Share

BAB 59 Ancaman

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 22:11:30

"Mau kemana?" Rukmana menarik pergelangan tangan anaknya, Tasya.

"Keluar sebentar, Bu. Ibu di sini saja dan nggak usah khawatir. Aku akan bicara dengan orang itu." Tasya mengusap pelan lengan ibunya.

"Ibu ikut. Ibu juga harus bicara dengan dia."

"Jangan, Bu. Aku nggak mau kejadian waktu itu terulang kembali. Kali ini, biar kuselesaikan sendiri ya, Bu." Lagi-lagi Tasya meyakinkan ibunya.

Tasya melangkah keluar rumah, sementara Rukmana mengamati mereka dari teras dengan harap-harap cemas.

"Mau ngapain kamu di sini? Belum cukup semua kebohongan dan pengkhianatanmu selama ini?!" sentak Tasya setelah berdiri di depan laki-laki bernama Faisal itu.

Faisal tersenyum lebar sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Dia mengamati Tasya dari ujung kaki sampai kepala lalu manggut-manggut. Entah apa yang ada di benaknya detik ini.

"Cepat katakan apa maumu! Aku nggak mau buang-buang waktu hanya untuk bicara dengan lelaki munafik sepertimu," tukas Tasya lagi.

"Oke. Aku tahu kamu masi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Cahaya Senja

    "Habis dari panti asuhan Cahaya Senja ini kita lanjut kemana, Mas?" tanya Senja saat kembali masuk ke mobil kesayangan suaminya itu. Wanita bergamis ungu itu melambaikan tangannya ke tiga pengurus panti dan sepuluh anak yang kurang beruntung itu.Panti asuhan Cahaya Senja memang baru dibangun dan diresmikan. Oleh karena itulah belum cukup banyak anak panti di sana. Baru sepuluh anak saja yang berusia di bawah sepuluh tahun."Pokoknya ikut saja, Sayang." Langit membalas santai."Kenapa ini arah ke kantor kamu, Mas? Katanya mau makan siang? Kenapa malah muter-muter," ujar Senja lagi.Dia begitu penasaran, tapi Langit hanya tersenyum tipis. Langit tetap bungkam dan tak ingin membocorkan kejutannya."Memang ke arah kantor kita, Sayang. Pokoknya nanti kita bisa deketan tiap hari." Senja mengernyit lalu menoleh pada Langit yang kini manggut-mqnggut sembari tersenyum. Senja semakin penasaran apa maksud suaminya itu."Isshh, apaan sih, Mas? Penasaran banget." Senja merajuk. Dia mengerucutkan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Syukur

    Lintang Pratama. Anak lelaki Langit Biru dan Senja Prameswari itu kini berusia tiga bulan. Sejak Lintang lahir, Senja merasa dunianya mulai berbeda. Rasa bahagia dan syukurnya bertambah dan melimpah. Apalagi Langit benar-benar bisa memerankan sosok suami dan ayah yang nyaris sempurna.Seperti janji Langit saat Senja melahirkan tiga bulan lalu, dia akan berusaha untuk mewujudkan segala keinginan istrinya. Keinginan yang sudah mulai dia wujudkan sejak kehamilan istrinya menginjak tujuh bulan. Buku diary di laci meja rias itu membuat Langit mengetahui semua mimpi-mimpi istrinya selama ini.Senja memang gemar menulis. Dia menceritakan tentang kehidupannya dalam diary berwarna ungu muda itu, termasuk tentang Langit dan anak lelakinya, Lintang Pratama. Di halaman depan diary, Senja selalu menuliskan impiannya lalu menceklis beberapa mimpi yang telah terwujud. Salah satunya membahagiakan kedua orang tuanya dan memberikan kehidupan yang lebih baik."Sayang, nanti siang siap-siap ya?" ujar Lan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Lintang Pratama

