Share

Bab 3 Dia Calon Suamiku

Rekaman suara bukti perselingkuhan sudah berhenti. Namun bisik-bisik dari tamu undangan masih terus berlanjut. Bu Amber mencoba menenangkan bola panas yang bergulir itu sebisanya. 

Tak mau ketinggalan, Cakra pun turut campur tangan. “Semua itu fitnah! Yang benar adalah, aku sudah lama putus dari Soraya karena tidak ada kecocokan.”

Di sisi Cakra, Sabrina berlagak menenangkan suaminya. Ia bahkan sudah berlinang dengan air mata. “Tolong maafkan Kakak. Mungkin, Kakak cemburu dan masih tidak rela melihat mantannya lebih memilihku.” Sabrina melirih sendu ke arah Kakaknya.

Andai Soraya tidak mengenal buruknya Sabrina, jelas dia akan termakan akting paripurna tersebut. Namun, karena tahu adiknya itu lihai sekali memanipulasi, dia hanya mendengus menyaksikan semua orang yang menyakitinya kalang kabut menangani ulah balas dendamnya ini.

Beberapa tamu mulai terdiam, memikirkan penjelasan dari pasangan pengantin itu. Namun, sebagian lainnya masih saja menjatuhkan cibiran, sebab ketidakpantasan seorang adik menikahi pria yang pernah jadi pasangan kakaknya. 

Tidak ingin keributan kembali membesar, ayah Soraya pun meminta pemberkat acara pernikahan putrinya untuk menunda prosesi pernikahan.

Tak ketinggalan, tamu-tamu pun diminta keluar dari ballroom untuk mendinginkan suasana.

Tidak membuang waktu, ketika para tamu bergerak keluar, Bu Amber mendatangi Soraya dan melayangkan sebuah tamparan keras.

Plak!

“Puas kamu mengacaukan pernikahan putriku?!” Bu Amber terus menyerang Soraya yang sudah tertunduk dengan pipi memerah dengan sorot tajamnya. “Apa ini balas budimu pada kami!”

Berbondong-bondong lantas keluarga Kwon dan besannya menghampiri Soraya. Mereka mengitari gadis itu dan memberikan tatapan intimidasi.

“Aku tidak menyangka, Kakak yang aku cintai dan jadikan panutan ternyata sejahat ini padaku!” Sabrina dengan tangisannya bersuara. 

Lalu bergantian, Ibu Cakra melontarkan kalimat sinisnya untuk Soraya. “Syukurlah, topengmu terbuka. Kamu memang tidak pantas untuk putraku.” Wanita sosialita yang dulu begitu ramah padanya itu kini menyerangnya dengan kalimat tajam. “Kalian memang tidak sepadan. Wanita sok polos sepertimu memang pantas dicampakkan!”

Saat semua orang sudah mengambil bagian memakinya, Soraya yang semula diam tiba-tiba tersenyum. Wajahnya tetap tenang, seolah tidak terganggu dengan semua umpatan tersebut.

“Aku senang, kalian terkejut dengan hadiah pernikahan yang sudah kusiapkan.”

Mendadak, raut wajah Sabrina memerah. Calon pengantin wanita itu bahkan sudah melupakan tangisnya yang begitu tersakiti, dan berganti dengan dua tangannya yang terkepal kuat di samping tubuhnya.

Sejurus kemudian sang adik berseru sembari mengangkat tangan, “Kurang ajar!”

Namun dengan cepat, Soraya mampu menangkap tangan tersebut sebelum mendarat di pipinya.

Ditariknya tangan Sabrina, dan dia mendekat lalu berbisik, “Adikku, apa kamu lupa kalau kamu selalu menjaga citramu sebagai anak baik di depan umum?”

Sabrina memang begitu menjaga imejnya di depan umum. Dia selalu menampilkan gambaran Perempuan anggun nan lemah lembut.

Upaya Soraya berhasil, sebab sang adik langsung menarik tangannya dan kembali mendekat ke ibunya seraya mengentakkan kaki.

“Bagaimana ini, Bu? Rasanya aku malu kalau keluar rumah.”

Ibunya itu lantas memeluk sang putri kesayangan. “Tenanglah, Sayang. Ini tidak akan berlalu lama.”

Pemandangan itu tidak luput dari pengelihatan Soraya. Bibirnya tersenyum miris, melihat perbedaan yang begitu jelas antara dirinya dan Sabrina.

Di saat terpuruk, sang adik masih memiliki orang-orang yang mendukungnya. Sungguh berbeda dengan Soraya yang harus bangun sendiri, dan berdiri untuk dirinya sendiri.

"Kamu iri pada pernikahan adikmu? Apa kamu juga ingin menikah?" Tiba-tiba, suara dalam Pak Kwon memecah perhatian Soraya.

Gadis itu menoleh ke arah sang ayah dengan alis tertaut. “Ayah tidak salah bertanya?”

“Kurasa itu benar.” Bu Amber menjawab ucapan sang suami. Pandangannya lalu beralih kembali ke Soraya. “Daripada kamu mengganggu rumah tangga adikmu, lebih baik kamu menikah.”

Soraya tersenyum. Ada rasa geli dalam dirinya, sebab dinilai berpotensi menjadi pengganggu rumah tangga sang adik.

“Kalau kamu mau, mungkin Ayah bisa menjodohkanmu dengan anak kenalan Ayah,” ucap Pak Kwong.

“Nah, terima saja tawaran ayahmu! Tidak usah banyak berpikir.” Lagi-lagi Bu Amber menyahut dengan semangat.

Masih dengan ketenangan yang tidak tergoyahkan, Soraya tersenyum. Tak lupa dia menggerakkan jari untuk menyelipkan rambut ke belakang telinga, seraya berkata, “Terima kasih, Ayah. Tapi, aku akan menikah dengan lelaki pilihanku.”

Orang-orang yang ada di hadapan gadis itu lantas tersenyum miring. Sebab, mereka berpikiran kalau Soraya tengah mencoba tegar di tengah tekanan saat ini.

Sementara itu, Pak Kwon mengerutkan dahi, “Jadi, kamu sudah punya kekasih lain?” tanyanya.

“Dia pasti berbohong, Ayah!” teriak Sabrina. Perempuan itu bangun dari pelukan ibunya. “Bagaimana mungkin dia bisa menemukan pria lain dalam waktu singkat?”

Terus didesak seperti itu, membuat Soraya berpikir cepat. Ia lantas mengedarkan pandangan ke penjuru. Tidak lama, dia tersenyum karena menemukan sosok yang bisa menolongnya.

Kemudian, Soraya berjalan menghampiri lelaki itu yang terlihat sibuk dengan pekerjaannya.

Dengan spontan, Soraya kemudian mengamit lengan lelaki itu dan memperkenalkannya di hadapan keluarga. “Biar kuberitahu. Dia calon suamiku.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Yang Pelayan tadi kah itu ??
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status