit, dzolim dan suka menghasut Adam agar lupa pada keluarganya!"

Mbak Wati berbicara sambil menggebu-gebu di depan para tetangga sementara Nita hanya bersedekap dada sembari mengatur emosinya. Nita paham ... Mbak Wati sedang memancing amarahnya agar para tetangga berpihak pada istri Hadi tersebut. 

"Sekarang mana Farhan, hah? Kamu sembunyikan dimana anakku, katakan!"

"Jangan seperti ini, Nit! Sungguh, Bulek gak menyangka kalau ternyata hati kamu sebusuk ini," seloroh Bulek Marni. "Kasihan Wati, dari tadi dia mencari Farhan sampai menangis, eh gak taunya malah kamu sembunyikan di dalam," imbuhnya menjelma kompor meleduk.

"Bukannya Farhan memang sering main di rumah Mbak Nita ya?" tanya Seila, tetangga samping kanan rumah Nita. 

"Iya, tiap siang sampai menjelang maghrib biasanya memang Farhan ada di rumah Mbak Nita, aku sering lihat kok," timpal Mbak Berta-- tetangga depan rumah Nita. "Kenapa sekarang Mbak Wati justru marah-marah seakan-akan Mbak Nita ini penculik, Farhan kan memang sudah biasa main di sini."

"Halah, tau apa kalian, hah? Aku ini seorang Ibu, aku lebih paham apa yang terjadi pada perubahan sikap Farhan. Asal kalian tau ... sejak sering bermain di rumah Nita, Farhan semakin menjauh dariku! Kalian tau kenapa ... hah? Kalian tau? Itu karena Nita sudah meracuni pikiran anakku! Nita sengaja ingin membuat Farhan lupa dan benci sama aku!" teriak Mbak Wati sambil menangis. Seakan-akan dia adalah Ibu yang paling terzolimi selama ini. "Nita sengaja ingin merebut Farhan dariku karena dia tidak bisa punya anak. Nita ingin mengambil anakku karena dia mandul!"

Plak ...!!!

Plak ...!!!

Tubuh Nita bergetar menahan marah. Kedua matanya menatap nyalang ke arah Mbak Wati yang tengah meringis kesakitan memegang pipi. Telapak tangan Nita terasa kebas, tapi hatinya jauh lebih perih saat ini. 

"Nita!" bentak Bulek Murni marah. "Jaga sikapmu, Nit! Wati ini istri Hadi, kakak ipar kamu!"

"Diam!" bentak Nita lantang. "Bulek tidak punya urusan denganku dan Mbak Wati, tolong diam atau aku ambil paksa sawah Ibu Mertua yang Bulek garap tanpa memberi uang sewa!" 

Wajah Bulek Murni memerah. Namun bibirnya menuruti apa perintah Nita sementara Mbak Wati sontak saja menoleh dan memicingkan mata. "Jadi Bulek bohong? Bulek bilang sawah itu sudah Bulek sewa?" cecar Mbak Wati.

"Baru tau kalau ternyata Bulek yang kamu agung-agungkan ini adalah pembohong, hah? Mbak Wati mau tau seberapa banyak kebohongan yang Bulek Murni tutupi darimu, Mbak?"

"Tapi untuk saat ini pembahasan itu tidak penting bagiku!" kata Nita, "Sekarang bawa anakmu pulang! Dia sedang tidur di depan televisi rumahku. Oh ya ... aku tidak pernah mau mengambil anak orang meskipun Allah belum memberiku keturunan, apalagi anak dari wanita licik dan culas seperti Mbak Wati. Tidak akan pernah!" teriak Nita. "Bawa Farhan pulang dan pastikan dia tidak datang hanya untuk meminta makan karena Ibunya yang gemar memberi asupan nasi hangat dicampur kecap manis. Pastikan anakmu tidak merengek meminta makan di rumahku, Mbak! Apalagi sampai meracuni otak anak sendiri agar mencuri lauk di rumah orang lain. Memalukan!"

