Story W* Istriku bag 8
**
PoV Naya
Aku sudah merasa curiga dengan gerak-gerik Mas Syahdan. Seketika wajahnya berubah pias, pasti dia menyembunyikan sesuatu dariku. Dia dengan pandai berkilah dan pergi begitu saja dengan alasan mengambil buku.
Aku ingin mengejarnya dan mengumpulkan bukti baru untuk menjatuhkannya, mungkin saja dia dan wanita itu janjian melakukan hubungan terlarang. Mas Syahdan pernah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di masa lalu. Jika kedapatan melakukan kesalahan lagi dengan berzina maka aku boleh meninggalkannya. Membawa Ahmad bersamaku dan pergi dari hidupnya.
Mas Syahdan pernah menangis sambil berkata kalau dahulu dia dijebak temannya dengan mencampur minuman keras ke gelasnya, mereka kemudian bersenang-senang dan di sanalah hubungan terlarang itu terjadi.
Dari sumber yang terpercaya aku mendengar kejadian itu, mereka minta uang agar berbagai photo nya tidak disebar. Abi dan Ummi murka saat itu dan hatiku begitu perih mengetahui perbuatan suamiku. Walau dia dijebak namun jika dia bisa menjaga marwahnya sendiri sebagai penerus Abi tentu hal itu tidak akan terjadi.
Nyata nya dia tak berubah, masih suka nongkrong dan melakukan hal tak penting ditambah dia punya wanita lain. Saat ini mungkin hanya pacaran namun seberapa kuat dia menahan diri agar mereka tidak melakukan hubungan terlarang dan siapa yang bisa menjamin.
Saat kaki ini hendak melangkah, Mama berkata padaku.
"Naya, mengapa wajahmu terlihat murung, sayang? Kamu sakit, Nak?"
Aku menggelengkan kepalaku, Mama menarik tanganku untuk duduk didekatnya. Akhirnya suamiku itu pergi dengan langkah cepat.
"Apakah Syahdan nyakitin kamu lagi. Terus bagaimana keputusan kamu?"
Aku merasa bingung harus bagaimana menjawab tanya Mama, aku dilema dalam mengambil sikap. Disaat aku ingin kekeuh berpisah, keluarga Mas Syahdan menginginkan aku bertahan karena Abi sekarat.
"Nggak tahu, Ma. Naya cuma kasihan sama Abi. Kalau saja dia tidak sakit maka lain ceritanya."
"Naya, Syahdan kok lama sekali perginya. Padahal seminar keluarga bahagia itu akan dilaksanakan satu jam lagi. Hmm, kamu bisa kan sayang hubungi suami kamu itu dulu," sela Ummi menyambung.
Entah dia dengar atau tidak pembicaraanku dengan Mama. Aku menghembuskan napas gusarku. Rasanya aku malas menghubungi Mas Syahdan karena kami baru saja bertikai sebelum ke rumah sakit.
"Ummi aja yang hubungi dia!" ucapku dengan malas.
Ummi berusaha agar aku dan Mas Syahdan memiliki hubungan baik, semua karena Abi dan demi Abi. Sebesar itu kah cinta nya pada sang suami.
"Nay, bisa Ummi bicara sebentar sama kamu." Pinta Ummi dengan kening berkerut. Aku mendesah sejurus kemudian kulirik Mama, Mama mengangguk padaku. Mama juga pamit padaku karena dia harus ke Resto lagi.
"Baiklah, Ummi," ucapku pelan.
Dengan senyum tipis Ummi mengajakku ke sebuah taman yang ada di rumah sakit itu. Sebenarnya Ummi itu baik, dia bukan mertua yang suka mengatur kehidupan rumah tanggaku.
Namun dia terkadang tak bisa melihat letak kesalahan anaknya dan terlampau memanjakan bahkan menutupi kekurangannya. Ummi adalah sahabat Mama. Dengan polos aku mau dijodohkan dengan anak temannya karena kata Mama aku bisa belajar banyak di yayasan yang sudah terkenal mencetak generasi islami yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur.
Aku sebenarnya sudah lama mengenal Mas Syahdan. Namun tak pernah berbicara banyak hal, karena aku sering menyambangi yayasan untuk mengikuti kajian rutin.
