PoV Syahdan
**
Sepasang netra Ummi memandang tajam kami berdua yang sedang bertikai. Lebih tepatnya kami saling mempertahankan pendapat masing-masing. Di mana istriku Naya kekeuh minta berpisah sementara aku ingin bertahan.
Harusnya Naya paham, mengapa aku bertahan? Aku bertahan untuk sebuah kehormatan. Kehormatan Abi dan Ummi serta masyarakat yang percaya pada kami dimana anak-anak mereka dititipkan disini untuk menimba ilmu.
Jiwa muda ini memang sulit dibendung, aku yang dipaksa dewasa dan tidak ada yang memahami diriku. Aku kehilangan masa mudaku, aku kehilangan itu.
Aku dituntut dewasa dan mereka semua tak ada yang paham termasuk Naya. Hanya Vika yang mau mendengar keluh kesah ku. Dia tak banyak menuntut ku ini dan itu. Aku menikmati bersamanya hanya untuk bersenang-senang saja.
Ummi mendekat membuat degup jantungku semakin berulah. Ku tatap Naya yang nampak tenang.
"Naya, Syahdan apa yang kalian ributkan? Naya, kenapa kamu membuka aib suamimu sendiri? Kamu tahu dosa hukumnya membuka aib suami kamu. Kamu hapus story WA itu!" bentak Ummi pada Naya.
Istriku itu sedikit terkejut dibentak Ummi namun dia berusaha tenang. Dihirupnya oksigen dalam-dalam.
"Ummi tahu alasanku, selama ini aku sabar Ummi, aku yang selalu disudutkan. Aku yang disalahkan. Aku yang dipertanyakan. Kenapa Naya sendiri?Kenapa tidak ditemani suami mengantar anak dan kenapa aku harus berjuang sendiri saat aku sakit?
Saat anak sakit kenapa aku sendiri menjaga dan mengantar ke rumah sakit? Aku punya suami seperti tidak punya suami, Ummi. Kesalahan terbesar Mas Syahdan, Dia selingkuh lagi dan punya pacar baru. Aku gak bisa memaafkan yang namanya penghianatan. Ummi pasti tahu perasaanku!" kata Naya dengan suara bergetar.
Aku merasa tersudut saat istriku membongkar semua kebusukan ku. Ummi kemudian memandangku dengan raut gusarnya.
"Naya, seharusnya kamu paham kalau suami kamu itu sibuk. Dia adalah calon pengganti Abi. Syahdan khilaf saja, Naya. Tidak seperti yang kamu sangkakan. Ummi yakin wanita itu hanya teman dia saja. Karena Syahdan pernah berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahannya.
Saat ini yayasan sekolah kita akan menerima murid baru. Ummi gak mau karakter Syahdan terbunuh dengan adanya postingan kamu. Jangan kamu sebar lagi Naya, pahamilah perasaan Ummi sekeluarga."
Ummi berusaha tenang menghadapi Naya yang keras. Walau aku tahu dia jengkel setengah mati akan sikapku. Tetapi Naya nampak tak terima, dia tersenyum getir memandang Ummi dan lebih mirip senyum mengejek.
"Mengapa harus selalu dia yang harus aku pahami, dia calon penerus Abi namun Mas Syahdan tidak pernah serius. Pernah Ummi tahu dia main game sampai larut. Cekikikan sambil menelepon seseorang dan aku gak tahu itu siapa. Dia ada waktu buat dirinya dan temannya namun dia gak ada waktu buat aku dan Ahmad. Suami seperti itu apakah layak ku pertahankan, Ummi?"
"Naya, semua fasilitas sudah kamu terima. Seharusnya jadi istri itu kamu harus bersyukur. Ummi juga menyalahkan Syahdan akibat dia tidak tanggung jawab secara batin sama kamu namun kebutuhan lahir mu sangat berlebihan diberikan. Kamu harus sabar, Naya. Kita jadi istri itu harus banyak sabar!" kata Ummi masih berusaha membelaku dan meyakinkan Naya.
"Terlampau sakit rasanya punya suami namun suami mendua seperti ini. Aku udah tak bisa bersabar lagi. Aku punya hati, Ummi. Aku memang butuh materi tetapi aku juga butuh dia sebagai suamiku. Jika pun Mas Syahdan tak mau berpisah maka lebih baik aku saja yang mengajukan pisah!" kata Naya menatap tajam diriku.
Aku tak habis pikir dengan dia. Seharusnya dia kalem saja saat Ummi menasehati namun dia menjadi pembangkang dan entah apa yang mengubahnya menjadi seperti ini.
