“Gue mau Rose, Jun.” Lirih pemuda itu seperti memohon kepada pemuda dihadapa
Rosa mengigit bibir bawahnya kemudian membasahinya ketika melihat betapa kacaunya rumahnya, saat hendak memutar langkahnya tiba-tiba seseorang dari belakang memeluknya dengan begitu eratnya syarat akan kerinduan yang mendalam tak pernah terbayangkan sebelumnya keduanya bertemu dengan cara seperti ini. Rosa tertegun lalu tanpa sadar air matanya mengalir menuruni wajahnya yang cantik, perempuan itu meremas tangan besar yang merengkuhnya, isakan itu semakin terdengar jelas ketika Rosa menatap sendu lengan besar Jaeran. Perempuan itu melepaskan rengkuhan tersebut lalu tersenyum manis pada sang suami dan melengos masuk ke dalam kamar mereka, Rosa bergurau guna mencairkan suasana yang begitu canggung. Akan tetapi sepertinya Jaeran masih terlalu emosional hingga tak dapat membendung air matanya kembali, pemuda itu mengulas senyum tipis dan kemudian memandang wajah sang istri, saat ini pemuda tersebut tak ingin membahas apapun yang membuat perempuannya meninggalkannya lagi.
Dirga mungkin sudah menunggu di dalam ruangan menyebalkan itu, namun tidak ada satu niat pun bagi Rosa meninggalkan kamar tersebut apalagi melangkahkan kakinya keluar dari pergumulan dibawah kasur bersama sang suami, perempuan itu semakin menarik selimutnya itu dan semakin tenggelam dalam dekapan prianya. Rosa tertegun ketika dengar penuturan suaminya yang begitu mendadak dan terkesan sekali menuntut, “kalo aku tanya sesuatu apa kamu bakal jawab?” Perempuan itu terdiam sejenak lalu mengulum bibir bawahnya tipis.“Tergantung,” perempuan itu menjawab seadanya. Akan tetapi pemuda tersebut tak langsung pada pertanyaan yang ingin ia tanyakan, karena ia sendiri tidak mau melakukan kesalahan yang akan memberikan dampak pada hubungan antara keduanya. Jaeran beringsut dari tidurnya lalu mengubah posisinya menjadi menghadap ke arah sang istri, tatapan matanya yang dalam dan tak lepas tersebut membuat kening Rosa berkerut bingung. Agak
Hilda muak dengan semua alasan yang diberikan oleh Jerome lelaki tersebut jarang sekali menemuinya hanya untuk pergi melakukan aktivitas yang dapat menghindari pertemuan mereka tak hanya saat berada dilingkungan kampus saja, di apartemen pun kini pemuda itu jarang sekali ada di dalam ruangan tersebut. Perempuan itu menggeram lalu berjalan melewati beberapa pintu yang sedikit terbuka, belum lama teman sang tunangan Aisyah juga baru saja melakukan pindahan rumah di dekat apartemen Jerome dan memohon agar menjadi tetangga sebelah rumah. Masalahnya dengan Rosa sudah cukup rumit dan ditambah kedekatan Jerome dengan sahabatnya, Hilda Cuma bisa menghela panjang seraya tersenyum miris. Terlihat dari balik pintu itu jikalau pemuda tersebut merasa senang ketika bersama perempuan lain dan bukan bersamanya, Hilda menjadi lebih iri terhadap perlakuannya terhadap Aisyah. Aisyah menggerutu dalam hati pada saat pemuda enggan menyebutkan nama yang membuat sang pemuda kesal, lalu langkahnya terhenti
“MANA BUKTINYA!!!?” Jerome mengusap wajahnya gusar kemudian menggeleng perlahan karena tidak mungkin itu terjadi, Jena terus mendesak agar pemuda itu mengaku apa yang telah dia lakukan pada sang kakak’ ipar. “TAPI BUKAN AKU MA?!!” seru lelaki tersebut yang melengos pergi. Ia terus berjalan tanpa memedulikan yang lain dan menarik lengan panjang Aisyah. Perempuan itu bingung apa yang telah terjadi selama ia berada di depan.Jaeran diam saja sampai di detik berikutnya, perempuan yang berada dibalik punggungnya itu mengulum bibir masam, pemuda itu memegang kuat telapak tangan istrinya itu. Kemudian mengusapnya seraya menyalurkan ketenangan, lelaki tersebut masih tetap diam meski tau kondisinya tak kondusif seperti ini, Jaeran mengajak Rosa masuk ke dalam rumah lalu mendudukkannya pada sofa single. Pemuda itu tersenyum begitu manis, Rosa turut tersenyum saat melihat sang suami mengulas senyum padanya, perempuan itu mengangguk sambil
