Share

bab 1

-

bab 1

-

Suasana di pagi hari ini terasa ramai dan sumpek. Banyak siswa-siswi yang memadati area lorong kelas 10 yang berhadapan langsung dengan lapangan utama. Sedangkan di lapangan utama yang berukuran 26 meter x 14 meter itu sedang penuh karena adanya pertandingan dadakan dari kelas yang melakukan jadwal olahraga pagi ini.

Pena melepas kedua sepatu fantovelnya, kemudian ia berlari menatap satu titik ーatau, tokoh yang membuat kemarahan seketika memancar di wajah putihnya itu. Teman satu kelasnya, Abdi, sedari pagi tadi sudah menggoda Pena hingga membuat kemarahan gadis itu meninggi.

Puncaknya, Abdi yang berdiri beberapa meter jauh dari Pena di lorong sekolah itu menggoyangkan pantatnya sembari memeletkan lidah, agaknya sedang meledek dan menggoda. Benar saja, Pena langsung mengejar Abdi dan melempar satu-persatu sepatunya guna memberi pelajaran. Tapi nahas, tidak ada yang tepat sasaran.

Dari situlah bencana pertama dimulai.

Kemudian secara tidak sengaja atau takdir atau bahkan sebut saja nasib sial, salah satu sepatu fantovel Pena mengenai dahi lebar seorang pemuda garang dengan julukan bos besar yang sudah terkenal di Nufa. Salah satu orang yang paling Pena hindari di sini. Sekaligus salah satu saingan terberatnya dalam menggeser papan peringkat paralel sekolah di setiap tes yang diadakan.

Albino Syahrian.

"SIAPA YANG LEMPAR?!"

Pena meringis mendengar teriakan penuh kemarahan itu. Ia membalikkan badannya perlahan, hendak kabur. Namun usahanya gagal total saat suara berat Albi sudah terdengar tepat di belakang kepalanya. Belum lagi tangan kekar pemuda dengan julukan bos besar itu menarik kuat rambut panjang Pena hingga gadis itu tidak bisa kabur.

"Orang tua lo gak pernah ngajarin buat tanggung jawab ya?"

Sialan.

"Gak usah bawa-bawa orang tua gue!" Pena menyentak kesal tangan Albi yang seenaknya saja menarik rambut panjangnya yang hari ini dikuncir kuda, membuatnya sedikit berantakan dan tentu saja ーsakit.

Albi mengangkat sebelah alis, berusaha mengabaikan perubahan ekspresi Pena setelah Albi menyinggung orang tuanya. "Makanya, jangan sok mau kabur. Lo gak jago-jago amat dalam hal sembunyi, Pevita Natalia."

"Jangan sok kenal!" tukas Pena langsung sambil melotot garang.

Keduanya bertatapan sengit beberapa saat, sebelum sebuah tepukan nyaring dari samping membuat Pena dan Albi kompak membuang muka.

"Jangan demen berantem. Entar malah jatuh cinta lagi ujung-ujungnya," kata Abdi tanpa dosa.

"Najis!"

Pena dan Albi saling memandang sinis, karena menjawab secara serempak begini membuat Pena jadi geli dan ngeri sendiri.

"Ngapain gue demen sama cewek kolot macam dia?" Albi mendecih pelan dan memandang Pena rendah, seperti tengah mencela.

"Eh lo juga gak usah sok iyes ya! Berandal aja banyak gaya!" sahut Pena sewot sambil menunjuk Albi sarkas, ikut mencela.

"Iya deh iya yang namanya bersih tanpa noda." Albi mengangguk-angguk cuek. "Tapi berandal yang ada di hadapan lo ini si jenius sekolah kalo lo lupa," sambungnya pamer.

"SONGONG BANGET ANJIR!"

Abdi terkikik geli melihat perdebatan langsung antara dua jenius Nufa di hadapannya ini. Agaknya orang-orang jenius juga jago bacot dan hobi saling debat ya ーpikirnya.

Pena menoleh, menyadari keberadaan Abdi dengan mata melebar. "LO!!!" Tunjuknya marah kemudian kembali mengejar Abdi yang kembali kabur- berbalik arah dengan telapak kaki yang hanya dilapisi kaos kaki putih- seketika lupa dengan sepatu fantovelnya yang sudah tak lagi melekat di masing-masing kakinya.

Albi menghela napas sambil menipiskan bibir. Kemudian merunduk melihat sebelah sepatu fantovel Pena yang tadi sempat mendarat keras di dahinya. Cukup membuat kulit permukaan Albi merah dan sedikit perih sih. Albi memutar pandangan ke belakang, mendapati lagi sebelah sepatu fantovel Pena yang lain. Kaki-kaki panjangnya hendak melangkah membawanya menuju sepatu yang tergeletak di atas lantai ubin koridor beberapa meter di belakangnya itu. Namun langkah Albi lagi-lagi terhenti kala melihat sosok bunga sekolah yang muncul dari balik dinding pilar lapangan utama, yang kemudian mengambil sebelah sepatu Pena dan membuangnya ke tempat sampah terdekat.

"Kamu gak perlu seperhatian itu sama cewek asing, Albi. Sedangkan tunanganmu sendiri gak pernah tuh kamu sentuh?" tanya gadis cantik itu merasa tersinggung dengan sikap sederhana Albi terhadap Pena tadi.

"Orang kayak lo gak pernah pantes dapet sentuhan dari gue," balas Albi datar dan tak berperasaan. Kemudian berbalik meninggalkan gadis itu sambil menenteng sebelah sepatu fantovel Pena.

Gadis itu menggeram, matanya menatap punggung sosok tunangannya dengan nyalang tanda marah. Kedua tangannya terkepal kuat sambil membatin dengan perasaan emosi- mengatai Pena dalam hati.

"Pevita Natalia, cewek sialan."

Gadis itu adalah Minerva Anjani. Sosok gadis dengan julukan bunga sekolah yang didambakan para adam di SMA Nufa.

-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status