"Naya, kamu sadar Abi sakit. Kamu sadar. Apa kamu mau lebih memperburuk suasana dengan begitu kondisinya menjadi semakin drop.
Oh, Naya ummi dengar kamu konsultasi segala ke pakar pernikahan tentang rumah tangga kalian. Banyak yang nanyain Ummi, banyak yang chat Ummi bertanya tentang rumah tangga kalian. Gara-gara saran mereka kamu minta pisah, iya Naya? Apa yang ada dipikiran kamu sehingga kamu bersikap seperti itu sama suami kamu sendiri?"
Ummi masih mempertahankan pendapat agar Naya berubah pikiran untuk tidak minta pisah dariku.
"Mas, aku udah gak sanggup ngadapin kamu dan Ummi. Kamu gak kasihan sama Ahmad?"
Naya bertanya padaku mungkin lelah menjawab pertanyaan Ummi yang bertubi-tubi. Aku menghela napasku berusaha tenang. Walau semua kerusuhan ini akulah dalang nya.
"Ummi, lebih baik kita duduk saja dulu. Mari Nay, cairkan suasana dulu dan kita hadapi dengan kepala dingin."
"Syahdan, kamu tahu gara-gara kamu. Banyak kerugian yang didapatkan. Travel kita akan kosong kalau mereka tahu orang yang diteladani seperti kalian berdua ternyata menyimpan duri dalam pernikahan. Kamu putuskan hubungan terlarang kamu jika ada dan kamu balik lagi sama Naya, paham kamu!"
Kali ini omelan Ummi tertuju padaku, aku tak habis pikir dari mana Naya tahu tentang Vika. Padahal kami bertemu secara sembunyi-sembunyi tetapi akhirnya sebuah bangkai tercium juga.
"Iya Ummi, Syahdan bisa pastikan kalau Naya salah. Hmm… Nay aku tak sengaja pegang tangannya karena ada kotoran disela tangannya jadi aku bantu membersihkannya dan di sana ramai, Nay, wanita itu bukan pacarku. Dia juga sudah punya calon suami dan itu temanku yang hobi juga nonton bola," kataku membela diri dengan gusar.
Walau kalimat ku belepotan aku gak peduli yang penting aku ingin damai saja saat ini tak mau dipersalahkan. Kasihan Abi bila dia tahu maka akan menggoyang fasilitas ku dan segala kenyamanan yang ku punya.
"Kamu berdusta padaku. Aku tahu kamu membohongiku. Ummi, kenapa yang salah harus dibela. Bagaimana jika Ummi ada di posisiku Apakah Ummi akan bertahan menghadapi ini?!" tanya Naya yang masih tidak bisa terima atas sikapku.
Dia marah pada Ummi karena terkesan mempertahankan reputasi demi sebuah penilaian yang dianggap luar biasa padahal ada bangkai yang ditutupi.
"Naya, kamu gak pernah tahu rasanya menjadi Ummi. Seujung kuku kamu gak tahu. Sekarang supaya kamu tahu, mari ikut Ummi."
Ummi menarik tangan Naya untuk ikut dengannya. Aku pun merasa heran kemana Ummi ingin mengajak Naya.
"Apa sih Ummi. Lepasin aku!" Naya berontak tak terima.
"Syahdan kamu juga ikut!"
Ummi memaksa kami pergi dan mengikutinya. Entah untuk tujuan apa. Naya beserta aku akhirnya ikut walau dengan keadaan terpaksa Naya mengikuti Ummi.
**
Kami tiba di rumah sakit setempat. Kami bertiga berjalan dengan satu tujuan ke kamar Abi. Ummi hanya diam saja dari tadi, entah apa yang dia pikirkan.
"Assalamualaikum, Abi," ucap Ummi di telinga Abi saat kami sampai. Dia tertidur pulas dengan selang infus dan alat kesehatan lainnya. Ummi mendesah dan membiarkan Abi tertidur seperti itu. Ada banyak saudara yang menjaga di sana, semuanya khawatir akan kondisi Abi.
Sesaat Naya tampak lesu ketika harus dihadapkan dengan kondisi sakit Abi. Sudut matanya berair, aku tak tahu apakah dia menangis karena kasihan pada Abi atau karena dia saat ini tak bisa pisah dariku.
"Shaydan."
Abi terbangun saat beberapa lama kami tunggu dia. Suara serak khas milik Abi membuat senyum diraut wajahku. Sosok Ayah yang tegas yang selalu memanjakan aku.
"Abi."