Wajah Mbak Wati memerah. Dadanya naik turun mendengar Nita yang membeberkan semua kebenaran tentang dirinya di depan semua orang. 

"Mulai hari ini, detik ini juga, Mbak Wati ... dengarkan aku baik-baik, aku dan Mas Adam menghentikan semua bantuan biaya pendidikan Farhan, dan ... kembalikan utang Mbak yang sudah menjamur itu secepatnya! Secepatnya!"

Mbak Wati mematung di tempat. "Ka-- kamu keterlaluan, Nita!"

"Aku tidak peduli!" sela Nita cepat, "Terlalu lama aku mengalah sampai-sampai tindakan kamu dan Bulek Murni sungguh keterlaluan! Mulai detik ini juga, jangan mengusik kehidupanku, Mbak Wati! Jangan merengek pada suamiku tentang biaya pendidikan anakmu!"

"Dan ya ... setelah masa panen, sawah mendiang Ibu Mertua, aku yang urus! Bulek tidak punya hak atas sawah itu karena sertifikat sawah atas nama suamiku!"

"Kamu ... kamu serakah, Nit!"

"Oh ya?" sahut Nita sambil tersenyum sinis. "Selama dua tahun aku menjadi istri Mas Adam, bisa Bulek jelaskan bagian mana yang menjadi acuan betapa serakahnya aku? Bisa Bulek katakan?

Sawah yang jelas-jelas atas nama suamiku, Bulek minta paksa dengan dalih sewa. Selama bertahun-tahun aku dan Mas Adam diam karena apa ... itu karena kami menghargai Bulek sebagai orang tua di sisi kami. Tapi untuk sekarang ... maaf, aku akan bersikap sebagaimana kalian semua bersikap di depanku!"

Napas Nita masih tersengal. Saat ini, dia tidak peduli dengan bagaimana anggapan tetangga terhadapnya. Entah mereka akan berpihak pada Mbak Wati dan Bulek Marni, atau justru mengasihani dirinya yang semakin hari semakin diusik oleh keluarga Adam.

"Farhan!" Mbak Wati memekik ketika putranya keluar dari dalam rumah Nita. "Ayo pulang, Nak! Jangan datang ke rumah Om Adam lagi karena ... karena Tante Nita sudah melarang. Hu ... hu ... hu ...."

Lagi. Mbak Wati memutar balikkan fakta di depan Sang Anak. Belum ada satu jam dia mengatakan agar tidak menganggap Farhan sebagai putra di depan Nita, dan sekarang ... dia berkata lain di depan Farhan yang masih belum bisa mencerna semua ucapan orang dewasa.

"Pulang ya, Nak! Jangan datang ke rumah ini lagi, apalagi Mama difitnah, Farhan! Mama difitnah sudah meracuni otak kamu supaya mencuri lauk di rumah Tante Nita. Keterlaluan!" Mbak Wati menangis sambil menatap Farhan. 

Farhan mengerjap. Dia mengucek dua matanya yang masih terasa cukup lengket karena tidurnya terganggu oleh keributan di depan rumah Nita.

"Tapi Tante Nita benar, Ma. Farhan sudah minta maaf kok tadi, kan Mama sendiri yang bilang kalau Farhan suruh ambil lauk di meja makan Tante Nita. Untung aja Tante Nita bilang kalau mencuri itu dosa, hih, Farhan takut kalau Allah marah, Ma ...."

