âAku yang akan membawa keranjang ini untuk Bibi Cloe!â Gadis kecil itu berujar tegas. Dia berbalik, bermaksud pergi. Tapi Ditrian langsung menahan bahunya, hingga anak perempuan tadi berhenti. âAku yang melihatnya lebih dulu. Jadi berikan padaku!â tukas Ditrian dengan tekanan di akhir katanya. Lawan bincangnya menoleh dan lantas membantah, âkau tidak dengar? Keranjang bunga untuk anak perempuan. Memang kau perempuan?!âTangannya menepis pegangan Ditrian, lalu mengamati anak laki-laki itu sambil tersenyum miring. âYah ⌠karena kau merengek terus, kau memang mirip anak perempuan,â ujarnya yang lantas menyodorkan keranjang bunga itu. âAmbillah kalau kau mau!âAlih-alih meraihnya, Ditrian justru bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ya, dia pernah melihat Dan Theo melakukan itu saat bicara dengan bodyguardnya.âAnak kecil, siapa namamu?â Ditrian bertanya penasaran.âHah! Anak kecil?!â Gadis tadi menyahut sambil merapatkan alis. âAku saja lebih tinggi darimu. Beraninya
âHah!â Annelies bergegas mendorong Dan Theo agar menjauh darinya. Meski gerakan itu tiba-tiba, tapi Dan Theo bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tak sampai terhuyung. âAish!â Pria tersebut mendesis dalam batin sambil mengusap dagunya. âAda apa dengan wajah Mommy? Apa Mommy sakit?â Ditrian bertanya dengan polosnya saat mengamati ekspresi buncah sang ibu. Annelies seketika mengubah iras mukanya. Dia tersenyum, sambil membenarkan posisi dasi kupu-kupu kecil yang berada di kerah putranya. âMommy tidak apa-apa, Ian,â tukas Annelies yang kini berjongkok setinggi putranya. âOho ⌠putra Mommy sangat tampan dengan pakaian ini!â Ya, bocah lima tahun itu memang tampak menawan. Terlebih caranya melirik dan berucap sangat mirip Dan Theo. Sungguh menggemaskan. Tangan mungil Ditrian menjulur, coba memeriksa kening Annelies di hadapannya. âTubuh Mommy tidak panas. Mommy tidak demam,â katanya. Sial, tindakan anak laki-laki itu benar-benar di luar bayangan Dan Theo. Dia yang sejak tadi me
***San Carlo, musim semi.âDan Theo, lihat aku. Apa gaun ini cocok untukku?â Annelies bertanya sambil menyelipkan anakan rambut ke telinga.Sang suami yang tengah menata dasi di depan cermin, lantas mengangkat pandangan. Dari pantulan kaca, jelas sekali istrinya tampak memesona. Tapi perhatian pria itu seketika terganggu, saat mengamati belahan dada Annelies yang terpampang jelas.âIni gaun karya Fashion Designer terkenal Jenny Shu. Aku beruntung bisa mendapatkan edisi terbatas dari koleksi âCinta Musim Panasâ ini!â sambung Annelies masih menantikan pendapat suaminya.Dan Theo menarik seringai tipis, lalu menimpali pelan. âJenny Shu, ya? Sepertinya aku harus mendatangi Fashion Designer itu dan mengajarinya cara membuat pakaian dengan benar!ââHeuh? Kau bilang apa?â Annelies mengernyit karena tak mendengar kata-kata Dan Theo dengan jelas.Sang suami kini berbalik. Dia mendekati Annelies dengan raut wajah datar. Irisnya mengamati Annelies dari atas sampai bawah dengan serius.âGaunnya
Dan Theo meraih tangan Annelies sembari berujar, âkau akan tau setelah melihatnya, istriku.âDia pun menarik Annelies mangkir dari belakang vila Serena itu. Annelies jadi kian penasaran sebab Dan Theo membawanya keluar area vila.âDan Theo, sebenarnya kita mau ke mana?â Annelies bertanya sambil membenarkan cardigannya yang melorot.Sang suami yang melihatnya jadi menghentikan langkah. Dia membantu wanita itu merapikan pakaiannya yang tipis. Dia menilik sampai ke kaki istrinya dan menyadari bahwa Annelies hanya mengenakan sandal rumah.Tanpa menjelaskan tempat tujuannya, Dan Theo malah berbalik lalu berjongkok di depan Annelies.âNaiklah, istriku,â katanya yang bermaksud menggendong Annelies ke punggungnya.âAku bukan anak kecil!â sahut sang wanita tersenyum miring.Akan tetapi Dan Theo tetap mempertahankan posisi itu, hingga membuat Annelies naik ke punggungnya.âJangan bilang aku berat!â Annelies mendecak sebelum suaminya tersebut protes.Dan Theo tersenyum miring, lalu menimpali, âsi
âIstriku.â Dan Theo memanggil selaras dengan langkahnya yang kini mendekati Annelies.Tangannya merengkuh pinggang wanita itu, lalu bertanya, âkau menyukainya? Karena waktunya singkat, kami hanya menata lampu-lampu yang sudah ada.âAnnelies memindai sekitar, sepasang manik hazelnya berbinar melihat beberapa lampion berbentuk panjang khas Ceko yang terpajang di beberapa pagar. Ada juga yang menggantung di dekat taman. Sungguh, tempat itu semakin memukau dan suasana pun berubah hangat.âSangat indah, suamiku.â Annelies membalas saat menoleh pada Dan Theo.âSetiap akhir musim panas, ada festival delle Lanterne. Orang-orang Ceko akan menerbangkan lampion seperti itu di pinggir pantai.â Serena yang berada di belakang, kini buka suara.Annelies beralih menatapnya, sembari bertanya, âbenarkah? Aku baru mendengarnya, Ibu.ââYa, sebab itu Ibu selalu menyiapkan banyak lampion saat mendekati hari festival. Kalian beruntung datang sebelum akhir musim panas. Nanti kita semua bisa datang ke festiv
âKaelus? Apa yang terjadi pada wajahnya?â Cloe berujar dengan alis bertaut. Annelies yang mengerti kecemasannya pun mundur, seraya berkata, âkalian bicaralah, kami akan masuk dulu.âBegitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies dan yang lainnya beranjak ke dalam vila. Serena berjalan di depan sambil menggendong Ditrian.Tapi saat tiba di dekat pintu, dia lantas bicara pada anak buahnya, âtambah penjagaan di vila ini, terutama malam hari!ââBaik, Ketua!â balas anteknya sigap. Sementara di luar, Cloe menghampiri Kaelus dengan iras muka cemasnya. âKau terluka?â katanya saat berhenti di hadapan pria tersebut.Bukannya menimpali dengan ucapan, Kaelus justru memeluk Cloe dengan hangat. Dekapannya semakin erat seakan menyalurkan seluruh rindu yang tertahan berbulan-bulan.âKaelus, kau dengar aku? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?â tukas Cloe lagi.âEhei ⌠kita baru bertemu, tapi kau sudah mengomeliku?â sahut pria itu protes.Cloe mengembuskan napas panjang, tang