"Nona, makanlah..."
Sudah beberapa kali, Noah menyuruh Aliesha memakan salad yang dipesannya.
Dia tak merasa lapar. Padahal, pagi tadi dia sudah skip sarapan.
"Apa kamu saja yang makan, Noah?" Aliesha menyodorkan piring saladnya pada Noah.
Untungnya, sang sopir menerimanya dengan baik. Kebetulan, dia masih lapar.
"Masih kepikiran soal Tuan Eros?" Noah berhenti makan di saat satu suapan terakhir masih tersisa.
"Begitulah." Aliesha hanya bisa jujur pada sopirnya sekarang.
Tak ada seorang pun di keluarganya yang peduli bagaimana perasaan yang dialaminya.
Yang penting bagi keluarganya, dia harus cepat-cepat melepas masa lajang dan menikah.
Untungnya semalam, dia masih bisa kabur dari Eros. Tapi, untuk selanjutnya?
Aliesha tidak tahu….
"Kalau dipikir-pikir, Tuan Eros itu sangat bersemangat dalam dua hal."
Kalimat Noah sontak membuat Aliesha menyimak dengan seksama. "Apa itu memangnya?"
"Nona masa tidak bisa memahami dia? Dua hal itu adalah..." Tatapan mata Noah tertuju pada bibir Aliesha sekarang," ah, lupakan saja!"
Secara refleks, tangan Aliesha memegang tangan sopirnya agar melanjutkan kalimatnya.
Dia paling tak suka digantung seperti ini!
"Lanjutkan atau aku akan memecatmu, Noah!" ancam Aliesha.
Mendengar itu, Noah sontak menahan tawa dalam hati.
Dalam track record sejarah kehidupan Aliesha, dia adalah satu-satunya sopir yang mampu bertahan lebih dari enam bulan.
"Jangan, Nona! Kau tau kalau aku butuh pekerjaan ini untuk melunasi hutangku. Aku akan mengatakannya," bohongnya sambil memasang muka memelas.
"Baiklah. Cepat katakan!"
"Tuan Eros sangat bersemangat dalam hal makan dan urusan ranjang."
Aliesha yang saat itu sedang meminum air mineral hampir saja tersedak.
"Aku berkata jujur, Nona," imbuhnya," semua orang juga tahu, bentukan anatomi tubuh lelaki macam Tuan Eros punya libido yang tinggi. Dan itu berarti jika Nona bersedia menjadi istrinya, Nona akan menjadi budaknya di ranjang!"
Boom!
Baru pertama kali ini Aliesha mendengar seorang lawan jenis yang begitu vulgarnya mengatakan cerita seperti ini.
Antara merasa risih, namun dia juga merasa seperti... ah, sudahlah.
Entah mengapa, imajinasinya sekarang tak lepas dari bibir Noah yang mengatakan cerita jorok itu dengan nada yang normal dan wajar.
"Oke, terima kasih informasinya. Sebaiknya kita segera kembali ke kantor." Aliesha cepat-cepat berdiri dan melangkah kaki ke luar resto.
***
Aliesha terus saja ingat pada kalimat yang diucapkan Noah tadi mengenai dua hal yang Eros sukai, yaitu makanan dan ranjang. Dia berusaha menetralisir pikirannya namun tetap saja sulit dilakukan.
Libido yang tinggi? Mengapa kedengarannya sangat menakutkan!
Pucuk dicinta, ulam pun tiba.
Orang yang membuatnya kepikiran mendadak mengirimkan sebuah pesan
[Nona, maafkan aku.]
Rupanya, Noah masih merasa bersalah dengan pembicaraannya yang terlalu jorok tadi.
[Gapapa.] balas Aliesha.
Namun, Noah tampaknya tak percaya begitu saja.
[Saya mau bukti. Kirimkan saya foto senyum Nona.]
Membaca itu, Aliesha menahan tawa.
Tak biasanya, dia mau menuruti permintaan kekanakan seperti ini.
Namun, entah mengapa dia ingin melakukannya.
Jadi, Aliesha pun mengambil satu foto selfie yang menunjukkan dirinya tersenyum.
[Ok, aku percaya Nona. Tapi kau juga membuatku tak bisa tidur malam ini. Izinkan aku datang terlambat besok.]
Aliesha tak mengerti dengan balasan Noah.
[Memangnya kamu sakit?] tanya Aliesha dalam pesan onlinenya.
[Aku laki-laki normal. Melihatmu memakai lingerie begitu, pikiranku sudah terbang ke kamarmu.]
“Hah?” pekik Aliesha kaget sembari membanting ponselnya.
Segera saja perempuan itu menutupi tubuhnya dengan selimut.
Aliesha lupa pakaian tidurnya terbuka dan lupa bahwa Noah adalah pria normal!
