Jerome tentu tak banyak mengambil tindakan karena ia sangat paham bagaimana resikonya dan apa yang akan terjadi jika hal itu dialami oleh sang kakak, ketika sebuah keputusan secara sepihak diambil, Jaeran tak mau membuat kesalahan dengan menjadikan adiknya dokter jaga yang menangani sang isteri. Namun karena keadaan mendesaknya akhirnya ia melakukan hal gila itu, dirasa Rosa sudah lebih baik. Pemuda itu tak sungkan-sungkan menebar kemesraan dihadapan semua orang termaksud adiknya, ... lelaki itu bahkan mampu membuat yang lain merasa iri. Hari itu, hari peluncuran bukunya yang terbaru disaat keadaan terdesak seperti itu Jaeran pergi meninggalkan rumah dan tak kunjung kembali, semua masih terlihat sangat baik dimata Rosa. Maria datang kedalam kehidupan mereka bukan tanpa sengaja, rasa ketertarikan perempuan itu benar-benar diluar perkiraan dirinya. Berawal dari pertemuan tak sengaja mereka yang terjadi disebuah cafe dan itu cukup berkesan bagi perempuan itu, Jaeran yang tak pernah mau bermain dibelakang Rosa tidak sekali pun ada berniat mendua sang isteri. Itu yang membuat Maria merasa memiliki keinginan dalam sebuah hubungan. Namun semakin lama hubungan keduanya semakin dekat, ... dan lelaki itu tak ada maksud membuat sang isteri merasa sedih, Jerome yang jelas melihat kerengangan itu langsung manjadikan hal itu alasan untuk mendekati sang kakak ipar. Kabar kehamilan Rosa sudah menyebar keseluruh keluarga dan kerabatnya tak terkecuali, perempuan tersebut ingin mengatakannya secara jelas ketika hari jadi pernikahan mereka. Akan tetapi ada yang berniat merubah rencananya, ... tentu Maria tak akan tinggal diam saja saat mendengar kabar itu, wanita itu mencoba merubah semuanya dengan pikiran liciknya. Jerome yang mengetahui tak akan menyangka jika Jaeran bisa lebih memercayai orang lain daripada isterinya sendiri. Jaeran sangat mencintai Rosa terlihat dari sudut pandang teman-temannya yang melihat segimana bucinnya lelaki itu terhadap perempuan tersebut dan bagaimana cara lelaki itu bersikap ketika sedang bersama isterinya.
View MoreJaeran mengecup pelan surai sang isteri yang masih terlelap dengan lemah lembut pria itu membangunkan Rosa yang masih tertidur pulas. Jaeran melihat ke arah arlojinya lalu memeluk pinggang sang isteri sesaat, tak mungkin jika dirinya melakukan olahraga erotis dipagi hari seperti ini. Suara dentingan ponsel membuat Rosa merasa terganggu, karena tak ingin sang wanita merasa badmood dipagi yang cerah ini dengan terpaksa Jaemin mengubah mode silent pada pengaturan ponselnya. "Mau tidur sampai jam berapa, hm?" Tanya Jaeran dengan nada rendah dan tenang.
"Bentar lagi, ih. Ngantuk semalam aku setoran banyak sama editor ..." Jaeran mendengus lalu beranjak darisana dan melangkah ke arah kamar mandi. Sekiranya tak ada suara lagi, Rosa membuka kelopak matanya kemudian mencari sosok suaminya, karena hampir diseluruh penjuru rumah Jaeran tak ada dan tak ia temukan.
Rosa lantas berteriak dan menjerit ketakutan akan Jaeran yang meninggalkannya. Air matanya luruh berjatuhan, pria itu yang melengan keluar dari kamar mandi tersentak melihat sang isteri menangis saat melihatnya. "Shhtt, ... aku di sini, gak akan ke mana-mana. Udah ya," Jaeran mengusap pelan pipi tirus Rosa lalu merengkuhnya ke dalam pelukkan hangat lelaki itu.
Jaeran menghela panjang seraya mengusap surai Rosa yang masih terisak. "Jangan tinggalin aku lagi," pemuda itu terkekeh lalu menggenggam tangan sang isteri dan berjalan ke arah dapur. "... kamu taukan sebegitu takutnya aku kehilangan kamu?"
Jaeran menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadap Rosa yang menatapnya penuh makna. "Bukan kamu ajh, aku juga takut kehilangan kamu ... jangan pikirin yang aneh-aneh lagi, gak baik buat kesehatan kamu."
Jaeran mengangkat telepon dan melirik ke arah Rosa yang sedang membuat roti bakar untuk sarapan mereka, setelah memutuskan panggilannya pemuda memeluk tubuh ramping isterinya secara tiba-tiba dari belakang. "Hari ini aku ada pasien, kamu gak ke mana-manakan?" Rosa menggeleng pelan lalu meletakkan roti yang baru ia panggang di atas piring saji.