Aku membantunya, diikuti Umi dan di sana Naya masih diam mematung dengan tatapan kosong.
"Mana cucu Abi, Nak. Sudah lama tak ke sini. Abi rindu," ucapnya dengan suara parau.
"Di rumah, Abi. Sudah tidur, besok akan Syahdan bawa ya," kataku menenangkan hatinya. Abi mendesah menahan rasa sakit yang mendera karena kondisi yang cukup parah. Dia didiagnosa dokter terkena kanker darah high risk dan harus sering kemoteraphy.
"Naya, apakah Syahdan banyak menyakiti kamu?" tanya nya tiba-tiba pada Naya. Naya terkesiap dan dia tidak bisa membohongi diri kalau hatinya banyak ku lukai. Dengan gelengan dia mendesah kecil.
"Mas Syahdan tidak menyakitiku, Abi," ucapnya dengan parau.
Aku merasa bagai dipukul balok kayu karena ucapan Naya adalah sebuah keterpaksaan. Naya merasa hancur disana dan dia beranjak pergi dengan hati terluka.
"Maaf, Abi," ucapnya meninggalkan ruang privat rumah sakit itu. Abi menjadi bingung karena sikapnya.
Sampai Naya di luar, Ummi, mengejar begitupun dengan aku.
"Naya, kamu lihat kondisi Abi. Sudah lama dia menderita sakit. Apa kamu tega melukai hatinya dengan perceraian? Untuk saat ini hanya ini yang bisa Ummi tunjukkan karena ada masalah yang lebih besar dari itu yang Ummi belum siap siapapun tahu!"
Dahiku mengernyit dan aku tak paham maksud Ummi? Naya masih diam saja tak terima keputusan itu. Hatinya menolak untuk bersamaku.
"Baiklah, kamu pikirkan saja dulu. Ummi mau kesamping Abi dan menemaninya. Ummi harap untuk saat ini kamu paham," kata Ummi berlalu. Naya tetap diam mematung disana.
Sesaat aku menjauh karena gawai ini bergetar. Aku mengangkatnya setelah memastikan sudah jauh dari Naya yang dari tadi menghayal seorang diri itu.
"Halo," bisik ku.
"Mas, ada pertandingan bola lagi nih, cepat kamu ke sini, Mas. Udah mau tayang nih," ucap Vika.
Aku mendesah, malam sudah semakin larut dan aku lupa kalau janjian sama teman-teman buat nonton bareng gara-gara nungguin Naya pulang.
"Iya, nanti aku ke sana. Sebentar ya," ucapku berbisik,
Aku pun berbicara sesaat dengan Vika. Berbicara dengannya akan membuat aku lupa dengan masalahku. Saat sambungan telepon terputus. Aku menoleh dan melihat Naya di belakangku.
Aku terlonjak dan sudah berapa lama dia disana. Naya mendengkus marah menatapku tajam, dia kemudian berlari setelah melihat sendiri kelakuan ku dibelakangnya.
"Naya!" panggilku, namun dia terus berlari.
Bersambung
Story Wa Istriku bag 50.**PoV Syahdan."Nay, kita diundang di acara pernikahan boy dan Vika. Kita datang ya?" Ucapku pada Naya, dia hanya tersenyum samar."Aku malas, Mas.""Kenapa? Aku tak bisa datang sendiri dan aku mau datang bersama kamu," ucapku dengan lembut ke istriku seperti sebuah permohonan."Nanti dia melihatku tak senang. Dia itu masih menginginkanmu!""Tidak mungkin. Lihatlah bocah suaminya itu. Sangat mencintai Vika dan orang tuanya juga memaksa menikahkan mereka.""Kenapa kita harus datang kesana!" ucapnya ketus. Aku hanya tersenyum melihat wajah cemberutnya."Kita kan diundang, Nay. Jadi sebaiknya lita datang. Kita tunjukkan juga sama Vika kalau kita itu pasangan yang harmonis,""Ya sudah baiklah. Aku ikut!" ujarnya mengalah."Terima kasih, sayang." ucapku. Naya mengulas senyum. Lama kami saling menatap. Tiba-tiba aura saling menginginkan berubah. Ku dekatkan wajahku ke Naya dan dia sepertinya