Sayangnya, sebuah pesan dari sang ayah membuat perasaan aneh di dadanya tergantikan rasa amarah.
[Besok datang ke rumah ayah!]
**
Aliesha buru-buru masuk ke ruangan ayahnya setelah salah satu asisten rumah tangga di rumahnya memberitahu.
"Jadi, kenapa ayah tiba-tiba memanggilku?"
Di sampingnya ada Noah yang mengikuti ke manapun dia pergi.
Pria tua itu mendelik kesal pada putri sulungnya. "Jangan banyak tanya. Mertuamu akan datang malam ini ke sini. Kamu dan Eros akan segera menikah."
Mendengar itu, Aliesha geram.
Minggu lalu sudah dibuat malu dengan acara tunangan dadakan di reuni keluarga, lalu tiba-tiba sekarang ayahnya mengatur pernikahannya?
"Ayah, aku belum seratus persen cocok dengan Eros. Dia itu pikirannya jorok!" Aliesha membuat alasan agar ayahnya tahu siapa sebenarnya laki-laki yang akan menjadi menantunya.
Namun, sang ayah justru tampak santai. "Jangankan Eros! Itu si Noah kalau lihat kamu pasti juga kepikirannya hal-hal begituan.”
“Lihat saja bajumu! Terbuka sana-sini!"
Noah yang tadinya bermuka datar jadi ikut tersenyum sendiri.
Melihat itu, Aliesha memberikan isyarat dengan matanya agar Noah bersikap normal dan tidak ikut-ikutan mengejeknya.
Tanpa terasa, waktu yang dijanjikan pun tiba.
Seluruh keluarga inti sudah berkumpul.
Hanya saja, Aliesha nampak kikuk saat harus bersanding di meja makan dengan Eros.
Berkali-kali, pria itu pura-pura menjatuhkan pisau dan garpunya ke lantai dan mencoba memegang kaki Aliesha!
Untungnya, Noah yang berdiri di belakangnya, sudah siap.
"Tuan, biar saya ambilkan yang baru," ucap pria muda itu mengambil garpu yang sudah jatuh.
"Tidak perlu, bocah ingusan. Urus saja tamu lainnya," bentak Eros, "Lagian, kamu ‘kan sopir. Ngapain di sini?”
“Pergi kamu!" usirnya.
Semua orang terkejut dan mata memandang ke arah Noah.
Tak nyaman, pria muda itu pun menunduk. "Maaf, Tuan. Baiklah, saya permisi."
Noah pun segera berjalan ke luar ruang makan yang cukup besar itu dan mencari udara segar di balkon.
"Kenapa kabur ke sini?" Aliesha mendadak bertanya, hingga Noah terkejut.
Wanita cantik itu menyusulnya rupanya.
"Tidak apa-apa, Nona. Di dalam, sangat sumpek. Jadi, saya cari angin," ucapnya cepat.
Hanya saja, tangan Noah sangat tidak tahan untuk tidak menyentuh punggung Aliesha yang terbuka.
Rancangan gaun yang dikenakan wanita itu memang tertutup di depan, tetapi mengekspos punggungnya yang mulus.
Untung, dia dapat segera mengendalikan diri!
"Hmmm... begitu rupanya." Aliesha kini berdiri tepat di sampingnya, "Kukira kamu ke sini karena perlakuan Eros.”
“Terus terang, aku muak dengan kelakuannya yang seperti seekor binatang setiap kali melihatku."
Aliesha terus bercerita dan tanpa sadar membuat Noah ikut hanyut dalam perasaannya.
"Bagaimana ini, Noah... apa yang harus aku lakukan?"
"Nona, bersabarlah..."
"Sabar bagaimana? Aku juga perempuan. Aku ketakutan setiap kali mau tidur. Aku merasa kalau... kalau ada Eros yang siap menyerang kapanpun aku memejamkan mata," keluhnya.Tanpa sadar, wanita yang biasanya kuat itu mulai menitikkan air mata.
Noah segera menyeka ujung mata Aliesha. "Jangan menangis... Nanti cantiknya hilang," hiburnya.
Dia bahkan memeluk Aliesha erat.
Cukup lama keduanya seperti itu, sampai Eros tiba-tiba datang dan tampak murka!
"Oh, jadi ini yang kamu lakukan saat menolakku menyentuh kakimu?" marah pria tambun itu, "saat aku sentuh kamu, reaksimu selalu menolak. Tapi, kamu malah mau saat dipeluk-peluk oleh sopir berondongmu ini!”
“Sini kamu!" Tangan Aliesha mendadak dipegang paksa oleh Eros.