"Ada apa?"
"Nanti jadwal kamu kontrol, ..." ucap Jaeran mengingatkan. Wanita itu menghentikan aktifitasnya dan menatap sang suami tak banyak reaksi, Rosa masih diam dan tak menjawab peringatan Jaemin.
"Aku udah sehat," Jaeran mengulum bibirnya tipis dan tak berkata apapun. Pria itu tau dari kejadian beberapa saat lalu tentu kondisi sang isteri belum sembuh benar dari trauma yang menderanya.
"Karena kamu udah sehatkan? Jadi harus dicheck." Pelan pemuda yang mencoba membujuk Rosa.
"Kenapa gak kamu ajh yang meriksa? Kan kalian satu profesi, ... sama-sama ahli kejiwaan?" Jaeran tersekat saat sang isteri mulai mendebatnya dengan kesabaran yang masih tersisa, pemuda itu mencoba untuk tak sakit hati akan perkataan sang isteri.
"Sayang--- tentu kamu tau, dia dokter yang menangani kamu dari sebelum kita nikah," Rosa masih tak merespon dengan baik, wanita itu memegangi kepalanya yang kian pening. Jaeran yang melihat itu langsung saja, menurunkan tangan perempuannya itu dan menuruti keinginan isterinya. "Okey, okey, kita gak akan kontrol! Puaskan?" Rosa mengulas senyum lalu memeluk tubuh bongsor sang suami, Jaemin terpaksa melakukan hal itu karena tak ingin terjadi sesuatu yang lebih buruk.
"Makasih," bisiknya melirih. "Aku sayang kamu, Na." Dekapan itu dipererat oleh Jaemin dan tanpa sadar air mata lelaki itu turun begitu saja.
"Aku juga sayang kamu sampai mau gila rasanya, ..." balas Jaeran yang akhirnya berangkat kerja.
Herina menatap Jaeran yang datang tak bersama isterinya, ... pemuda itu mendengkus saat berada diruangan teman semasa kuliahnya dulu. Herina tau masalah yang dihadapi oleh pria itu berat mengingat apa yang membuat mereka saling jatuh cinta dan memutuskan bersama. "Bagaimana Rosa?" Jaeran menggeleng pasrah, lelaki itu menatap nerawang langit biru dari luar jendela.
"Masih sama, ..."
"Saran gue, kenapa gak loe panggil Jerome ajh. Adik loe kan juga satu profesi sama kita dan kebanyakan pasien yang dia tangani sembuh secara total." Jaeran tak yakin dengan keputusannya itu, memanggil Jerome memang bukan hal yang buruk. Namun memikir apa yang akan terjadi membuat pemuda semakin mengurungkan niatnya.
"Gue gak mau sesuatu terjadi,"
"Jangan ada keraguan kalo loe mau isteri loe sembuh dan bisa memiliki keturunan, Jae. Pikirin saran gue baik-baik, biar bagaimanapun Jerome masih adik loe. Diluar dari hubungan kalian yang kurang begitu baik, pentingin juga kesehatan Rosa." Jaeran masih diam tak banyak merespon saran dari Herina sampai perempuan itu beranjak pergi darisana.
Rosa berjalan memasuki rumah megah yang ia ketahui itu adalah rumah keluarga Minendra, perempuan masuk begitu saja selayaknya pemilik rumah. Rosa terkejut melihat seorang wanita menatapnya tak suka karena masuk tanpa izin. Wanita itu mengusir Rosa lalu itu tak membuat isteri dari Jaeran itu takut. "Menantu mama kapan datang?" Tegur sang ibu mertua yang cukup buat perempuan disebelahnya terkatup rapat.
"Baru, ma. Ouh ya ini siapa?"
"Calon Jerome," Rosa mengangguk pelan lalu tersenyum ramah. Perempuan yang mengulas senyum tipis itu memaklumi sikap perempuan yang baru saja menariknya keluar. "Gak sama Jaeran? Padahal mama kangen lho sama anak sulung mama ..." ujar sang ibu mertua kecewa.
"Nanti dijemput kok, ma." Mama mengangguk lalu menggandeng tangan Rosa berjalan ke dalam rumah. Perempuan paruh baya itu menceritakan tentang kondisi putra bungsunya yang akhir-akhir ini menanyakan tentang isteri kakaknya sendiri.