Bersambung 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Status WhatsApp Ipar   Extra Part

    "Mas ...."Nita merintih ketika perutnya dirasa semakin mulas. Keningnya mengkerut. Bibirnya meringis sambil sesekali kedua tangannya meremas seprai dengan cukup kuat."Mas Adam!" teriak Nita. Entah kemana Adam, malam ini Nita tidak mendapati suaminya tidur di ranjangnya. "Mas!" teriaknya lagi.Nita menangis. Dia menggigit bibirnya kuat-kuat agar rasa sakit sedikit berkurang. "Mas Adam ...."Nita mencoba berdiri. Sejak sore dia memilih tidur karena perutnya terasa tidak nyaman. Berulang kali kandung kemihnya terasa penuh. Bahkan Nita merasa jika intensitas buang air kecilnya semakin sering. Nita terlalu awam. Dia berpikir jika mendekati hari persalinan maka semua hal yang ia rasakan adalah wajar. Malam ini, tepat pukul dua belas malam, dia meraba bagian belakang tubuhnya dan ...."Basah?" gumam Nita sambil sesekali meringis. "Apa iya aku ngompol?" imbuhnya. Nita meremas ujung dasternya. Sakit yang ia rasakan semakin terasa sering. Dia memindai kamar, namun sosok Adam tidak ia temu

  • Status WhatsApp Ipar   Tamat

    Nita terpingkal-pingkal menceritakan kejadian pagi tadi pada Adam. Pun dengan Wati, ipar beradik itu sangat bersemangat membahas betapa kerennya Bulek mengusir Mesaroh beserta kedua orang tuanya jug Hafsah dan suaminya."Masa Bulek bilang begitu?" tanya Adam sambil tersenyum. "Bulek bilang mau mengirim tai-tai Paklik ke rumah Mesaroh, begitu? Serius?"Nita berulang kali mengangguk membenarkan. Tidak lupa pula tawa renyah menghiasi bibirnya yang ranum. "Badas emang Bulek," ucap Adam kemudian. "Baik-baik kalian, Bulek sudah gak punya siapapun selain kita."Tawa Nita berhenti. Dia mengangguk sendu dan berkata. "Tentu, Mas. Sejak awal kita menikah bukankah ini yang aku harapkan? Aku ingin kita semua akur selayaknya keluarga."Adam mengusap pucuk kepala Nita lembut. Harapan yang istrinya miliki ternyata dapat terwujud. Jika dulu hari-hari Nita dipenuhi dengan isak tangis dan rasa kesal karena selalu mendapat perlakuan buruk, lain dengan sekarang ... dia sudah mendapatkan kasih sayang dari

  • Status WhatsApp Ipar   Menjelang Tamat

    "Wanita serakah! Kembalikan hak anakku! Licik, culas!" teriak Mesaroh.Berta dan Seila saling sikut. Tiba-tiba dua wanita itu tertawa lebar dan Berta berteriak. "Lagi ngaca ya, Mbak? Kok pas banget ucapan sama kelakuan. Pasti ada kaca transparan ya?"Mesaroh menoleh. Lagi-lagi dia mencak-mencak dan kembali masuk ke dalam rumah Bulek membawa sisa-sisa dongkol akibat sikap Hafsah. "Jadi bagaimana ini, Bu Murni?" tanya Mesaroh gusar. "Seharusnya anakku dapat bagian ....""Kalau begitu kita urus saja masalah ini ke ranah hukum. Bagaimana?"Bu Murni dan suaminya saling pandang. "hu-- hukum? Untuk apa?""Ya, kalau Mesaroh masih belum yakin kalau semua yang aku miliki ini murni milikku, kita bisa usut ini ke ....""Eng-- enggak perlu," sela Bu Minah. "Kami ... percaya kalau tidak ada harta yang Kusni miliki di rumah ini. Kalau begitu ... kami permisi!"Bu Murni dan suaminya menarik tangan Mesaroh cukup kuat. Putrinya itu meronta-ronta dan menolak pergi karena calon bayinya belum mendapatkan