Beberapa kali dia didapuk menjadi pemateri. Aku terkesima mendengar kelihaian dia berbicara didepan umum. Diusia yang masih muda, dia sudah mendulang prestasi, menjadi pemateri dibeberapa tempat.
"Naya, apa kamu masih marah dengan suami kamu?" tanya Ummi saat kami sudah duduk di sebuah bangku taman rumah sakit setempat itu.
Aku tersenyum getir mendengar tanya mertuaku itu.
"Untuk apa Ummi bertanya itu, bukankah Ummi seharusnya tahu bagaimana perasaanku."
"Ummi tahu anak Ummi belum menjadi imam yang baik untukmu, dia masih punya banyak kekurangan untuk itu dengan hati merendah Ummi meminta kamu juga membimbingnya. Syahdan pernah melakukan hal yang fatal di masa lalu dan kamu memaafkannya walau hati kamu tergores.
Entah bagaimana jadinya kalau dia tanpa kamu saat itu. Ummi yakin tak salah meminta kamu menjadi istri Syahdan karena kamu wanita yang kuat seperti Ummi."
Aku merasa bingung dengan perkataan Ummi, apa yang sebenarnya dia mau?
"Apa maksud Ummi berkata itu, aku tak paham."
"Maafkan sikap Syahdan, Naya. Ummi akan tegur keras dia jika melakukan salah lagi."
"Tetapi salahnya dia sangat banyak, Mi. Aku tahu aku salah karena membuka aibnya namun dia sangat egois bukankah sudah aku katakan bagaimana dia pada Ummi."
"Iya, Ummi janji akan bertindak tegas padanya kalau mengulang kesalahan lagi."
Aku diam berpikir apa jalan terbaik untuk rumah tanggaku.
"Naya, Ummi mau bertanya padamu. Apakah kamu mencintai Syahdan?"
Kulirik Ummi dengan wajah gusar. Aku tersenyum getir lagi.
"Cinta, rasanya terkikis oleh sikapnya."
Ummi mulai sesenggukan disana, aku meliriknya dan mulai merasa tak tega.
"Mengapa Ummi menangis?"
"Ummi sudah anggap kamu anak sendiri, Ummi kasihan sama Ahmad, cucu Ummi jika kalian terus berlarut-larut bertengkar seperti ini. Naya, berikan lagi kesempatan Syahdan ya. Ummi mohon,"
Aku merasa kasihan dengan Ummi. Tak tega aku menyakitinya, bila dikatakan Ummi tipe mertua idaman. Dia dengan bangga mengenalkan ku dengan beberapa temannya dan memujiku di sana.
Beberapa kali aku diminta menjadi pemateri dan sering mengajak berkumpul bersama dalam acara keluarga, hanya dia mementingkan citra diri demi kesuksesan yayasan. Lantas entah kurang bimbingan membuat sikap Mas Syahdan suka seenaknya sendiri dan egois sebagai suami.
"Sudahlah Ummi, jangan menangis."
Aku memeluknya untuk membuat dia merasa sedikit tenang. Bisa kurasakan sebagai istri seorang pemimpin Ummi dituntut sempurna. Dia melakukan semua ini demi dedikasinya pada yayasan dan cinta pada Abi.
"Terima kasih, sayang. Sekarang kamu hubungi ya suami kamu." pinta Ummi mengurai pelukan kami. Dengan desahan aku mengangguk.
Ummi mengelus pundak ku dan berlalu meninggalkanku membiarkan aku berbicara dengan Mas Syahdan.
Aku dalam mode panggilan dan menunggu Mas Syahdan mengangkatnya. Beberapa saat menunggu akhirnya dia mengangkatnya.
"Halo." ucapnya diseberang.
"Dimana kamu?" tanya ku to the point.
Sekilas kudengar suara seorang wanita.
"Dia bersamaku!"
Aku terkejut, saat akan bertanya lebih lanjut panggilan di akhiri sepihak. Siapa wanita yang bersama suamiku.
**
"Naya, bagaimana di mana Syahdan?" tanya Ummi saat aku sudah kembali ke depan ruang privat kamar Abi.