Mama yang menyinggung soal bayi tak sengaja membuat hati Rosa sakit dan memori yang terputar dalam benaknya menampilkan wajah Jaeran yang senang terhadap anak kecil. Perempuan itu tersenyum pilu saat ingat betapa sempurnanya seorang Gernandra Jaeran dan mau menerima perempuan cacat seperti dirinya. Sebuah cairan bening menetes tanpa sadar, Rosa yang tak mau berlama-lama di sana memutuskan untuk pulang saja dan tak menunggu sang suami datang. Sesampainya dirumah perempuan langsung mengurung diri dalam kamar dan menguncinya, Jaeran yang juga baru pulang dari rumah sakit dibuat terkejut dengan pintu kamar yang terkunci. Pria itu mengetuk pintunya lalu mencoba melakukan panggilan. "Rosa," panggil Jaeran pelan.
Sedangkan Rosa terus saja meracaukan hal yang tak penting. "Aku gak bisa ngasih anak," isaknya pelan dalam kamar mandi. "Aku mandul, ..." Jaeran mendengar sesuatu jatuh dari dalam kamar mandi. Karena perasaannya mulai tidak enak terhadap sang isteri, Jaemin tak berpikir dua kali dan langsung mendobrak pintu kamarnya sendiri.
Pemuda itu berlari ke arah kamar mandi, betapa terkejutnya lelaki itu melihat kondisi sang isteri yang kian hancur. "ROSA!!?" pekiknya terkejut lalu menggendong sang isteri ala bridle style.
Jaeran meletakkannya dengan hati-hati diremasnya tangan sang isteri dengan penuh rasa khawatir. "Jangan sakit, ... jangan lakukan hal yang bisa membuat aku kehilanganmu, ayo sembuh. Biar kita bisa memiliki keturunan ..." pedih Jaeran yang ikut menangisi akan penderitaan sang isteri.
Rosa menatap sayu sang suami dibelainya surai kibiruan milik Jaeran. "Na, ... ayo kontrol," lirih perempuan yang mampu saja membuat senyum dibibir pemuda itu terbit. Jaeran mengangguk antausias, kemudian menghubungi Herina agar segera datang ke kediamannya.
Setelah beberapa saat diperiksa, Herina menghela lelah. "Kamu tuh jangan terlalu memusingkan hal yang gak penting."
"Apa anak gak penting?"
"Penting, ... tapi bagaimana mau memiliki anak kalo kamu diajak ketemu aku gak mau!!" Omel Herina yang malah dibalas tawa kecil oleh Rosa. Herina ikut tertawa kecil dan menatap perempuan yang tengah berbaring itu lurus. Selepas Rosa tertidur, Herina pergi menemui Jaeran yang duduk termenung sendiri. "Sebaiknya loe ikutin saran gue, dan yang gue dengar dari isteri loe. Jerome udah ada calon, ... jadi loe gak perlu khawatir." Herina pergi begitu saja tanpa mempedulikan si pemilik rumah.
Sudah lima bulan berlalu namun Rosa belum ada perkembangan juga, entahlah rasanya Jaeran ingin mengubur semua harapannya, sebentar lagi persalinan sang istri dan ia masih belum menjenguknya hingga sejak terakhir kali bertemu. Wajah cantik Rosa selalu terbayang di dalam benak lelaki tak lama sang mama mengusapinya dengan lembut, sebenarnya ia merindukan sang istri; saat kabar sang istri akan dioperasi pemuda itu begitu terkejut dengan keputusan Dirga yang tak meminta persetujuannya. Ia juga masih ingat betul bagaimana sikap Dirga ketika dirumah sakit, tak jarang Lami mengabarinya. Aslinya Dirga gak sebegitu marah sama sang adik ipar, Cuma lelaki itu memang sangat jarang menegur orang dan rasa gak sukanya itu terhadap membuat sifat Dirga seperti orang yang tak memiliki rasa kemanusiaan. “Na! Makan!” Panggil mama yang lagi ada di dapurnya. Tam ada sahutan dari sang sulung membuat Jena menahan rasa gemasnya, anaknya itu jika sudah sedih suka sekali menguruskan badannya.