  • Status WhatsApp Ipar   Hafsah dan Mesaroh

    "Permisi," kata Mesaroh ketus. "Aku boleh masuk ke rumah suamiku kan?"Mesaroh bersedekap dada sementara Emak dan Bapaknya berdiri di belakang dengan wajah yang tak kalah ketus."Suamimu?" Ulang Hafsah bingung. "Ini rumah Mbak Murni sama Mas Kusni, kamu salah alamat?""Dia memang istri Masmu," sahut Bulek. Hafsah terkejut. Dia menganga melihat wanita yang berusia lebih muda darinya rela menjadi istri Paklik. "Dia juga sedang hamil keponakan kamu, Haf.""Apa?!" pekik Hafsah. "Ha-- hamil?"Bulek mengangguk. Dia mempersilahkan Mesaroh dan kedua orang tuanya untuk masuk dan duduk bersama dengan Hafsah dan suaminya."Kalau boleh tau, untuk apa datang ke rumahku, sudah tau kan kalau suamimu itu ada penjara?" tanya Bulek sarkas. "Oh ya, ingat baik-baik, Mesaroh, ini rumahku bukan rumah suamimu. Paham?"Mesaroh melengos namun tidak dengan Bu Minah. Wanita yang usianya sepadan dengan Bulek itu menatap sengit ke arah Nita dan Wati bergantian. "Astaga ... sejak kapan Mas Kusni punya istri, Mbak

  • Status WhatsApp Ipar   Kedatangan Keluarga Paklik

    Dua hari setelah Bulek dirawat di Rumah Sakit, hari ini keadaannya sudah semakin membaik dan diperbolehkan pulang oleh dokter yang bertugas. Nita dan Wati membantu mengemas barang-barang sementara Adam menyelesaikan biaya administrasi dan Hadi membantu Bulek berjalan menuju parkiran mobil. "Bulek bisa jalan sendiri," kata Bulek pada Hadi. "Bulek sudah sembuh, Hadi.""Jangan banyak bicara, Bulek!" hardik Hadi dingin. "Kalau ada keponakan mau bermanja-manja begini, Bulek diam saja!"Bulek tersenyum tipis. Hadi memang berbeda dengan Adam. Suami Wati ini sedikit kesulitan beramah tamah. Namun hatinya sangat baik dan semua orang paham karakter Hadi."Maafkan Bulek ya ....""Sekali lagi Bulek minta maaf, aku yakin pasti dapat hadiah piring," cibir Hadi. Bulek terkekeh. Hatinya menghangat mendapat perlakuan istimewa dari keponakannya yang selama ini terkesan menjaga jarak."Bulek buruk sekali dulu ....""Ya, memang," sahut Hadi gamblang. "Kalau sampai setelah ini Bulek belum juga berubah m

  • Status WhatsApp Ipar   Ngerjain Mesaroh

    "Boleh ya, Mas Adam, aku harus menuntut hak buat calon bayiku."Adam hendak bangkit, namun Hadi mencekal pergelangan tangan adiknya dan menggeleng samar. "Duduk!"Dengan terpaksa suami Nita itu kembali duduk setelah menyentak napas kasar. "Ngelunjak!" desis Adam geram.Hadi bangkit. Dia berjalan dan mendekati Mesaroh yang terlihat sudah bersiap dengan tas selempang di pundaknya. "Ayo, Mas! Aku ini Bulek muda kalian, tolong lah kerja samanya!""Kita balik sekarang ya, Wat?" tanya Hadi pada istrinya. Wati mengangguk, Bu Asih dan Pak Panijo memahami keadaan anak menantunya. Senyum lega terbit di bibir Mesaroh, dia merapikan rambut dan bajunya saat Adam dan Hadi berjalan mendekati mobil mereka. Wati mendapat giliran terakhir mencium punggung tangan Emak dan Bapak sambil sejenak memeluk pasangan tua yang sudah membesarkannya selama ini. "Kalau Farhan sudah libur, kami kesini lagi, Mak.""Jangan pikirkan Emak dan Bapak, urus suami dan anakmu dengan baik. Hati-hati di jalan."Wati menganggu