    Seminggu setelah melahirkan, Langit dan Senja melakukan aqiqah untuk anak sulung mereka. Jagoan kecil itu terlihat begitu rapi dengan baju berwarna biru mudanya. Rambutnya termasuk lebat untuk ukuran bayi yang baru lahir. Sejak Senja melahirkan, Langit belum pergi ke kantor. Dia masih sibuk dengan dunia barunya sebagai seorang ayah. Tak hanya si kecil yang dirawat, tapi Langit juga begitu memperhatikan Senja bahkan berusaha untuk menyiapkan kebutuhan istrinya sehari-hari. "Sayang, syukuran dan aqiqah si kecil sudah kan?" tanya Senja memastikan saat tamu mulai berdatangan. "Sudah beres, Sayang. Lagipula kali ini dibantu sama ibu," ujar Langit. Senja kembali mengangguk. Dia melihat Abel yang masih duduk di kursi roda sembari membawa topi kecil hasil rajutannya. "Mbak ...." Suara lirih itu membuat Senja menoleh. Kedua mata Abel berkaca saat melihat senyum tipis di bibir kakaknya. "Mbak, maafkan aku," ujarnya kemudian. Abel mengusap kedua pipinya yang basah, sementara Senja menggelen

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Bertaruh Nyawa

    "Mas, mungkin istrinya mau melahirkan!" Suara tamu lain membuat Langit kembali menatap istrinya yang mulai bercucuran keringat. Tak menunggu lama, Langit pun menelepon Bagas agar segera mengantar mereka ke rumah sakit. Langit membopong istrinya ke mobil setelah Bagas datang. Anwar pun mengikuti menantunya itu lalu duduk di kursi depan bersebelahan dengan Bagas. Sementara Langit duduk di belakang bersama Senja. Dia yang kini masih sibuk membenarkan letak kepala istrinya agar lebih nyaman rebahan di pahanya. "Astaghfirullah. Sakittt ...." lirih Senja yang mulai tampak lemas dan keluar keringat dingin. Langit kembali menyeka kening istrinya dengan tissu lalu mengajaknya berdzikir pelan. Senja memejamkan mata, berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa di perutnya. Perut terasa benjol ke sana-sini, mungkin kaki atau tangan si kecil yang ingin segera keluar dari perut ibunya. Langit mengusap perut istrinya sembari melafalkan dzikir dan surah-surah pendek. Tak terasa air matanya menete

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Bertemu Rival

    "Itu gedungnya, Gas!" Langit menunjuk gedung pernikahan Adi dan Devina hari ini. "Benar, Mas. Sesuai undangannya." Langit ikut mengangguk lalu meminta Bagas membelokkan mobilnya. Seorang petugas parkir pun membantu Bagas memarkirkan mobil itu di bagian tengah yang masih kosong. "Turun, Sayang. Biar Bagas yang mengambilkan kruk bapak." Senja mengangguk lalu turun dari mobil. Langit pun membantu mertuanya turun dan memakaikan kruk yang diambilkan Bagas di bagasi. "Bapak bisa sendiri, Lang. Kamu sama Senja itu selalu menganggap bapak seperti anak kecil," protes Anwar saat semua keperluannya dibantu oleh anak dan menantunya itu."Iya, Sayang. Bapak sudah bukan anak kecil lagi. Jangan terlalu khawatir." Langit meringis kecil saat menoleh ke arah istrinya. Anwar dan Langit pun saling senyum saat Senja mengerucutkan bibirnya. "Biar kadonya saya yang bawa, Mas." Bagas mengambil sebuah kado dari bagasi lalu membawanya keluar dari mobil. Setelah Langit mempersilakan Anwar untuk jalan leb

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Sisi Lain

    "Bu, aku mau makan nasi pecel." Susan menoleh seketika saat mendengar permintaan anak kesayangannya dari depan kamar. Abel, nyaris sebulan belakangan sudah tak pernah kambuh lagi. Susan begitu bersyukur dan berharap jika anaknya benar-benar mau menerima takdirNya saat ini. "Iya, Bel. Kita beli di depan gang depan mau? Biasanya Bi Sri jualan di sana kalau hari minggu begini." Susan membalas dengan senyum tipis. "Mau, Bu. Sekalian jalan-jalan lihat dunia luar." "Iya, Sayang. Kalau kamu mau jalan-jalan, Mbak Senja mau antar kok. Kamu tinggal bilang saja kapan maunya." "Dia hamil besar, Bu. Kasihan kalau lahiran di jalan."Susan shock mendengar jawaban Abel. Tumben sekali dia memperhatikan tentang kakaknya itu. Biasanya, dia tak pernah peduli bahkan mungkin bisa dibilang sangat senang jika melihat Senja menderita. "MasyaAllah, akhirnya kamu ... ibu bangga memilikimu, Sayang." Susan mengusap pelan puncak kepala Abel lalu tersenyum tipis meski kedua matanya berkaca-kaca. Susan merasa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status