Seharian penuh Jaeran hanya menatap wajah sang istri yang tengah memasak makanan untuknya, setelah beberapa hari diet atau lebih tepatnya tidak berselera makan karena sesungguhnya pemuda lebih suka masakan sang istri daripada masakan perempuan lain, Jaeran menatap sambil tersenyum manis pada Rosa yang memberikan kernyitan heran. Perempuan itu masih tetap fokus akan pekerjaannya sebagai seorang istri. Satu kecupan mesra berhasil ia dapatkan saat sedang menata ruang makan, perempuan tersebut terkejut ketika mendapat itu, namun si pelaku malah semakin membuat sang istri merasa tidak nyaman. Rosa menatap sendu wajah sang suami kemudian mengulas senyum manis pada lelaki tersebut, “kenapa gak sekalian aja dibibir!” Gerutu Rosa yang kontan saja di dengar oleh Jaeran.“Ouh boleh?” Rosa memutar bola matanya jengah dan menoyor kepala pemuda itu.“Ya gak bolehlah!” Seru perempuan tersebut geram. Pemuda itu tergelak b
Maria memanipulasi semuanya termasuk dalam data kandungan Rosa serta anak yang dikandungnya sendiri, perempuan itu sengaja melakukan langkah terakhirnya itu untuk mengambil lelaki yang tak sepantasnya dia perjuangankan selama ini, ini sudah di rencana terakhirnya dan gerakan terakhirnya juga. Perempuan itu berada di rumah sakit saat ini bersama seorang pemuda yang seharusnya melihat hasil perkembangan anaknya sendiri bersama Rosa- istrinya tercinta. Sedangkan Rosa terkurung dalam kamarnya dengan duduk termenung tanpa melakukan apapun di sana, terkunci rapat dalam ruangan yang amat sangat ia benci, perempuan itu tak berusaha keluar dari ruangan isolasi itu lagi karena sudah tidak asing baginya terkurung diruang terkutuk itu. Hey! Bahkan Dirga mengetahui semua itu, Rosa menatap jam dinding yang berdeting dengan cepatnya, ketika mendengar suara pintu terbuka lebar ia berharap agar sang suami mengeluarkannya dari sana dan membawanya pulang. Namun nyatanya tidak, dokter yang selalu membu
Jaeran menolak percaya dengan apa yang dikatakan oleh perempuan di depannya saat ini pemuda itu tersenyum sarkastik ketika Maria selalu berusaha menghasutnya dengan berbagai cara untuk membuat keretakan rumah tangganya itu semakin menarik paksa hatinya untuk jatuh terlalu dalam pada sang pemuda tersebut, Jaeran menatap wajah Maria yang terlihat tak ada kebohongan. Pemuda tersebut mengambil langkah tegas lalu menarik kenop pintu saat kemudian mengusap wajahnya tampak gusar, pemuda itu kini bingung harus percaya dengan siapa, pasalnya pemuda tersebut tak pernah bisa menaruh kepercayaan pada adiknya sendiri. Namun juga ia tidak harus memercayai kata-kata Maria, maniknya membelalak begitu melihat sang istri sedang berbaring di atas sofa panjang milik sang adik, tangannya terkepal kuat kemudian Jaeran menatap wajah sang Jerome dengan tatapan mata kebenciannya.Pemuda tersebut mengepalkan tangannya lalu berjalan melewati pintu apartemen maniknya mengerjap penuh kemu
Rumah terlihat berantakan karena tidak ada yang memerhatikan, Rosa menatap sendu wajah suaminya yang tampak acuh terhadap perempuan tersebut, Rosa merasa sesak ketika sang suami tak memedulikannya kala itu. Perempuan itu masih diam meski tau kondisinya tengah mengandung anak pertama, itu tak memberikan kesan yang baik untuk perasaannya; perempuan yang saat melengangkan kakinya masuk ke dalam dapur itu meraih benda tumpul yang sering ia gunakan untuk memasak. Rosa mengeratkan genggaman tangannya pada benda tersebut tak lama ponselnya bergetar hebat, perempuan itu masih tetap memandang wajah sang suami yang tak mau menoleh ke arahnya. Sakit sebenarnya bagi Jaeran melakukan hal ini akan tetapi terlalu banyak yang pemuda tersebut pikirkan ketika mengambil keputusan tersebut, "kamu ngapain?" Rosa tersenyum senang ketika mendengar suara berat Jaeran. Namun senyumnya sirnah ketika tau siapa yang ia ajak bicara."Kayanya aku udah gak ada artinya lagi dimata kamu'.