Flashback
"Yank, aku hamil," kataku pagi itu saat Rama menjemputku di tempat kost ku."Apa? Nggak salah kamu Yank? Bukanya kita sudah selalu berhati hati," jawab Rama terlihat sangat kaget."Aku tadi sudah coba pakai testpack Yank. Dan hasilnya positif. Aku juga tidak tau Yank. Terus kita harus gimana?" kataku makin cemas dan mulai menangis."Haduh bagaimana ya Yank, apa kita coba jatuhkan saja? Kan kita masih semester dua juga kan Yank, kita masih muda," katanya sambil memegang tanganku."Aku tak ingin menambah dosa lagi Yank. Sudah banyak sekali dosa yang kita lakukan,""Aku tahu itu Yank. Tapi apa lagi yang harus kita lakukan? Kalau sampai orang tua kita tahu, bisa gawat Yank. Mereka pasti tak akan menerima ini. Semua malah akan lebih runyam. Aku pun belum siap menjadi seorang ayah," katanya sambil mengacak rambutnya sendiri."Aku pun bingung Yank. Tapi satu yang pasti aku tak ingin menambah dosa lagi, dan aku minta kamu bertanggung jawab Yank, sebelum perutku ini semakin membesar. Aku ingin tanya sesuatu. Apakah kamu benar benar mencintaiku?" "Aku sungguh sungguh mencintaimu Yank, saat ini dan sampai kapanpun," katanya meyakinkanku."Kalau memang kamu benar benar mencintaiku, maka kamu pun akan bertanggung jawab pada kehamilanku ini," Rama diam beberapa saat, aku tahu dia pasti sangat bingung dan takut saat ini, sama sepertiku. Di usia kami yang masih sangat muda, dan masih semester dua, kami belum siap untuk menikah. Salah kami juga yang terlalu berani dalam berpacaran, hingga lupa akan akibat yang datang.Saat itu kami masih berstatus menjadi mahasiswa semester dua, di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Pahlawan itu. Karena jarak dari rumah ke kampus yang jauh, sekitar dua setengah jam perjalanan, akhirnya orangtua ku memperbolehkanku ngekost. Namun sayang aku menghianati kepercayaan mereka, aku tak bisa menjaga diri. Enam bulan berpacaran dengan Rama, nyatanya kami sudah sering melakukan perbuatan haram itu.Sedangkan Rama, adalah asli warga Surabaya. Dia adalah anak seorang kepala sekolah sebuah SMA di sana. Dia sama seperti ku, dua bersaudara, namun dia adalah anak bungsu, sedangkan Kakak perempuannya, sedang kuliah kedokteran di kota Malang, dan sudah semester akhir. Setiap hari dia akan mengantar jemputku dari kost ke kampus. Selama berpacaran enam bulan itu, aku belum pernah sekali pun aku ke rumahnya. Karena aku juga belum siap."Baiklah aku akan bicarakan hal ini dengan keluargaku. Kamu yang sabar ya Yank. Maafin aku juga dulu telah memaksamu melakukan semua ini. Kita akan melewati semua ini bersama sama," dia berkata padaku sambil tersenyum."Terima kasih Yank kamu mau bertanggung jawab. Ini adalah kesalahan kita berdua, jadi kita berdua lah yang harus menanggung akibatnya. Namun aku tak akan memberitahukan kehamilan ini dulu pada orangtua ku Yank. Aku menunggu sampai orang tuamu memberikan restunya," Setelah itu, Rama membicarakan semua ini dengan orang tuanya. Dan mereka pun sangat marah. Mereka berharap banyak dari anak laki lakinya itu, dan mereka tak ingin Rama menikah muda. ***** ***** *****Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per
Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud
"Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya
Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m
Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi
Pov VaniaMalam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu. Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku."Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis."Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t