"Lepaskan!” pinta Aliesha. Tangannya kesakitan karena genggaman Eros begitu kuat. Sayangnya, Eros tampak tak peduli. Dia justru menarik gadis itu ke arahnya. Noah hendak membantu Aliesha, tetapi kehadiran Ayah Aliesha membuatnya membatalkan niat. “APA-APAAN INI?" teriak pria tua itu. Dia mencoba untuk melerai. Namun, Eros masih saja mencengkram Aliesha dan menjambak rambutnya. “Arrgh,” erang Aliesha kesakitan. Tak terima, wanita itu pun mulai menggigit tangan pria tambun itu agar dilepaskan. "ALIESHA!" Ayahnya pun berteriak dan menarik tubuh putrinya dari cengkeraman Eros. Aliesha sendiri masih belum terima dengan apa yang dilakukan sang ayah dan tunangan. "Ayah, lepaskan aku! Aku mau membalas memukul Eros dan menjatuhkannya ke lantai bawah. Biar aku tendang dia!" Kalau dilihat-lihat, dia sudah seperti orang yang sedang kesurupan. Dari kubu Eros, ada Papa dan Mamanya yang kini datang dan memegangnya agar tidak melanjutkan perang fisiknya dengan Aliesha. "Sepertinya, acar
Pagi harinya, seperti yang sudah diultimatum oleh sang ayah, akad nikah berlangsung mendadak dan privat. Acara hanya dihadiri beberapa keluarga penting saja, tak ketinggalan para tante julid dan omnya.“Saya terima nikah dan kawinnya Aliesha Zhafira binti Martin Zhafir dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tuunai.”Lantunan ijab qabul yang diucapkan Noah dengan lancar membuat seisi rumah mengucapkan kalimat ‘sah’ secara bersamaan.Bak di adegan film, prosesi diiringi oleh rasa haru dan lega, akhirnya Aliesha melepaskan masa lajang.Aliesha masih belum percaya Noah menikahinya. Apa yang mampu diberikan oleh seseorang yang berprofesi sebagai sopir selain keahliannya menyetir?Noah... bagaimanapun dia tak lebih dari seorang karyawan yang menggantungkan gaji dari keluarganya setiap bulan.Jangankan untuk memberikan hidup mewah bagi Aliesha, untuk hidup sehari-hari saja Noah itu menumpang pada keluarganya.Dia mendiami paviliun kecil di belakang rumah induk Aliesha, makan sehari-
Adegan yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya, membuat Noah terkesima.Betapa kompleksnya kehidupan keluarga yang ditumpanginya ini. Noah masih tertegun dan memandangi rekaman video yang sudah aman di ponselnya.Dasar tidak tahu malu! Dua-duanya sama saja mesum!“Noah? Apa yang kamu lakukan di dekat ruang kerja Ayah?” Aliesha rupanya tadi mencari-cari keberadaan sopir yang kini sudah jadi suaminya.Dirinya terkejut karena tak menduga akan bertemu istrinya di sini. “Nona! Aku tadi hanya sedang berjalan-jalan agar tidak tegang.”Untunglah kedua pasangan tadi sudah berhenti membuat ‘suara’ yang memancing perhatian.Aliesha mengernyitkan dahi karena merasa janggal.Gerak-gerik Noah akhir-akhir ini sedikit aneh. Dia lebih sering menerima telpon dan panggilan mendadak.“Tadi, siapa yang hadir menjadi saksi dari pihak kamu?” tanya Aliesha yang masih berada di dekat Noah.“Mereka berdua adalah teman baik keluargaku.” Jawabnya sedikit gugup.Sebenarnya keduanya hanyalah pesuruh di rumah ke
Suasana bandara yang sudah cukup ramai, setidaknya membuat Aliesha merasa tidak spooky saat sepagi ini menunggu pesawat.“Noah, kamu sudah bawa semua barang-barangku, kan?”Setelah ijab qabul, Noah masih sama seperti dulu. Dia diperlakukan tak lebih baik dari seorang sopir atau asisten serba siaga.“Siap! Sudah semuanya, Nona.” Di tangannya sudah ada dua tiket yang siap jika sewaktu-waktu mereka check in. “Kuharap Nona tidak lupa membawa sunblock dan sunscreen. Di sana akan sangat panas sekali cuacanya.”“Kamu tidak usah banyak bicara. Ayo, segera check in!”Keduanya segera bersiap check in dan masuk ke kabin pesawat.Ayahnya sungguh tega saat memberikan tiket kelas ekonomi untuk perjalanan ke Pulau Gura-guri.Membayangkannya saja sudah membuat punggung Aliesha ngilu apalagi tempat duduknya tak seluas di kelas bisnis atau VVIP.“Nona, ayo duduklah. Silakan. Jangan buat penumpang lain macet gara-gara Nona tak segera duduk, mau di sini atau di dekat jendela?”Tanpa banyak bicara lagi, A