  • Status WhatsApp Ipar   Keanehan

    "Janggal ya, dua tahun Mesaroh hilang tapi baru dicari beberapa hari belakangan kan? Mana langsung ketemu pula, kan aneh?" kata tetangga Mey. "Apalagi sampai bisa renovasi rumah, padahal suami Bu Minah gak kerja. Dapat uang darimana coba?""Iya, baru dicari sudah langsung ketemu, kenapa gak dicari dari dulu saja?" celetuk yang lain. "Janggal ya, aneh!"Kasak-kusuk tetangga santer terdengar. Mesaroh kesal, dia menghentak-hentakkan kaki dan melangkah masuk ke dalam kamar dengan perasaan dongkol."Tau apa kalian, jangan menuduh sembarangan! Sana pergi!" hardik Bu Minah. "Tetangga gak punya akhlak!"Para tetangga membubarkan diri sementara di rumah Bu Minah, wanita paruh baya itu marah-marah karena rencananya gagal total."Kamu seharusnya bisa gerak cepat, Saroh! Kalau sudah begini, sia-sia dua tahun kamu berpura-pura gila!" Bu Minah marah-marah dengan suara tertahan. Khawatir para tetangganya mendengar apa yang mereka ributkan. "Harusnya rumah Kusni bisa jadi milik kamu! Bodoh!"Mesaroh

  • Status WhatsApp Ipar   Rahasia Mesaroh

    "Kenapa, Mak?" Mesaroh datang dan menatap satu per satu orang yang ada di ruang tamu rumahnya. "Mas Kusni mau menikah ulang hari ini, Mak?" tanya Mesaroh sambil tersenyum malu. "Mana dia, kenapa gak manggil aku?"Bu Minah menunduk dalam. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini karena bagaimanapun kehamilan Mesaroh tanpa suami tentu menjadi aib untuknya."Nak, kasihan Mesaroh ... setidaknya beri sedikit harta gono-gini untuk calon bayinya," ucap Bu Minah memelas. Sangat berbeda dengan sikapnya beberapa menit yang lalu. Sungguh, Ibu Mesaroh ini adalah wanita yang pandai mengubah air muka dengan cepat. "Anu ... itu ... kalian ini kan keponakan istrinya Pak Kusni, setidaknya berikan sedikit bagian untuk Maesaroh. Anak yang dia kandung ini sepupu kalian loh."Hadi terkekeh sinis sementara Adam melengos mendengar suara Bu Minah yang mendadak berubah lembut. "Bu ... astaghfirullah," gumam Hadi sambil geleng-geleng. "Kami ini keponakan Bu Murni istri Pak Kusni. Jadi, semua yang berurusan d

  • Status WhatsApp Ipar   Mati Kutu

    Wati geleng-geleng. Bu Minah yang dia lihat sekarang seperti bukan Bu Minah yang datang ke rumah Bulek tempo hari. Sangat berbeda. "Bagaimanapun pernikahan anakku sama Paklik kalian itu gak sah! Dan besok aku mau Mesaroh dinikahi secara resmi, maharnya sertifikat rumah karena setelah menikah Mesaroh akan tinggal bersama suaminya." Bu Minah berbicara panjang lebar. "Harusnya begini sejak kemarin-kemarin, kenapa kalian sebagai keponakan ini gak peka sama sekali? Paklik kalian seharusnya diarahkan buat menikahi anakku secara resmi, bukan malah dilarang apalagi sampai diancam segala. Hei, sadar diri kalian ini, itu rumah punya Paklik kalian, kenapa kalian berdua justru marah-marah kalau Mesaroh minta mahar yang fantastis?!" Adam dan Hadi berusaha menahan emosinya. Kedua adik beradik itu saling pandang sambil menghela napas panjang. Bibir Wati hendak terbuka, namun Hadi menggenggam jemari istrinya memberikan isyarat agar diam.Wati menelan ludahnya kasar. Hampir saja mulutnya yang tajam

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status