Jaeran sebenarnya kesal pasalnya daritadi ia bertanya namun tak ada yang menjawab hingga pemuda itu tertidur dibangku tunggu, itu sontak saja membuat Sarah merasa iba padanya. Sarah menepuk pundak lelaki itu agar beristirahat dirumah saja, namun Jaeran tak mau menuruti perkataan sang kakak iparnya tersebut. Namun Sarah tak memaksakan hal itu, perempuan itu hanya memandang lurus lorong rumah sakit, emosi Dirga sedang tidak stabil jika sang suami melihat adanya kehadiran Jaeran bisa kembali naik pitam lelaki tersebut. Jaeran menatap dengan memohon pada perempuan yang hampir melengang dari tempat itu, Sarah menghembuskan nafasnya pasrah lalu menjelas semua permasalah yang terjadi dan bagaimana Rosa bisa mengalami pendarahan. “Sebenarnya bukan pure kesalahan Jerome tetapi karena kamu benci sama adikmu, jadi kamu menyalahkannya. Andai saja kamu tidak bertemu dengan perempuan itu, ini semua tak akan terjadi.” Jaeran sebenarnya ingin menyalahkan Sarah yang menyudutkan orang lai
Jena memerhatikan anaknya yang tengah mencuci piring tetapi setelah ditelaah lagi putra sulung terlihat agak lebih kurus itu membuatnya merasa sang menantu tak benar dalam mengurus sang anak, perempuan tua itu tersenyum lalu menepuk pundak putranya sendiri. Jena agak merasa keki ketika berdiri disamping putranya sendiri, pasalnya sudah berapa bulan Jaeran tak datang ke rumah hanya untuk melihatnya atau sekadar memberikan uang bulanan padanya. Jaeran melirik sekilas sang mama kemudian melengang dari dalam, pemuda itu jelas tau apa yang dibahas sang mama itu kenapa ia membawa sang mama ke arah dalam kamar tamu. Pemuda itu menghela pendek sebelum membuka obrolan di antara mereka berdua, pandangannya sinis lalu menajamkan kedua pendengarannya. “Mama kalo bicarakan hal yang gak penting mending mama pulang,” Jena terperanjat saat Jaeran mengusirnya dari sana.“Kamu ngusir mama?” Pemuda itu berdeham lalu melengos dari sana seraya merapikan style
Jerome menaruh rasa curiga dengan perempuan yang sedang duduk mengamatinya dari dekat sofa panjang, pemuda itu merasa aneh dengan ketidak hadiran sang pemilik acara dari awal hingga selesai, Lami pun ikut menyindir Maria yang mati-matian tak bisa menahan diri untuk tidak dekat-dekat dengan kakak iparnya itu. Lami menahan kesal agar tetap menjalankan acara dengan baik kala itu sampai selesainya acara tersebut perempuan yang memiliki hubungan darah dengan Rosa itu beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya menuju kamar sang kakak. "Udah kali menelnya, masih aja menel. Gak ingat kemarin yang ngajak baikan siapa?!" Ketus perempuan itu yang langsung bergegas pergi meninggalkan halaman rumah."Sirik aja sih!" Seru Maria sinis."Ya gak sirik lah! Calon gue lebih kaya dari cowok yang ada disebelah loe!!" Balas Lami tak kalah nyinyir, sedangkan Jerome menghela panjang dan mengalihkan pandangannya pada pintu kamar sang kakak ipar. Lelaki itu mendadak cem
Rosa duduk menatap layar kaca televisi, perempuan itu baru saja mendapatkan kabar bahwa sang editor telah mengundurkan diri sebagai seorang editor karena masalah yang tak bisa dijelaskan. Jujur saja perempuan itu terkejut sudah berapa lama ia tak pernah berhubungan dengan editornya, selama Ayu lah yang sudah banyak membantunya dalam proses belajar kepenulisan. Perempuan itu tak bertanya siapa editor penanggungjawab selanjutnya pada pihak atasan, namun dari setiap group chat bisa dirinya tebak dengan mudah siapa selanjutnya. Jaeran mematikan televisi saat masuk ke dalam rumahnya itu, perempuan tersebut tak fokus pada apa yang telah dia lihat, pemuda itu tersenyum tipis kemudian merangkul pinggang sang istri. Digenggamannya sudah ada hasil pemeriksaan medis atas pengulangan tes ulang uji coba darah. "Maafin aku selama ini gak pernah percaya sama kamu," cicit lelaki tersebut memelan.Perempuan itu menoleh cepat lalu mendengus dingin saat mendengar suara sang suami,
Herina menyambut baik kedatangan Rosa dengan memeluk tubuh ramping itu erat, perempuan yang kini duduk di kursi terapi tersebut kembali menuangkan semua keluh kesahnya. Herina menghela panjang seraya mencatat apa saja yang perlu diperhatikan dalam konsultasi kali ini. Tak banyak yang dapat Herina bantu saat konsultasi berlangsung namun paling tidak Rosa bisa mengurangi pikirannya, dan mengurangi munculnya dosis tambahan dalam konsumsi obat-obatannya. Herina mengulas senyum tipis kemudian melangkah menuju meja kantor, lalu meraih ponselnya dan menekan nomor telepon sang teman dekat, Rosa masih memejamkan matanya menikmati angin yang berhembus pada rambut hitam panjang miliknya. "Kamu gak suka sama harumnya? Apa besok mau aku ganti aja?" Rosa menatap langit ruangan tersebut."Gak usahlah, terlalu berlebihan.""Kalo buat kamu nyaman, ya gak apa-apa. Lagipula aku juga perlu kok." Sudah tak ada sahutan lagi dari sang lawan bicara lalu Rosa menari
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments