Tak peduli dresscode yang sudah disiapkan, Aliesha mendatangi acara tahunan keluarga besarnya.
Saat ini yang paling penting adalah dia harus menyiapkan kupingnya dan kesabarannya untuk diuji.
Keluarganya paling ahli dalam me-roasting seseorang yang masih jomblo atau belum memiliki momongan saat telah lama menikah.
Benar saja, begitu tiba di hotel, gerombolan tante dan omnya sudah langsung menyapa, "Ahh, lihatlah siapa yang datang!"
Selalu menyerang bersamaan dalam satu waktu, tipikal kelakuan keluarga ayahnya jika melihat mangsa empuk seperti dirinya!
"Tante..." Aliesha memasang muka ramah dan senyum yang dia paksakan.
Dalam hatinya ia tahu kalau mayoritas keluarga yang di hadapannya ini tak ubahnya sekumpulan ular berbisa dan rubah yang licik.
"Cantik sekali Aliesha, makin berumur terlihat makin glowing..." sindir salah satu Tantenya menatap setelan baju kerja yang telah Aliesha kenakan sejak pagi.
Padahal, semua orang di sini berlomba-lomba untuk berbusana seindah mungkin. Melihat sekeliling, Aliesha seperti sedang berhadapan dengan jajaran keluarga kerajaan di Eropa.
Tapi, Aliesha tak terpancing.
"Tante juga! Semakin tua, semakin banyak ubannya. Lihatlah kepala Tante yang bagian samping, ketinggalan belum disemir," balasnya pura-pura polos, “tapi, tetap keren, kok!”
Tanpa rasa bersalah, perempuan itu tersenyum.
Beberapa Om dan Tante yang dia sudah lupa siapa namanya, bahkan menahan tawa.
"Eh … tapi, adikmu sudah membawa calon pasangannya. Jadi, kamu kapan memperkenalkan pacarmu ke keluarga?" Salah satu omnya kini bertanya.
Ck!
Pertanyaan ini yang sebenarnya membuat Aliesha muak.
Tapi, kali ini dia tak mau kalah dan tinggal diam di pojokan.
"Sudah ada, Om... kapan-kapan akan saya bawa ke keluarga besar," jawabnya tanpa ragu-ragu.
"Benarkah? Oh, siapa yang beruntung mendapatkan perawan purba seperti kamu?”
Tawa menghina dari Omnya membuat Aliesha, tersenyum sinis. "Eh, setidaknya saya tidak punya skandal dengan sekretaris pribadiku, Om..." jawabnya cepat.
Pria tua di depannya itu sontak melotot. "Hey, berani-beraninya kamu!"
"Saya tidak menuduh Om melakukan selingkuh saat di kantor atau business trip. Saya hanya mengatakan itu asal-asalan saja, Om. Tak perlu khawatir. Toh istrimu juga tidak pernah tahu kalau ada video yang tersebar ke mana-mana."
Sekarang, giliran Aliesha yang berlalu dengan bangga.
Rupanya keputusannya untuk ikut acara reuni tak seburuk dugaannya.
Dia memiliki bakat terpendam untuk “menghidupkan” suasana.
"Aliesha! Ke marilah!" Seorang wanita yang menurut ingatannya adalah kakak dari ayahnya melambaikan tangan.
"Iya, Tante. Apa kabar?" sapa Aliesha dengan anggun dan elegan.
"Baik. Kamu sekarang agak kurusan. Makanya, cepat merit biar terlihat subur dan terawat!’ ucapnya, “Ini masih ingat dengan saudara sepupumu, Sarah?"
Tantenya yang julid itu memperkenalkan anaknya pada Aliesha kalau-kalau dia sudah lupa.
"Oh, tentu. Sarah anak sulung Tante bukan?"
Aliesha menjabat tangan perempuan itu dengan lembut.
Dia memperhatikan penampilan sosok di depannya yang lebih mirip sebagai wanita simpanan pejabat daripada wanita terhormat.
"Iya, betul. Dia seumuran kamu! Anaknya sudah dua. Satunya sudah kelas dua SD dan yang kecil sudah masuk playgroup. Kamu gimana?" sindir Tantenya lagi, "Jangan karir terus, dong! Nanti kalau sudah tua seumuran Tante dan belum menikah, kamu bakalan menyesal. Ayo, cepat nikah!"
“Benar. Nanti, kamu makin susah ketemu yang pas, loh!” timpal sang sepupu dengan sok.
Aliesha menahan senyum memperhatikan kelakuan ibu dan anak yang merasa paling benar itu. Jujur saja dia merasa sakit hati dengan komentar keluarga besarnya sendiri yang tak punya hati.
"Saya akan segera menikah setelah mapan secara ekonomi. Soalnya, saya takut jika nanti saya harus jadi pelakor atau jadi simpanan pejabat tua renta untuk membeli popok anak saya," balas Aliesha akhirnya.
“Apa?” Kedua wanita itu sontak geram dan merasa sakit hati dengan sindiran tajam itu.
"Perawan tua kurang ajar! Kau–” kalau tidak ingat ada banyak orang di sini, mungkin dia sudah menjambak atau memukul keponakannya itu.
Tapi dia tak mau merusak citra yang sudah dibangunnya selama ini hanya gara-gara berkelahi dengannya.
"Lebih baik jadi perawan tua, tapi kaya raya. Daripada jadi gundik simpanan!" potong Aliesha cepat.
Rupanya Aliesha tak mau kalah dan masih melanjutkan pembalasannya. Gadis yang dulunya pendiam dan penurut ini sekarang sudah berani melawan.
"Nona!"
Entah dari mana datangnya, Noah tiba-tiba muncul di belakangnya.
Nafasnya terengah-engah karena berlari sekencang mungkin ke dalam ruangan acara.
“Ada apa?” tanya Aliesha bingung.
Noah segera menunjuk ke panggung acara. Di sana, sudah ada ayah Aliesha dan bersanding dengan Eros.
Mata Aliesha sontak membulat. Dia merasa kesal dan sekaligus malu. Terlebih, kala sang ayah memegang mic.
"Mohon perhatiannya sebentar, keluargaku tercinta. Saya minta perhatiannya."
Ruangan seketika hening. Tak ada lagi suara bisik-bisik dan gelak tawa yang terdengar.
Semua mata tertuju pada ayah Aliesha itu. Senyuman bahagia nampak terpancar di wajahnya.
"Perkenalkan, di samping saya ini sudah ada sosok gagah dan rupawan... Nak Eros. Eros ini adalah calon keluarga baru kita. Dia adalah calon suami Aliesha, putri sulung saya."
Ungkapan itu tentu membuat semua orang terkejut. Bahkan, Aliesha juga!
Siapa yang menyangka kalau ‘jodoh’ Aliesha datang secepat ini di saat acara bahkan belum usai.
"Malam ini adalah pertunangan mereka. Oh, iya! Eros adalah pewaris tunggal keluarganya. Kita akan banyak diuntungkan dengan pernikahan Aliesha nanti dengan Eros." Ayah Aliesha itu menjelaskan rencana perluasan bisnisnya dengan keluarga calon besan.
Tepuk tangan sontak bergemuruh.
Seluruh mata tertuju pada Aliesha.
"Naiklah!" Tantenya memerintah, "Jangan biarkan Tuan Muda kaya raya itu menunggu."
Mau tidak mau akhirnya Aliesha-pun naik.
“Huh…” gerutu Aliesha dengan melangkah berat menuju ke stage tempat ayah dan calon suaminya itu berada.
Ekspresi itu hanya bisa dilihat oleh Noah dari bawah panggung, dia tahu betul kalau boss-nya sedang dalam keadaan terpaksa dan terjepit.
Menyaksikan wanita impiannya mendekat, Eros pun tertawa dan tangan kanannya memegang pinggangnya.
"Darling, kita bertemu lagi. Mungkin malam ini kita harus check in..."
Suaranya membuat seluruh tubuh Aliesha menegang.
"Nona, makanlah..."Sudah beberapa kali, Noah menyuruh Aliesha memakan salad yang dipesannya.Dia tak merasa lapar. Padahal, pagi tadi dia sudah skip sarapan."Apa kamu saja yang makan, Noah?" Aliesha menyodorkan piring saladnya pada Noah.Untungnya, sang sopir menerimanya dengan baik. Kebetulan, dia masih lapar."Masih kepikiran soal Tuan Eros?" Noah berhenti makan di saat satu suapan terakhir masih tersisa."Begitulah." Aliesha hanya bisa jujur pada sopirnya sekarang.Tak ada seorang pun di keluarganya yang peduli bagaimana perasaan yang dialaminya.Yang penting bagi keluarganya, dia harus cepat-cepat melepas masa lajang dan menikah.Untungnya semalam, dia masih bisa kabur dari Eros. Tapi, untuk selanjutnya?Aliesha tidak tahu…."Kalau dipikir-pikir, Tuan Eros itu sangat bersemangat dalam dua hal."Kalimat Noah sontak membuat Aliesha menyimak dengan seksama. "Apa itu memangnya?""Nona masa tidak bisa memahami dia? Dua hal itu adalah..." Tatapan mata Noah tertuju pada bibir Aliesha s
"Lepaskan!” pinta Aliesha. Tangannya kesakitan karena genggaman Eros begitu kuat. Sayangnya, Eros tampak tak peduli. Dia justru menarik gadis itu ke arahnya. Noah hendak membantu Aliesha, tetapi kehadiran Ayah Aliesha membuatnya membatalkan niat. “APA-APAAN INI?" teriak pria tua itu. Dia mencoba untuk melerai. Namun, Eros masih saja mencengkram Aliesha dan menjambak rambutnya. “Arrgh,” erang Aliesha kesakitan. Tak terima, wanita itu pun mulai menggigit tangan pria tambun itu agar dilepaskan. "ALIESHA!" Ayahnya pun berteriak dan menarik tubuh putrinya dari cengkeraman Eros. Aliesha sendiri masih belum terima dengan apa yang dilakukan sang ayah dan tunangan. "Ayah, lepaskan aku! Aku mau membalas memukul Eros dan menjatuhkannya ke lantai bawah. Biar aku tendang dia!" Kalau dilihat-lihat, dia sudah seperti orang yang sedang kesurupan. Dari kubu Eros, ada Papa dan Mamanya yang kini datang dan memegangnya agar tidak melanjutkan perang fisiknya dengan Aliesha. "Sepertinya, acar
Pagi harinya, seperti yang sudah diultimatum oleh sang ayah, akad nikah berlangsung mendadak dan privat. Acara hanya dihadiri beberapa keluarga penting saja, tak ketinggalan para tante julid dan omnya.“Saya terima nikah dan kawinnya Aliesha Zhafira binti Martin Zhafir dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tuunai.”Lantunan ijab qabul yang diucapkan Noah dengan lancar membuat seisi rumah mengucapkan kalimat ‘sah’ secara bersamaan.Bak di adegan film, prosesi diiringi oleh rasa haru dan lega, akhirnya Aliesha melepaskan masa lajang.Aliesha masih belum percaya Noah menikahinya. Apa yang mampu diberikan oleh seseorang yang berprofesi sebagai sopir selain keahliannya menyetir?Noah... bagaimanapun dia tak lebih dari seorang karyawan yang menggantungkan gaji dari keluarganya setiap bulan.Jangankan untuk memberikan hidup mewah bagi Aliesha, untuk hidup sehari-hari saja Noah itu menumpang pada keluarganya.Dia mendiami paviliun kecil di belakang rumah induk Aliesha, makan sehari-
Adegan yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya, membuat Noah terkesima.Betapa kompleksnya kehidupan keluarga yang ditumpanginya ini. Noah masih tertegun dan memandangi rekaman video yang sudah aman di ponselnya.Dasar tidak tahu malu! Dua-duanya sama saja mesum!“Noah? Apa yang kamu lakukan di dekat ruang kerja Ayah?” Aliesha rupanya tadi mencari-cari keberadaan sopir yang kini sudah jadi suaminya.Dirinya terkejut karena tak menduga akan bertemu istrinya di sini. “Nona! Aku tadi hanya sedang berjalan-jalan agar tidak tegang.”Untunglah kedua pasangan tadi sudah berhenti membuat ‘suara’ yang memancing perhatian.Aliesha mengernyitkan dahi karena merasa janggal.Gerak-gerik Noah akhir-akhir ini sedikit aneh. Dia lebih sering menerima telpon dan panggilan mendadak.“Tadi, siapa yang hadir menjadi saksi dari pihak kamu?” tanya Aliesha yang masih berada di dekat Noah.“Mereka berdua adalah teman baik keluargaku.” Jawabnya sedikit gugup.Sebenarnya keduanya hanyalah pesuruh di rumah ke
Suasana bandara yang sudah cukup ramai, setidaknya membuat Aliesha merasa tidak spooky saat sepagi ini menunggu pesawat.“Noah, kamu sudah bawa semua barang-barangku, kan?”Setelah ijab qabul, Noah masih sama seperti dulu. Dia diperlakukan tak lebih baik dari seorang sopir atau asisten serba siaga.“Siap! Sudah semuanya, Nona.” Di tangannya sudah ada dua tiket yang siap jika sewaktu-waktu mereka check in. “Kuharap Nona tidak lupa membawa sunblock dan sunscreen. Di sana akan sangat panas sekali cuacanya.”“Kamu tidak usah banyak bicara. Ayo, segera check in!”Keduanya segera bersiap check in dan masuk ke kabin pesawat.Ayahnya sungguh tega saat memberikan tiket kelas ekonomi untuk perjalanan ke Pulau Gura-guri.Membayangkannya saja sudah membuat punggung Aliesha ngilu apalagi tempat duduknya tak seluas di kelas bisnis atau VVIP.“Nona, ayo duduklah. Silakan. Jangan buat penumpang lain macet gara-gara Nona tak segera duduk, mau di sini atau di dekat jendela?”Tanpa banyak bicara lagi, A
Selagi masih ada sinyal dan listrik di pulau Gura-guri, Noah memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Ben dan keluarganya. “Sudah, nikmati saja dulu honeymoon kalian…” kelakar tawa yang diucapkan Ben sama sekali tidak membuat Noah lega. Dia terus-terusan digodai oleh rekannya itu. “Honeymoon apanya? Aliesha itu bukan wanita manja yang bisa menyenangkan lelaki. Dia itu batu!” rutuk Noah kesal. “Walau bagaimanapun, kamu tidak boleh rugi. Kamu sudah dijadikan mainan oleh mereka. Setidaknya, nikmatilah tubuhnya… hahahahaa…” Gurauan itu membekas di benaknya. Apa iya dia harus melakukan itu? Apa Aliesha akan menuruti apa maunya… itu jelas mustahil. “Noah, sepertinya pemadaman akan dimulai malam nanti.” Sudah hapal dengan tabiat istrinya yang takut gelap, diapun menenangkannya. “Tidak usah takut. Pihak resort sudah memastikan cadangan listrik aman. Lagipula mereka membagikan lilin cukup banyak jika terjadi hal yang tak diinginkan.” “Tapi…” “Sudahlah. Jangan berpikiran buruk. Setia
“Permainan apa itu?” Aliesha pura-pura tak mengerti.“Come on! Aliesha…” Noah mengejeknya. “Ini adalah permainan paling menyenangkan dan semua orang tahu...”Diambilnya sebuah botol air mineral yang masih terisi separuh. Diapun memutar-mutarnya.Botol mengarah pada Aliesha.“Ayo, Nona. Truth or dare!”Bosnya berpikir sejenak. “Truth?”Dia tak berani mengambil resiko jika dia memilih dare.“Okay, kamu harus menjawab jujur.” Lagi-lagi manik Noah tertuju pada Aliesha erat. “Pernahkah kamu menyukai seseorang sebelum menyukaiku?”Kesal dengan pertanyaan mengejutkan itu, Aliesha menjawab asal. “Pernah. Tentu saja. Tapi, aku tidak pernah dan tidak akan mencintaimu…”Aliesha puas setelah mengatakan itu.Selama ini mungkin saja Noah berpikir kalau dia mencintainya.“Katakanlah siapa orangnya!” Noah terus mendesaknya dengan pertanyaan lain.Dia merasa tersinggung ketika Aliesha mengaku tak akan pernah mencintainya.Sementara Noah punya seribu satu cara untuk membuatnya jatuh cinta!“Rahasia.”“
Noah tak mau mengurungkan niatnya lagi. Semua harus terjadi malam ini juga.Tangannya memegang hati-hati pipi Aliesha yang sudah bersemu kemerahan karena canggung dan malu.“Aliesha!” ia gunakan panggilan itu sebagai mantra pembius agar bosnya tak berkutik.Dalam hati dia juga sempat khawatir bagaimana jika Aliesha menolak dan rencananya akan gagal. Tapi dia sudah bisa mendeteksi kalau bosnya juga menginginkan ini.Ini semua hanya demi rencana besarku, tidak lebih.Noah mengingatkan dirinya sendiri. Tidak boleh ada perasaan terlibat. Ini semua murni hanya bisnis.“Noah… aku… aku belum…”“Pssst…” diletakkannya telunjuk kanan itu pada bibir Aliesha yang lembut. “Aku juga baru pertama melakukan ini. Tapi aku yakin, ini akan menjadi kenangan paling indah untuk kita.”Perasaan dan pikiran Aliesha sudah tak bisa sinkron lagi. Jantungnya terpacu lebih cepat.“Kamu benar-benar cantik…” Noah membisikkannya sehingga Aliesha mendengar pujian itu. “Bibirmu begitu penuh berisi… kuharap, kamu mengi