Story Wa Istriku bag 49.**"Ana diterima, Mi." kudengar suara Ana yang bahagia. Bahagia kenapa?"Ustaz Fikri menerima Ana!" Lanjutnya."Assalamualaikum," aku bersuara. Suamiku melirikku dengan senyuman."Abi, Nenek ...." Ahmad berlari ke arah Mas Syahdan yang berbaring sementara kedua asisten dan Baby sitter menunggu di luar."Sini, sayang!" kata Mas Syahdan menyuruhku duduk dekat dengannya. Aku duduk di dekatnya."Maaf ikutan nimbrung. Siapa yang menerima Ana," kataku penasaran."Ustaz Fikri, Kak Naya. Alhamdulillah dia bersedia menjadi suami Ana," lanjut adik iparku dengan wajah sumringah berseri. Aku tersenyum sembari memberi ucapan selamat."Alhamdulillah, Ana. Selamat semoga acara lancar dan disegerakan pernikahannya," ucapku, walau aku tahu Ana baru saja lulus, mungkin tak ada niat melanjutkan pendidikannya."Terima kasih, Kak Naya.""Hmm .... Ana sudah mantap, K
Story Wa Istriku bag 48.**POV Author.Naya keluar dari ruang privat Syahdan. Membiarkan sang suami beristirahat agar kondisi nya lekas pulih. Rasa bahagia terasa nyata, apalagi Naya memegang pipinya yang memerah akibat ucapan cinta barusan yang dikatakannya. Memalukan, padahal sudah suami istri namun bila mengucapkan kata itu rasanya agak aneh juga."Naya!" suara itu membuat Naya berpaling melihat siapa yang memanggilnya."Mama, Ummi dan Ana!" seru Naya melihat kedatangan orang tuanya. Mama langsung menghambur memeluk Naya, bergantian Ummi dan Ana."Maafkan kami karena sudah membuat Mama, Ummi dan Ana jadi repot menyusul kesini," ucap Naya, pasti mereka lelah belum lagi akan mengalami jetleg."Tak apa, Nay. Bagaimana kabar Syahdan. Ummi mau berjumpa!" seru Ummi."Mas Syahdan sedang istirahat supaya kondisinya cepat pulih. Operasi di perut berjalan lancar. Kita sama-sama berdoa semoga Mas Syahdan lekas pulih, Mi." ucap Naya pada
Story Wa Istriku bag 47.**PoV Naya."Papa!" seruku saat melihat Papa berjalan dengan langkah cepat menghampiriku."Bagaimana Syahdan, Nay?" tanya Papa dengan raut wajah cemas. Aku memeluknya dengan netra yang basah."Sedang di tangani dokter, Pa!" Papa mengelus lenganku memberikan aku kekuatan dengan sentuhannya."Sabar, dear. Kamu banyakin doanya. Semoga Syahdan lekas sembuh,""Dimana Ahmad, Pa?" tanyaku ke Papa sambil mengurai pelukan kami,"Dia di rumah dan aman walau tadi mengamuk minta ikut. Tetapi sebaiknya dia di rumah saja dulu bersama asisten dan perawatnya," ucap Papa."Terima kasih, Pa." Papa mengangguk kan kepalanya, aku mendesah sambil mengelap kasar mataku. Dari tadi yang kulakukan hanya menangis.Cukup lama kami menunggu. Hingga akhirnya dokter keluar. Secara cepat kami mendatangi dokter itu."Wie ist der Zustand meines Kindes, Doktor?"(Bagaimana kondisi anak saya, Dokter?) Papa berbica
Story Wa Istriku bag 46.**PoV Naya.Mama menghubungi melalui panggilan video, aku tersenyum sekaligus memandang Papa."Mau kah Papa berbicara pada Mama?" tanyaku padanya,"Papa malu, karena meninggalkan mamamu, dia pasti marah sama Papa," lirih Papa menarik napas panjang."Mama gak marah lagi karena Mama merasa ini sudah takdir, Mama menunggu, Pa!" ujarku dengan lembut. Dia akhirnya mengangguk. Ku tekan tombol terhubung."Assalamualaikum," ucap Mama di seberang panggilan."Waalaikum salam,""Naya, sudah ketemu sama Papa, nak?""Alhamdulillah, Ma. Sudah,""Bagaimana kabar Papa, nak?""Mama bicara sendiri ya," kataku, kulihat wajah mamaku pias. Aku tahu, dia sampai detik ini masih mencintai Papa, walau dia bilang tidak cinta lagi namun, Mama gak bisa membohongi aku. Alasan Mama tak mau menikah lagi juga cukup klise, Mama takut dikhianati dan sakit hati lagi sehingga Mama memilih sendiri sampai detik in