Selagi masih ada sinyal dan listrik di pulau Gura-guri, Noah memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Ben dan keluarganya. “Sudah, nikmati saja dulu honeymoon kalian…” kelakar tawa yang diucapkan Ben sama sekali tidak membuat Noah lega. Dia terus-terusan digodai oleh rekannya itu. “Honeymoon apanya? Aliesha itu bukan wanita manja yang bisa menyenangkan lelaki. Dia itu batu!” rutuk Noah kesal. “Walau bagaimanapun, kamu tidak boleh rugi. Kamu sudah dijadikan mainan oleh mereka. Setidaknya, nikmatilah tubuhnya… hahahahaa…” Gurauan itu membekas di benaknya. Apa iya dia harus melakukan itu? Apa Aliesha akan menuruti apa maunya… itu jelas mustahil. “Noah, sepertinya pemadaman akan dimulai malam nanti.” Sudah hapal dengan tabiat istrinya yang takut gelap, diapun menenangkannya. “Tidak usah takut. Pihak resort sudah memastikan cadangan listrik aman. Lagipula mereka membagikan lilin cukup banyak jika terjadi hal yang tak diinginkan.” “Tapi…” “Sudahlah. Jangan berpikiran buruk. Setia
“Permainan apa itu?” Aliesha pura-pura tak mengerti.“Come on! Aliesha…” Noah mengejeknya. “Ini adalah permainan paling menyenangkan dan semua orang tahu...”Diambilnya sebuah botol air mineral yang masih terisi separuh. Diapun memutar-mutarnya.Botol mengarah pada Aliesha.“Ayo, Nona. Truth or dare!”Bosnya berpikir sejenak. “Truth?”Dia tak berani mengambil resiko jika dia memilih dare.“Okay, kamu harus menjawab jujur.” Lagi-lagi manik Noah tertuju pada Aliesha erat. “Pernahkah kamu menyukai seseorang sebelum menyukaiku?”Kesal dengan pertanyaan mengejutkan itu, Aliesha menjawab asal. “Pernah. Tentu saja. Tapi, aku tidak pernah dan tidak akan mencintaimu…”Aliesha puas setelah mengatakan itu.Selama ini mungkin saja Noah berpikir kalau dia mencintainya.“Katakanlah siapa orangnya!” Noah terus mendesaknya dengan pertanyaan lain.Dia merasa tersinggung ketika Aliesha mengaku tak akan pernah mencintainya.Sementara Noah punya seribu satu cara untuk membuatnya jatuh cinta!“Rahasia.”“
Noah tak mau mengurungkan niatnya lagi. Semua harus terjadi malam ini juga.Tangannya memegang hati-hati pipi Aliesha yang sudah bersemu kemerahan karena canggung dan malu.“Aliesha!” ia gunakan panggilan itu sebagai mantra pembius agar bosnya tak berkutik.Dalam hati dia juga sempat khawatir bagaimana jika Aliesha menolak dan rencananya akan gagal. Tapi dia sudah bisa mendeteksi kalau bosnya juga menginginkan ini.Ini semua hanya demi rencana besarku, tidak lebih.Noah mengingatkan dirinya sendiri. Tidak boleh ada perasaan terlibat. Ini semua murni hanya bisnis.“Noah… aku… aku belum…”“Pssst…” diletakkannya telunjuk kanan itu pada bibir Aliesha yang lembut. “Aku juga baru pertama melakukan ini. Tapi aku yakin, ini akan menjadi kenangan paling indah untuk kita.”Perasaan dan pikiran Aliesha sudah tak bisa sinkron lagi. Jantungnya terpacu lebih cepat.“Kamu benar-benar cantik…” Noah membisikkannya sehingga Aliesha mendengar pujian itu. “Bibirmu begitu penuh berisi… kuharap, kamu mengi
“Noah, pesanku… jangan terbawa oleh hawa nafsu. Aku tahu kamu sudah bebas melakukan apapun pada istrimu. Tapi, ingatlah siapa dia dan siapa ayah serta kakeknya. Dan ingat apa yang telah mereka lakukan pada keluarga kita! Ingat itu.” Ucapan Ben yang barusaja dia dengar lewat telpon terus terngiang. Dirinya merasa diremehkan oleh keluarganya sendiri. Bagaimana bisa? Apa selama ini dia kurang loyal dan setia pada keluarganya! Bahkan, dia rela menerima tawaran menikahi Aliesha, salah satunya adalah untuk memuluskan semua rencana balas dendam besar keluarganya. “Hey! Kenapa melamun? Bagaimana dengan keluargamu?” Aliesha yang selalu bersikap manis, mengagetkannya. Dipandanginya wanita cantik yang sudah menjadi istrinya itu. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya, kenapa Aliesha yang naïve harus ikut-ikutan terlibat di rencana ini! “Hmmm… mereka baik-baik saja. Kakekku hanya sedikit sakit karena kelelahan.” Noah mengambil handuk dan meletakkannya di hanger dekat kamar mandi. “Syukurlah