"Tidak tahu Ummi. Entah kemana Mas Syahdan. Namun aku mendengar ada suara wanita Ummi apa bersama pacarnya. Mas Syahdan tetap tidak akan berubah."
Ummi terlihat gusar padahal baru saja dia meminta agar aku memaafkan kesalahan anaknya.
"Ummi bisa pastikan kalau wanita itu tidak ada hubungan apapun dengan Syahdan. Sekarang kamu pergi ke seminar dengan SyahNur ya. Ummi akan urus sesuatu." ujar Ummi dengan wajah berkilat marah, entah apa yang akan diurusnya.
Mau tidak mau aku pergi dengan adik Iparku bersama Ahmad juga baby sitter nya. Dalam perjalanan gawaiku bergetar dan ada sebuah pesan dengan gambar suamiku yang pipinya dicium seorang wanita.
'Aku dan kekasihku, aku ingin bertemu kamu untuk sebuah penjelasan kalau aku dan dia saling cinta. Kamu sama sekali gak berarti buatnya.'
Mataku memanas membaca pesan itu, apa Mas Syahdan ada disana, biar sekalian aku beri pelajaran mereka.
Bersambung.
Story Wa Istriku bag 50.**PoV Syahdan."Nay, kita diundang di acara pernikahan boy dan Vika. Kita datang ya?" Ucapku pada Naya, dia hanya tersenyum samar."Aku malas, Mas.""Kenapa? Aku tak bisa datang sendiri dan aku mau datang bersama kamu," ucapku dengan lembut ke istriku seperti sebuah permohonan."Nanti dia melihatku tak senang. Dia itu masih menginginkanmu!""Tidak mungkin. Lihatlah bocah suaminya itu. Sangat mencintai Vika dan orang tuanya juga memaksa menikahkan mereka.""Kenapa kita harus datang kesana!" ucapnya ketus. Aku hanya tersenyum melihat wajah cemberutnya."Kita kan diundang, Nay. Jadi sebaiknya lita datang. Kita tunjukkan juga sama Vika kalau kita itu pasangan yang harmonis,""Ya sudah baiklah. Aku ikut!" ujarnya mengalah."Terima kasih, sayang." ucapku. Naya mengulas senyum. Lama kami saling menatap. Tiba-tiba aura saling menginginkan berubah. Ku dekatkan wajahku ke Naya dan dia sepertinya
Story Wa Istriku bag 49.**"Ana diterima, Mi." kudengar suara Ana yang bahagia. Bahagia kenapa?"Ustaz Fikri menerima Ana!" Lanjutnya."Assalamualaikum," aku bersuara. Suamiku melirikku dengan senyuman."Abi, Nenek ...." Ahmad berlari ke arah Mas Syahdan yang berbaring sementara kedua asisten dan Baby sitter menunggu di luar."Sini, sayang!" kata Mas Syahdan menyuruhku duduk dekat dengannya. Aku duduk di dekatnya."Maaf ikutan nimbrung. Siapa yang menerima Ana," kataku penasaran."Ustaz Fikri, Kak Naya. Alhamdulillah dia bersedia menjadi suami Ana," lanjut adik iparku dengan wajah sumringah berseri. Aku tersenyum sembari memberi ucapan selamat."Alhamdulillah, Ana. Selamat semoga acara lancar dan disegerakan pernikahannya," ucapku, walau aku tahu Ana baru saja lulus, mungkin tak ada niat melanjutkan pendidikannya."Terima kasih, Kak Naya.""Hmm .... Ana sudah mantap, K
Story Wa Istriku bag 48.**POV Author.Naya keluar dari ruang privat Syahdan. Membiarkan sang suami beristirahat agar kondisi nya lekas pulih. Rasa bahagia terasa nyata, apalagi Naya memegang pipinya yang memerah akibat ucapan cinta barusan yang dikatakannya. Memalukan, padahal sudah suami istri namun bila mengucapkan kata itu rasanya agak aneh juga."Naya!" suara itu membuat Naya berpaling melihat siapa yang memanggilnya."Mama, Ummi dan Ana!" seru Naya melihat kedatangan orang tuanya. Mama langsung menghambur memeluk Naya, bergantian Ummi dan Ana."Maafkan kami karena sudah membuat Mama, Ummi dan Ana jadi repot menyusul kesini," ucap Naya, pasti mereka lelah belum lagi akan mengalami jetleg."Tak apa, Nay. Bagaimana kabar Syahdan. Ummi mau berjumpa!" seru Ummi."Mas Syahdan sedang istirahat supaya kondisinya cepat pulih. Operasi di perut berjalan lancar. Kita sama-sama berdoa semoga Mas Syahdan lekas pulih, Mi." ucap Naya pada