Story Wa Istriku bag 45.**PoV Naya."Guten tag." Mas Syahdan memanggil. Kami menunggu di luar rumah sederhana namun berdesain klasik itu. Udara dingin menusuk tulang ku, masih musim gugur namun dinginnya eropa sudah terasa, mungkin akan lebih dingin lagi bila masuk winter. Suamiku membetulkan jaket yang kupakai. Mas Syahdan sekarang berubah jadi suami perhatian dan terkadang genit. Tetapi aku menyukainya. Sudah lama sekali aku ingin dia perhatian padaku.Kami menunggu diluar beberapa saat kemudian keluar pria paruh baya dengan jaket dan topi. Dia menatap kami dengan kerutan di dahinya. Tubuhku bergetar melihat wajah papaku, sudah lama sekali aku tidak melihatnya. Terakhir kali aku melihatnya saat usiaku tujuh belas tahun. Mama berpisah dengannya saat aku masih remaja. Bahkan, dia tak datang ke pesta pernikahanku. Alasannya dia sakit dan mendoakan yang terbaik buatku.Aku adalah anak yang tumbuh tanpa Papa saat aku beranjak dewasa. Kasih sayan
Story Wa Istriku bag 44.**PoV Syahdan."Vika, sayang," Boy datang dengan bunga ditangannya. Dia kemudian memberikannya pada Vika namun wanita itu malah membuang muka."Vika, ini buat mu sebagai ucapan permintaan maaf ku," seru Boy duduk didekat Vika."Kamu yang ngatur ini, Syahdan!" Vika melirikku tak terima. Aku diam sebentar karena air wajah Vika berubah tak senang."Boy, kepikiran kamu terus, Vik. Pagi, siang, sore dan malam. Yang ada di hati nya cuma kamu," ucapku membela kekasihnya agar Vika mau memaafkan Boy dan bersama dengannya lagi."Udah aku bilang sama kamu, Boy. Kalau aku gak bisa menerima kamu. Kamu masih bocah dan pemuas tante-tante. Aku malu punya pasangan kayak kamu apalagi dijadikan suami. Lebih baik anak ini pergi saja selamanya," ucap Vika ketus, Boy mencebik pada Vika namun dia menghembuskan napas panjang berusaha agar Vika tak emosi."Vika, menggugurkan kandungan adalah perbuatan dosa dan melanggar hukum.
Story Wa Istriku bag 43.Khusus Dewasa Anak Kecil Mohon Jangan Baca**"Abi, Ahmad rindu sekali sama Abi," Ucap Ahmad memeluk Syahdan. Syahdan melirik Naya dengan kecewa padahal dia mau menuntaskan hasrat yang dipendamnya buat sang istri. Cinta memang membuat orang gila, dan rasa inilah yang sekarang dirasakan Syahdan. Dia merindukan Naya, istrinya.Syahdan mengambil anaknya buat di dudukkannya di pangkuannya. Dia kemudian mencium pipi anaknya."Ahmad gak nakal kan di rumah Nenek?" tanya Syahdan, Ahmad menggelengkan kepalanya."Enggak dong. Nenek baik sekali,""Kita pulang lagi yuk ke rumah. Abi sendirian gak ada kamu dan Ummi. Abi kangen sama Ahmad terutama kangeeenn sekali dengan Ummi," ucap Syahdan mengalihkan netra memandang genit sang istri. Naya mencibir sambil membuang muka kemudian dia tersenyum kecil tak tahan digoda Syahdan."Iya, inikan sudah malam. Besok saja kita pulang. Mau kan, Ummi.
Story Wa Istriku bag 42.**PoV Author"Nay, nanti malam tunggu aku ya. Aku percaya pada istriku." Syahdan berbisik lagi pada Naya sejurus kemudian dia mengedipkan matanya. Naya menelan salivanya, dia pasti sengaja bertingkah genit seperti itu.Naya menghembuskan napas dan berpura-pura tak ambil pusing dengan sikap Syahdan."Mari Ustadz Fikri," kata Naya mengulas senyum. Fikri juga memberi senyum dan mempersilahkan Naya masuk keruang guru untuk berdiskusi. Syahdan mendesah kecewa namun dia berusaha sabar saja dan berpikiran positif kalau istrinya ke sini buat membicarakan prestasi anak mereka dan ada orang tua murid yang lainnya.Syahdan mendapat telepon setelah Naya masuk ruang guru dan dia harus menjadi pemateri disebuah pertemuan. Dia hanya perlu datang karena jadwal nya sudah ditentukan."Bagaimana perkembangan anak saya Ustadz?" tanya Naya saat dia mendapat giliran berbicara dengan Ustadz Fikri. Ahmad juga di panggil agar mengetahu