Story Wa Istriku bag 47.**PoV Naya."Papa!" seruku saat melihat Papa berjalan dengan langkah cepat menghampiriku."Bagaimana Syahdan, Nay?" tanya Papa dengan raut wajah cemas. Aku memeluknya dengan netra yang basah."Sedang di tangani dokter, Pa!" Papa mengelus lenganku memberikan aku kekuatan dengan sentuhannya."Sabar, dear. Kamu banyakin doanya. Semoga Syahdan lekas sembuh,""Dimana Ahmad, Pa?" tanyaku ke Papa sambil mengurai pelukan kami,"Dia di rumah dan aman walau tadi mengamuk minta ikut. Tetapi sebaiknya dia di rumah saja dulu bersama asisten dan perawatnya," ucap Papa."Terima kasih, Pa." Papa mengangguk kan kepalanya, aku mendesah sambil mengelap kasar mataku. Dari tadi yang kulakukan hanya menangis.Cukup lama kami menunggu. Hingga akhirnya dokter keluar. Secara cepat kami mendatangi dokter itu."Wie ist der Zustand meines Kindes, Doktor?"(Bagaimana kondisi anak saya, Dokter?) Papa berbica
Story Wa Istriku bag 46.**PoV Naya.Mama menghubungi melalui panggilan video, aku tersenyum sekaligus memandang Papa."Mau kah Papa berbicara pada Mama?" tanyaku padanya,"Papa malu, karena meninggalkan mamamu, dia pasti marah sama Papa," lirih Papa menarik napas panjang."Mama gak marah lagi karena Mama merasa ini sudah takdir, Mama menunggu, Pa!" ujarku dengan lembut. Dia akhirnya mengangguk. Ku tekan tombol terhubung."Assalamualaikum," ucap Mama di seberang panggilan."Waalaikum salam,""Naya, sudah ketemu sama Papa, nak?""Alhamdulillah, Ma. Sudah,""Bagaimana kabar Papa, nak?""Mama bicara sendiri ya," kataku, kulihat wajah mamaku pias. Aku tahu, dia sampai detik ini masih mencintai Papa, walau dia bilang tidak cinta lagi namun, Mama gak bisa membohongi aku. Alasan Mama tak mau menikah lagi juga cukup klise, Mama takut dikhianati dan sakit hati lagi sehingga Mama memilih sendiri sampai detik in
Story Wa Istriku bag 45.**PoV Naya."Guten tag." Mas Syahdan memanggil. Kami menunggu di luar rumah sederhana namun berdesain klasik itu. Udara dingin menusuk tulang ku, masih musim gugur namun dinginnya eropa sudah terasa, mungkin akan lebih dingin lagi bila masuk winter. Suamiku membetulkan jaket yang kupakai. Mas Syahdan sekarang berubah jadi suami perhatian dan terkadang genit. Tetapi aku menyukainya. Sudah lama sekali aku ingin dia perhatian padaku.Kami menunggu diluar beberapa saat kemudian keluar pria paruh baya dengan jaket dan topi. Dia menatap kami dengan kerutan di dahinya. Tubuhku bergetar melihat wajah papaku, sudah lama sekali aku tidak melihatnya. Terakhir kali aku melihatnya saat usiaku tujuh belas tahun. Mama berpisah dengannya saat aku masih remaja. Bahkan, dia tak datang ke pesta pernikahanku. Alasannya dia sakit dan mendoakan yang terbaik buatku.Aku adalah anak yang tumbuh tanpa Papa saat aku beranjak dewasa. Kasih sayan